12. Dasar Abid

932 73 6
                                    

From: Abidzar
Gue udah di depan rumah.

From: Ealin Elista P

Gue kedepan.

From: Abidzar
Gue tunggu.

Read.

Ealin mempercepat menyisir rambut. Kemudian Ia mengikat rambut dengan kuncir kuda, yang membuatnya semakin cantik. Setelah selesai Ealin segera beranjak turun dari kamar.

"Pa Ealin mau nonton," pamit Ealin kepada Wijaya.

Wijaya meletakkan koran yang sedari tadi ia baca. "Sama Tasya?" tanya Wijaya.

"Nggak," jawab Ealin sambil menggeleng.

"Hayo sama siapa lo?" tanya Risti ikut  nimbrung.

"Sama teman,"  singkat Ealin.

"Teman atau teman?" tanya Risti jahil.

Ealin memutarkan bola matanya, cukup sabar ia menghadapi Kakaknya.

"Teman cowok Lin?" Wijaya angkat bicara.

Ealin hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Siapa?" tanya Wijaya kembali.

"Abid," jawab Ealin berat. Sebenarnya Ealin sedikit malu mengatakan bahwa ia pergi bersama cowok. Selain malu, Ealin juga merasa takut jika Papanya akan marah dan tidak mengijinkan.

"Yaudah hati hati, jangan malam pulangnya!" perintah Wijaya membuat Ealin bengong.

"Iya," Ealin pun bersalaman dengan Wijaya. Setelahnya ia segera melenggang keluar rumah.

Hal yang pertama Ealin dapati setelah membuka pintu gerbang adalah sosok Abid yang tengah bersandar di pintu mobil dengan melontarkan senyum ke arahnya. Dengan canggung Ealin membalas senyum itu walau sekilas.

"Hai," sapa Abid setelah Ealin berdiri di depannya.

"Hai," jawab Ealin datar. Sebenarnya Ealin menggerutu dalam hati, mengapa harus berbasa-basi seperti itu? Sangat menyebalkan!

Dengan cepat Abid membukakan pintu untuk Ealin dan mempersilahkan gadis itu untuk masuk layaknya seorang kekasih.

"Gue bisa sendiri," respon Ealin.

Abid kini tersenyum yang sulit diartikan oleh Ealin. "Ayo masuk," perintahnya dengan lembut.

Ealin menurutinya. Kini aroma kopi yang tercium di indra penciuman Ealin, membawanya kedalam ketenangan.

Abid memutari mobil dan segera masuk duduk di bangku kemudi. Abid pun segera memacu mobilnya dengan kecepatan sedang membawa Ealin menyusuri jalan ibu kota malam ini.

*****

Mereka pun akhirnya sampai di tujuan. Setelah memarkirkan mobil di basemen, Ealin dan Abid segera memasuki mall.

Dinginnya AC mulai berbaur dengan hangatnya kulit. Aroma khas dari mall pun  mulai menyambut indra penciuman.

"Ramai!" gumam Ealin. Entahlah itu selalu keluar dari mulutnya setiap berkunjung ke tempat yang ramai.

"Iya, berhubung malam Minggu juga," talas Abid.

"Sekarang mau apa?" tanya Ealin. Toh ia tidak pernah keluar dengan cowok.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang