22. Bendera Perang Berkibar

798 54 1
                                    

Pelajaran fisika benar-benar membuat pikiran Ealin penak. Bayangkan saja jika kita harus memecahkan semua masalah dengan rumus yang sulit kita dipahami, ditambah lagi jika pembelajaran saat jam terakhir. Dimana jam terakhir hanya tersisa tenaga dan daya pikir yang minum bukan? Perut lapar, jiwa serasa ingin melayang ke dunia mimpi, konsentrasi pun buyar. Namun, sekuat tenaga Ealin berusaha tidak memejamkan mata.

Setelah sekian lama melawan rasa kantuk, Ealin bernapas lega mendengar bel pulang berbunyi. Pak Kardi selaku guru fisika pun beranjak dari bangku.

"Silahkan berdoa dulu!" Pak Kardi memerintah. "Berdoa selesai,"

Para siswa pun mulai berdiri dan memberi salam kepada Pak Kardi sebelum beliau meninggalkan ruang kelas.

"Ingat, besok ulangan!" ucap Pak Kardi mengingatkan. "Harus dapat nilai bagus seperti Pandu!" perintahnya sembari membanggakan Pandu.

"Ya pak," jawab beberapa siswa dengan lemas.

*****

"Tasya ke parkiran dulu aja, nanti aku nyusul!" ucap Ealin lembut namun penuh penekanan.

"Memangnya kamu mau kemana?"

"Aku kebelet, mau ke toilet," renggek Ealin sembari berakting menahan pipis dengan mengnyilangkan kedua kaki dan meremas ujung rok sembari menggoyangkan badan.

"Oh gitu, yaudah aku ke parkiran dulu!"

Ealin pun mengacir ke arah toilet terdekat.

"Sejak kapan gue bicaranya aku-kamu?" tanya Tasya pada dirinya sendiri, lalu melangkahkan kaki jenjangnya.

Ealin memutar arah, kini tak lagi ke arah toilet namun searah dengan Tasya. Yup Ealin menuju ke parkiran.

Ealin mengendap-endap dan berhati-hati dalam melangkah, gayanya pun seolah seperti buronan polisi. Dicarinya sepeda motor sport merah dengan cermat. Ealin membuang napasnya kasar, sekian lamanya meneliti satu persatu belum kunjung menemukan.

Ealin menyeka keringat yang mulai membasahi pelipisnya. Terik matahari membuatnya mandi sore secara semena-mena.

Ealin menarik sudut bibir saat melihat apa yang ia cari. "Ketemu!"

Ealin celingak-celinguk memastikan tidak ada seseorang yang memperhatikannya. Disaat situasi aman ini, segera Ealin mengambil amplop yang ada di dalam tasnya.

"Taruh mana?" Ealin kebingungan sembari menatap motor dan menyapu tatapan penjuru parkiran. "Ada orang!"seru Ealin saat ada siswa yang menuju ke parkiran.

Sontak Ealin kaget dan bingung, ia asal mengambil batu yang ada di bawah motor sport Pandu. Diletakkan surat yang terbungkus oleh amplop di atas jok motor yang di beri batu, agar tidak terbang saat terkena hembusan angin.

"Bodo amat lah, yang penting misi selesai!" segera Ealin meninggalkan tempat itu, sebelum mangsa menghampiri.

Dicarinya mobil merah milik Tasya, tidak membutuhkan waktu lama. Mata tajam Ealin menemukan benda yang dibilang kotak dan beroda itu di pojok depan parkiran.

"Lama amat Lin!" gerutu Tasya saat Ealin sudah di dalam mobil.

"Masa?"

"Hooh, Sampek jamuran guenya!"

"Oh,"

Tasya benci jawaban yang keluar dari mulut Ealin. Apa tidak ada selain kata 'oh'.

Tasya pun segera mengemudi mobilnya.

Singkat waktu, mereka sudah sampai di depan rumah klasik modern yang cukup luas. Dengan ukiran khas klasiknya ditambah cat tembok berwarna emas dan paduan putih yang memberi kesan sangat megah.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang