14. Jealous

953 77 6
                                    

Sebuah mobil telah menepi dari jalan raya, lalu meparkirkan di depan rumah mewah klasik.

"Makasih Sya,"

"Yup," Tasya melayangkan dua jempol.

"Nggak mau mampir?" tanya Ealin memastikan.

"Nggak, soalnya nyokap udah nunggu," jelas Tasya.

Ealin mengangguk mengerti. Ia pun membuka pintu mobil dan segera beranjak keluar dari si roda empat.

Ealin pun memasuki pekarangan rumah. Akhirnya yang ditunggu tunggu telah tiba! Pulang ke rumah. Hal yang sedari tadi yang Ealin harapkan.

Dengan semangat Ealin mendorong kenop pintu. "Ealin pulang,"

"Biasakan salam dulu!"

Ealin sedikit terkaget melihat Papanya yang sedang duduk sembari  memegang koran. "Assalamualaikum," salam Ealin.

"Walaikumsalam," Wijaya mangut-mangut. "Nah seperti ini,"

Ealin mengangguk. "Papa kok udah pulang?" tanya Ealin bingung.

"Kerjaan Papa sudah selesai. Lin, ada paket buat kamu," Wijayanto meletakkan koran yang sedari tadi dibacanya.

"Dari?"

"Mama kamu,"

Ealin hanya ber ria-oh.

Ealin pun menuju lantai atas menuju kamarnya, ia ingin segera merilekskan badannya yang capek itu.Setelah membuka kenop pintu Ealin pun segera merebahkan badannya di atas kasur yang empuk.

Ealin tergiur dengan benda kotak diatas meja, mengingat Papanya  memberitahu ada paket untuknya, Ealin segera beranjak mengambil kotak itu.

Dibuka lah kotak itu. Mata Ealin berbinar mendapati sebuah selendang atau sampur didalamnya. Sampur kali ini berbeda dari yang lain. Dengan warna merah maroon dengan corak batik khas Jogyakarta yang menghiasai sampur.

"Bagus," Ealin tersenyum.

Ealin meraih handphone dan menuju aplikasi WhatsApp. Ia bimbang ingin mengirimkan pesan kepada seseorang. Ealin hanya bisa menuliskan kata setelah itu ia hapus, hal ini sudah diulanginya untuk ketiga kali.

"Chat mama nggak ya?" tanya Ealin bimbang. Ia menggigit bibir bawah membuat luka kecil di sana.

"Aih!" decak Ealin frustrasi.

From : Ealin Elista P
Makasih sampurnya, bagus.


Satu pesan telah Ealin kirim. Mata Ealin terpejam menunggu balasan pesan dari Mamanya. Mengapa Ealin merasa deg-degan?

From: Mama Lena
Sama-sama anakku sayang. Alhamdulilah kalau suka.

Pesan dibaca.

Seketika mata Ealin memerah. Ingin rasanya Ealin membalas pesan itu, tetapi mengapa egonya menahan jemari Ealin untuk mengetik? Benar, Ealin masih tersekat oleh masa kelamnya, Ealin belum bisa menerima kenyataan.

Dilemparkan handphone itu kesegala arah hingga timbul suara akibat gesekan benda pipih itu dengan ubin.

"Anak sayang? Busuk!" napas Ealin memburu. "Kenapa juga gue chat!" Ealin meremas ujung roknya menahan amarah.

Ealin membanting tubuh di atas kasur. Matanya terpejam menciptakan dimensi beberapa tahun  lalu. Sebuah keluarga yang harmonis yang selalu ia banggakan. Tetapi, semua itu sudah berbeda! jauh dari kata berbeda tepatnya.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang