23. Nilai Pembawa Rejeki

765 52 8
                                    

"Males belajar!"

Semenjak kejadian satu hari lalu, Ealin trauma belajar. Di kelas pun selalu molor ketimbang mendengarkan guru mengajar, pulang sekolah Ealin langsung ngebo di kandang tidak pernah belajar.

Membuka buku pun Ealin anti apa lagi belajar. Paling tragis adalah Ealin memusiumkan bukunya, supaya tidak dijamak oleh tangan. Ingin tahu buku apa yang dimusiumkan? Tentu saja buku fisika.

"Ulangan loh Lin!" seru Tasya.

"Masa?" Ealin berlagak kaget dengan refleks keningnya berkerut. "Bodo amat!" tambahnya memutarkan bola mata.

"Terserah lah. Gue Pinjem catatan Lin, soalnya ada beberapa bagian yang belum gue tulis,"

Ealin meringis memamerkan sederet giginya, lalu menggaruk belakang kepala. "Nggak bawa,"

"Yaelah nggak niat sekolah banget!" timpa Tasya.

Setelah bel masuk berbunyi Pak Kardi selaku guru fisika pun memasuki ruang kelas. Tanpa ini itu beliau segera memberikan lembar soal tiap murid.

Dilihatlah lembaran itu, seketika Ealin pun mengerucutkan bibir. Dalam hati Ealin mengumpat sebal melihat dua puluh butir soal yang membingungkan. Namun Ealin sedikit lega mengingkat soal itu berupa ABC-an jadi Ealin bisa menyilang indah tanpa berpikir.

Ealin membaca soal pertama, senyumnya mengembang saat ia ingat rumus yang digunakan. Lagi lagi senyum Ealin bertambah lebar saat jawabannya ada. Dengan cekatan Ealin segera berlanjut pada nomor berikutnya.

Namun sayang otak Ealin tidak bisa berkompromi dengannya. Ealin hanya bisa menjawab sampai nomor 5 saja dan yang lain hanya menjawab asal. "Udah untung bisa ikut ulangan!" gumam Ealin.

Berjalannya waktu, ulangan pun akhirnya selesai. Pak Kardi pun segera menarik hasil jawaban dan segera mengkoreksinya.

Tanpa membutuhkan waktu banyak Pak Kardi mampu menyelesaikan koreksinya. Satu persatu siswa dipanggil oleh beliau untuk mengambil hasilnya.

"Tasya,"

"Ya Pak," dengan sigap Tasya langsung maju ke depan, tidak sabar melihat hasilnya.

"Tujuh puluh lima, tingkatkan belajarnya!"

"Baik,"

Sudah setengah murid yang dipanggil oleh Pak Kardi, nama Ealin  tak kunjung di panggil oleh beliau. Ealin mendengus kesal lalu menenggelamkan kepala di atas meja.

"Ealin!" akhirnya nama itu terpanggil juga meskipun di akhir semua siswa.

Dengan cekatan Ealin beranjak dari kursi, dan menuju ke depan kelas. Dalam hati Ealin tidak berharap mendapatkan nilai bagus, toh ia hanya menjawab asal saja.

"Nilai kamu delapan puluh tiga!"

Ealin membulatkan matanya tak percaya.

"Tapi dibalik!"

"Yaelah Pak PHP!"

"Ck,makanya belajar yang sungguh-sungguh!" perintah Pak Kardi.

Ealin hanya menganggukkan kepala.

Bel istirahat berbunyi, Ealin pun segera keluar dari kelas. Ia berniat membuang lembar ulangan tadi, toh buat apa untuk disimpan jika tidak dibuang? Apa perlu disimpan untuk ditunjukkan anak cucunya nanti?

"Dari pada dibawa pulang, malah ketahuan Risti! Terus kena omel. Mending buang," gumam Ealin pelan.

Ealin meremas lembar itu menjadi bulatan yang kurang sempurna, kemudian dirinya pun mulai ancang-ancang dengan gaya akan melakukan tolak peluru.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang