33. Jangan Buat Aku Gila

705 57 22
                                    

Semoga Dunia lekas sembuh. Biar bisa aktivitas seperti biasa. Semoga virus Corona tersudahi sebelum bulan suci Ramadhan dan bisa menjalankan hari idul Fitri dengan bahagia.Amin.

Sebelum baca alangkah baiknya jika klik tombol start ⭐oke:)

Happy reading...

Ealin tengah duduk sembari menyampuli beberapa novel di depannya. Tak lupa pula, ia di temani oleh Pandu yang kini masih setia duduk di sampingnya.

Ealin sedari tadi memilih untuk berdiam tak banyak bicara. Atas insiden beberapa jam lalu membuatnya mati kutu di hadapan Pandu. Ia tidak berani berkutik di hadapannya, menatap saja Ealin tak kuasa. Namun hal ini membuat geram Pandu. Bukan, bukan geram marah, justru hal ini membuat Pandu gemas.

Lantas, bagaimana Pandu tidak gemas jika Ealin sering salah tingkah jika ditanya olehnya, jika diajak bicara pun ia selalu menunduk seolah kikuk gagap. Benar-benar insiden nyosor itu menyihir seratus delapan puluh derajat sikap Ealin.

"Lin tinggal tiga novel ini kan?"

"A..apa?"

"Novel nya kurang tiga ini apa masih ada lagi?" jelas Pandu.

"Oh,"

Sekarang Pandu ingin mencubit pipi cabi Ealin, ternyata begini salah tingkah Ealin. Jika dipikir-pikir harusnya Pandu yang seharusnya baper, tapi mengapa malah Ealin?

"Oh doang?" Pandu menarik kedua pipi Ealin, si empunya pun terpaksa mengangkat kepala dan mensejajarkan pandangan.

Tawa Pandu benar-benar melelehkan Ealin. Perasaan Ealin semakin tidak karuan saat ini. Jantungnya pun seenaknya dangdutan tanpa kompromi terlebih dahulu dengannya, membuat tubuh Ealin bergetar hebat.

"Cih! susah susah ngilangin ni gemeteran, malah main seenaknya aja Pandu buat baper gue lagi! Tuh kan gue salting lagi jadinya!" Ealin mengumpat serapah. "Manusia gila tampang Malaikat emang!"

"Nggak usah gitu amat natap gue, gue emang ganteng," Pandu terkekeh diakhir kalimat.

"Apaan najis!" Ealin melepas tangan Pandu dari pipinya. "Dikira nggak sakit gitu?!"

"Mana ada dicubit enak! Kalau di sayang baru tu," Pandu mengacak puncak rambut Ealin sembari tersenyum. Ampun Ealin takut diabetes.

"A..apa sih!"

"Tuh kan tuh kan! Mulai dianya. Gue malu sendiri jadinya! Semoga ini mimpi gue mau bangun!" dalam hati Ealin nangis batin, benar-benar memalukan.

"Masih salting aja lo,"

Ealin diam.

"Lin,"

Masih diam dan sibuk menyampuli novel itu.

"Sayang,"

Ealin tidak dungu, kata itu menerobos indah ke gendang telinga dan seenaknya menggores hati kecilnya. Hal itu pun memancing jantung Ealin untuk menjerit. "Gue nggak mau mati muda gara-gara maraton kek gini!" seru Ealin dalam hati.

Ealin menghela napas. "Apa?" nadanya ia buat seketus mungkin.

"Giliran manggilnya gitu baru nyahut!"

Terciduk!

Ealin menghirup oksigen sebanyak mungkin. "Males lo nggak jelas!"

"Terserah," Pandu memunguti sisa-sisa sampul plastik. "Lo mau minta foto nggak?"

"Foto apa?"

"Foto kita,"

Jika sifat Ealin terus seperti ini bisa-bisa Pandu lahap hidup-hidup. Sekarang Ealin pun ia terlihatan kebingungan sendiri. Sungguh luar biasa ia belum mengerti maksud ucapan Pandu.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang