2. Indah Atau Buruk

2K 112 31
                                    

Tak terasa hari begitu cepat berputar. Seolah waktu hanya berjalan tanpa meninggalkan jejak sisa. Sekarang, hal yang dinantikan telah tiba. Bel yang begitu nyaring nan merdu itu mengalun riang di telinga mereka. Ini merupakan momen yang ditunggu-tunggu sedari tadi. Dan saatnya sekarang untuk beranjak dari sekolah dan memanjakan tubuh di atas ranjang yang empuk. Sungguh nyaman pikirnya.

"Baiklah, cukup disini saja pembelajaran kita hari ini." Bu Atin pun menutup buku paket yang sedari tadi menjadi bahan pembelajaran.

Lalu Beliau bangkit dari kursinya, dan berjalan menuju ke depan kelas. "Selamat sore." ucapnya sebagai salam perpisahan.

"Selamat sore buk." serentak seluruh siswa menjawab dengan semangat seperti sekumpulan kelas satu SD.

Setelah guru mata pelajaran itu meninggalkan ruang kelasnya. Ealin segera merapikan buku-bukunya untuk di masukkan ke dalam tas.

"Lin,"

Ealin menengok ke arah sumber suara. Didapati wajah memelas Tasya seakan memohon kepadanya. Ealin mengerutkan kening. Pikirnya pasti ada hal yang ingin Tasya inginkan jika sudah seperti ini. "Apa?" tanya Ealin ketus.

"Hari ini gue di rumah sendiri. Bonyok pada keluar kota," Tasya memainkan kedua jari telunjuknya. "Lo tahu kan kalau gue takut di rumah sendiri?" Tasya memasang pupy eyes dan menggigit bibir bawahnya.

Ealin menghembuskan napas kasar. "Intinya gue harus ke rumah lo?" tanya Ealin sedikit mendesak.

Tasya menggeleng kecil membuat Ealin bingung. "Gue nggak pingin di rumah. Pinginnya main gitu," Tasya merengek kecil.

"Intinya," Ealin memberikan tatapan dingin pada sahabatnya itu. Ealin semakin dibuat kesal ketika Tasya hanya diam dan memainkan kukunya. "Hitungan ketiga gue-"

"Iya-iya!" seru Tasya. "Gue pingin ngajak ke cafe," jelas Tasya.

Ealin tidak menjawab dan lebih sibuk dengan kegiatan memasukkan buku-bukunya yang sempat tertunda. Melihat sikap cuek Ealin, Tasya hanya bisa memanyunkan bibir tinggi-tinggi.

Ealin segera bangkit dari kursi kayu. Dan sebelum ia berjalan, Ealin melirik Tasya sekilas. Ealin menghela napas sejenak dan berkata. "Lo mau duduk di situ terus?" Ealin melipat kedua tangan di depan dada. "Katanya mau ke cafe?"

Mata Tasya seketika langsung berbinar. Dengan sigap ia pun berdiri dengan menenteng tas merah maroonnya. "Gue bakal traktir lo," ucap Tasya dengan semangat. Lalu ia berjalan mendekat ke arah Ealin. "Lo kan suka gratisan," bisik Tasya lalu memamerkan sederet gigi putihnya.

"Bukannya kebalik?" gumam Ealin lalu berlalu meninggalkan ruang kelas.

*****

Ealin tengah sibuk dengan benda pipih ditangannya, jemari lentik itu dengan gesit menari indah di atas papan keyboard. Ealin meletakkan benda tersebut kemudian mengambilnya lagi, hal ini ia lakukan sudah kesekian kalinya hingga tidak bisa di hitung menggunakan jari.

"Tenang dong Lin. Percaya deh Kakak lo lagi rebahan enak di rumah, nggak bakal cariin lo. Seandainya kalo lo emang hilang, Kak Risti malah senang," Tasya menyerutup secangkir kopi. Melihat kepanikan Ealin membuatnya ingin tertawa saat ini.

"Gue cuma ngasih kabar kalau pulang terlambat," jawab Ealin.

"Ya, nggak usah sepanik itu kali,"

Sebenarnya Ealin dan Kakaknya sudah ada janji sore ini, dan terpaksa Ealin harus memiliki membatalkan perjanjian itu demi sahabat satu-satunya. Tasya.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang