24. Sidang Cinta

811 48 2
                                    


Kata cinta?
Memang sulit untuk terucap.
Seolah bibir terkunci rapat atas kendali ego
Aku tidak memaksa bahkan tidak berharap
Satu kata itu terlontar dari mulut mu.

Ealin Elista Putri

****

Pandu masih setia menunggu Ealin yang masih latihan tari. Sepulang sekolah ini, mereka akan pergi ke cafe untuk memenuhi janji mereka. Nanda, Tasya, dan Ricky. Konon katanya akan merayakan hari jadian Tasya dan Ricky. Sebut saja sebagai pajak jadian. Mereka bertiga sudah beranjak menuju ke cafe duluan tepatnya satu jam yang lalu.

Pandu duduk di bangku panjang yang disediakan. Dari awal sampai sekarang Pandu tidak pernah kehilangan rasa kagumnya dengan gadis di depannya. Setiap gerakan yang dimainkan mampu menghipnotisnya. Seolah Pandu tidak bisa berkedip melihat Ealin menggerakkan tangan setiap detiknya.

Pandu mengambil handphone dan menuju ke kamera lalu menggesernya ke video. Tanganya bergerak ke atas di ambang udara.

"Heh ngapa lo!" seru Ealin tanpa menghentikan tariannya.

"Mandangin bidadari," dua kata yang dilontar Pandu dengan spontan. Tanpa diduga detak jantung Ealin berpacu cepat, ia pun mulai salah tingkah.

Ealin berusaha mengatur kembali jantungnya yang memberontak, dan kembali fokus pada gerakan tari.

"Ada bidadari di sini?" tanya Ealin berusaha tenang.

"Berlagak nggak tahu,"

"Emang ada?" tanya Ealin.

"Ada,"

"Mana?"

"Kamu,"

Ealin menghentikan gerakan tari dan berdiam menatap Pandu lekat. "Apa-apaan pakek bilang 'kamu'!" batin Ealin.

Pandu sebenarnya tidak gombal. Toh Pandu bicara dengan jujur dengan penglihatannya. Memang siapa yang bilang jika Ealin tidak cantik? Palingan penglihatan mereka sedang tidak normal jika mengatakan itu. Jelas sekali sekarang Ealin terlihat begitu anggun dan feminim.

Obrolan singkat mereka sangat jelas terekam dalam video, dimana Ealin menari diselingi obrolan hangat begitu hangat.

"Kenapa berhenti?"

"Capek,"

Pandu hanya ber oh-ria lalu menurunkan handphonenya. "Istirahat gih!" Perintah Pandu. Lalu mengambil sebotol air putih. "Minum dulu,"

Ealin lalu mematikan musik klasik itu dan berjalan ke arah Pandu.

"Thanks," Ealin duduk di samping Pandu.

"Gue denger lombanya maju?"

"Heem," jawab Ealin setelah meneguk air.

"Kapan?"

"Tiga hari pas penilaian akhir semester,"

"Oh,"

Keduanya lalu diam hingga beberapa menit. Ealin mengatur napasnya dan berusaha menetralkan capeknya.

"Gue ganti baju dulu,"

"Oke,"

Ealin segera mengambil tasnya dan bergegas menuju ruang ganti yang disediakan di ruang tari itu.

*****

"Lama amat tu bocah!" gerutu Ricky karena Pandu dan Ealin sudah lama tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang