3. Surat

1.4K 127 28
                                    

Ealin merebahkan tubuh di atas ranjang empuk. Perlahan ia memejamkan kedua mata. Setidaknya ia bisa tidur sebentar untuk melepas lelah. Hari ini begitu padat jadwal Ealin. Mulai dari tugas makalah, praktik biologi, dan penilaian lari. Pada jam terakhir pun ia harus melahap penjelasan Pak Kardi sebagai penutup makan siang.

Huft! Melelahkan bukan?

Ealin membuka kedua kelopak mata dan mengerjapkan mata bulatnya. Ealin menatap langit kamar memikirkan kejadian beberapa hari lalu. Hari kebodohan Ealin yang mempertaruhkan nyawa di ujung tanduk. Membayangkan hal itu membuat Ealin ingin tenggelam di dalam tanah saat ini juga. Dengan cepat Ealin menggeleng kepala mengusir bayang itu.

"Untung masih bisa napas sekarang," gumam Ealin.

Ealin tersenyum simpul saat bayang detik-detik rohnya akan melayang ketika Pandu melontarkan senyum untuk dirinya. Bibir Ealin terkatup rapat tersekat dalam pesona ciptaan Tuhan hari itu.

Kini, Ealin tersenyum miris membayangkan dirinya saat itu. Berdiri di pinggir jalan dengan kesadaran tidak penuh. Bisa-bisanya Pandu merampas perhatian dan kesadaran Ealin hari itu. Sungguh menyusahkan perasaan sendiri yang semakin menggila akan cinta.

Ealin meraih handphone di atas nakas. Jemarinya mulai membuka layar utama, kemudian tertuju pada galeri.

Ealin memandangi foto Pandu yang berhasil Ealin ambil secara diam-diam. Ealin menggelengkan kepala lalu bergumam kagum melihat jumlah foto cowok yang ia kagumi. Kerja kerasnya berhasil memenuhi kapasitas memori handphonenya.

"Candid aja bisa melelehkan, apalagi pose senyum?" tanya Ealin pada dirinya. "Mati gue," tambahnya.

Ealin menyudahi penghijauan matanya. Sudah cukup sejuk dirinya memandangi foto Pandu seperti itu. Ia pun  meletakkan benda pipih itu dan beralih mengambil selembar kertas beserta bolpoin.

Ealin mulai menumpahkan tinta di atas lembaran putih itu. tidak butuh waktu lama Ealin pun menyelesaikan aksi mencoret-coret. Setelah ia melipat rapi kertas itu, Ealin memasukkan lipatan kertas itu ke dalam amplop putih yang berhias love putih dibagian tengah.

"Misi secret admirer." ucap lirih.

Ealin berhadapan misi rahasia Ealin akan berjalan dengan baik dan tidak ada satu orang pun yang mengetahui itu. Karena ini benar-benar rahasia.

******

Pandu segera memasuki ruang kelas yang suasana sangat gaduh seperti pasar burung pagi ini. Pandu tersenyum sinis mendapati wajah-wajah sengsara dari temannya. Dengan bangganya Pandu bersorak dalam hati berhasil membuat penderita teman sekelasnya pagi ini. Sekali-kali biar tahu rasa. Pikir Pandu.

"Kenapa lo berangkat siang? Sepuluh menit lagi bel bambang!" seru Ricky memukul meja Pandu.

"Emang niat," jawab Pandu dengan entengnya.

Ricky mengacak rambutnya kesal. "Nggak ada belas kasih dengan saudara-saudara kau?!" ucap Ricky dengan dramatis. "Nasib kita ada di buku tugas ananda Pandu," Ricky menggigit bibir bawahnya dengan memasang pupy eyes.

"Nggak ngerasain gimana otak gue bekerja semalaman?" desak Pandu dengan senyum devil di wajahnya.

Ricky terdiam terpojokkan.

"Dahlah gue becanda," Pandu tertawa mencairkan suasana. "Ambil saja di tas gue," perintah Pandu lalu memasangkan aerphon dikedua telinga.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang