44. Apta Gumilar

557 52 26
                                    

Sudah satu jam lebih mereka berada di rumah Joglo, rumah tradisional khas Jawa Tengah yang terbuat dari kayu jati serta memiliki atap yang menyerupai gunung dengan puncaknya yang datar.

Dalem, tempat ini merupakan bagian ruang santai keluarga yang ada di rumah Joglo. Jadi tidak heran jika mereka tengah asyik bercengkerama dan melepas rindu di tempat ini.

"Ealin dulu sukanya main di sini," ucap Endah Ibunda Sultan. "Betah banget kalau di sini," tambahnya.

"Disini rame Bulik, kalau di rumah biasa saja," jawab Ealin jujur, toh dulu teman-temannya kebanyakan dari daerah tempat tinggal Sultan.

Endah malah sedikit tertawa mendengar penuturan Ealin.

"Ealin betah disini lawong enten kulo," Sahut Sultan.
7. Karena ada aku

Endah menimpuk kepala Sultan hingga putranya merintih kesakitan sembari memegang kepala. "Kulo salah nopo buk?" tanya Sultan bingung.
8. Aku salah apa buk

"Lah isih takon?" tanya Endah. "Kalau manggil Ealin itu mbak," jelas Endah.
9. Masih tanya

"Tua aku buk,"

Ealin yang melihatnya hanya tersenyum geli saat Sultan di marahi ibunya.

"Udah dibilangin berapa kali nggak pernah mau nurut?!" tanya Endah penuh penekanan. "Siap-siap cari KK baru kamu!" ancam Endah.

"Maksudnya?"

"Ibuk pecat dari keluarga!" seru Endah. "Kamu harus angkat kaki!" tambahnya dengan tampang mengerikan.

"Gini buk?" dengan posisi duduk Sultan mengangkat kedua kakinya hingga sedikit tinggi.

"Ada Eyang juga kok nggak sopan!"

Sultan menyengir ala kuda dengan tampang tanpa dosa, kemudian menatap sang Eyang. "Dingapunten Eyang," dalam hati Ealin bersorak geli melihat Sultan seperti itu, dasar sepupu aneh!
10. Maaf Eyang

"Iya-iya," jawab Eyang dengan suara khas seraknya. "Sudah jangan mancing emosi Ibumu, ora genah wae pie Ibumu nesu,"
11.Nggak tahu aja gimana Ibumu marah

"Nggeh," dengan pelan Sultan menurunkan kepalanya agar menunduk.
12. Ya

"Panggil Ealin dengan sebutan Mbak," perintah Eyang lembut namun penuh penekanan.

Dengan posisi masih menunduk Sultan menyempatkan untuk menganggukkan kepala.

"Iya benar kamu memang lebih tua dari Ealin, tapi di dalam urutan keluarga Ealin lebih tua dari mu Sultan," jelas Eyang lagi.

"Nggeh," jawab Sultan masih menundukkan kepala.

Ealin mengalihkan pandangan sembari  menggigit bibir berusaha agar tidak tersenyum apalagi tertawa. Entah mengapa hawa kebiadaban pada dirinya sering bermunculan disaat Sultan mengalami kesengsaraan.

Ealin berlagak tidak melihat saja, hatinya sekarang sudah tertawa terbahak bahak hingga ke urat-urat terkecil.

"Sekarang contohin gimana manggilnya yang benar," perintah Endah. "Biar jadi kebiasaan yang baik,"

Sultan mengangkat kepala yang sedari tadi menunduk. "Mbak Ealin sudah makan?" tanya Sultan dengan lagak alus.

Andai saja sekarang tidak ada Eyang dan Bulik, pasti Ealin sudah berguling-guling mendengar penuturan Sultan.

"Sudah," Ealin benar-benar menahan tawanya.

"Begitukan bagus," sela Endah.

"Eyang nggak istirahat?" tanya Ealin. "Masa pemulihan, Eyang harus banyak istirahat,"

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang