41. Pengakuan Hati

589 47 15
                                    

Siap untuk baper lagi? Kuy buruan baca:)
Tapi vote dulu yah sebelum baca, biar Author semangat ngetik untuk chapter berikut dan berikutnya 😘

Duduk berjam-jam di dalam transportasi si roda besi sembari menikmati keindahan alam di luar sana, membuat rasa bosan  lenyap tergantikan oleh rasa kagum yang bergejolak. Tidak ada hal yang menarik lagi selain menikmati pemandangan dari balik jendela kereta api. Hal ini merupakan salah satu penangkal  ampuh kejenuhan bagi Ealin.

Namun tidak sepenuhnya juga untuk memandangi pepohonan, persawahan, sungai, ataupun pegunungan, melainkan ia sempatkan untuk beristirahat dengan memejamkan mata agar mempercepat perjalanan. Sekali-kali Ealin pun juga mengobrol dengan teman sebangkunya yang tak lain Pandu.

Kini Ealin melirik ke samping, arah Pandu. Cowok itu tengah memainkan handphonenya dengan serius, Ealin pun mengembuskan napas perlahan setelahnya. Memang Pandu tidak pernah lepas dari genggaman handphone itu, alih-alih jika di total keseluruhan, mungkin  hanya satu jam lebih dia berpaling dari benda pipih itu. Padahal sekarang sudah hampir tujuh jam mereka berada di dalam kereta.

"Nggak bosen main game?" tanya Ealin.

"Nggak," jawab Pandu singkat.

"Nggak baik juga kelamaan main handphone di kereta," ucap Ealin. "Enakan liatin pemandangan," tuturnya kembali.

"Iya, tapi ini seru," jawabnya yang lagi-lagi sedikit cuek. Ealin pun hanya mendengus dalam hati. "Nggak tidur?" tanya Pandu melirik ke arah Ealin lalu kembali fokus pada layar handphone.

"Nggak," jawab Ealin dengan memalingkan wajah ke luar sana.

Sebenarnya Ealin tidak mau di duakan oleh setan gepeng itu. Namun mau bagaimana lagi jika benda itu lebih menarik perhatian Pandu ketimbang dirinya. Sungguh miris Ealin sekarang.

Pandu menatap Ealin yang sekarang hanya diam tak bersuara. Dari wajahnya Ealin terlihat murung saat ini. Pandu sadar akan hal itu, membuat dirinya sedikit bersalah. Ia kemudian mengambil tangan Ealin dan membawa jemari Ealin kedalam genggaman di atas pangkuannya.

Ealin pun sedikit terperanjat mendapati perlakuan Pandu. Ia kemudian menatap Pandu yang masih setia dengan dunia gamenya, kemudian tatapannya beralih turun pada genggaman tangannya dengan Pandu. Jemari-jemari Ealin menghangat ketika dalam kurungan telapak tangan Pandu, dan mungkin kehangatan itu sudah menjalar keseluruhan tubuh melalui saraf-saraf kecil miliknya.

"Pipi gue blushing?!" cerca Ealin dalam hati ketika ia dapat merasakan pipinya menghangat.

"Mau makan roti?" tawar Pandu tanpa menatap lawan bicaranya.

"Nggak," Ealin setengah mati menahan jantungnya yang tak berhenti bertalu-talu di dada. Semoga jantungnya mulai terbiasa dengan hal ini dan semoga saja dentuman jantung itu mulai mereda. Karena apa? Karena Ealin takut jika ia akan mati  dengan alasan jantungnya yang seperti ini dan bisa-bisa ia viral di berbagai media dengan catatan 'Seorang remaja tewas karena tidak bisa menahan gejolak yang timbul dari genggaman sang teman.' Ealin mengerjapkan mata setelahnya, sungguh bayangan yang tidak enak untuk diimpikan.

Entah dapat sihir dari mana, Ealin mulai mengantuk . Apa mungkin kehangatan yang ia diterima dari Pandu mempengaruhinya? Entahlah jangan terlalu dipikirkan.

Ealin pun mulai memejamkan kedua mata, hingga beberapa menit dirinya sudah terbawa ke alam bawah sadar.

"Tidur?" gumam Pandu melirik Ealin. "Ternyata capek juga berjam-jam duduk begini,"

Pandu menggeleng pelan melihat kepala Ealin yang terbentur pinggiran kaca. Karena tidak tega, Pandu meraih kepala Ealin dan membawanya ke bahu untuk bersandar  dengan nyaman.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang