19. Dia Kenapa?

785 64 0
                                    

Dunia ini memang aneh. Jika seseorang menginginkan sebuah pertemuan pasti ada saja halangannya, sampai-sampai sedikit celah pun sulit diraihnya. Namun sebaliknya, jika seseorang menginginkan sebuah penghindaran pasti ada saja peluang bertemu, Ingin bernapas lega saja kesulitan.

Hal ini pun sedang dialami oleh Ealin. Ealin begitu kewalahan menghindar dari Pandu tiga hari ini. Jika ia sedang di sebuah tempat pasti ada saja batang hidung Pandu di sana. Bukanya Ealin marah karena inside tiga hari lalu, ia hanya belum siap saja bertemu dengannya. Lagi pula Ealin juga sadar diri yang dikatakan Pandu memang benar.

Setelah membayar sebungkus biskuit, Ealin segara menyeruduk pergi. Berbagai alasan ia utarakan kepada Tasya agar ia tidak bertemu Pandu.

"Sya gue duluan!"

"Kenapa?" tanya Tasya bingung. Ia menyodorkan selembar uang kepada ibu kantin itu.

"Gue kebelet, iya kebelet!" alasan klasik yang menjadi andalan semua orang, termasuk Ealin.

"Yaelah," Tasya mencubit lengan Ealin. "Sekalian bareng gue,"

Ealin menyengir kesakitan tetapi ia tidak menghiraukan. "Buruan!"

"Iya iya," Tasya pun segera berjalan diikuti Ealin disampingnya.

Gaya Ealin saat ini sudah mirip orang tawanan yang sembunyi-sembunyi takut. "Semoga Tasya nggak lihat Ricky, kalau Sampek lihat pasti bakalan nyamperin! Duh jangan sampek," doa Ealin dalam hati.

"Tasya!"

Ealin memejamkan mata, keselamatan dirinya  dijamin tidak aman lagi.

Tasya pun mencari arah suara itu, sebuah lambaian tangan mengarah padanya. Tasya pun mengngakat sudut bibir saat tahu memilik tangan itu. "Lin nyamperin Ricky dulu yuk!"

"Lo aja, gue kan kebelet," jawab Ealin berusaha menyakinkan.

"Gue malu kalau sendiri! Yok!" Tasya menarik paksa lengan Ealin.

Tasya pun membawa Ealin di hadapan mereka bertiga. Tasya langsung tersenyum selebar gerbang terbuka. Sedangkan Ealin memberikan sorotan dingin seperti biasanya.

"Makan bareng?" tawar Ricky sambil tersenyum.

Tasya pun tersenyum malu malu.

"Iya gabung bareng kita aja," ajak Nanda.

"Oke," jawab Tasya lalu mentap Ealin.

Dalam hati Ealin menggerutu, ia pun menggigit bibir dalamnya sebal.  Ealin pun memberanikan menatap Nanda dan Ricky terkecuali Pandu. Ealin pun mulai membuka mulut dan mengatakan tidak bisa menerima tawaran itu.

"Sorry,"

"Yaelah Lin, sekali kali gitu," Ricky membujuknya.

"Lain kali," jawab Ealin memaksa untuk tersenyum.

"Yaudah deh," Nanda ikut tersenyum.

Ealin pun bernapas lega. Ia pun berniatan untuk segera pergi dari hadapan mereka. Namun, belum sempat melangkah Ealin berbisik ke telinga Tasya. "Jangan grogi,"

Seketika Tasya melotot ke arah Ealin.

Ealin pun  melangkahkan kaki jenjangnya. namun baru beberapa langkah, Pandu menahan tangan Ealin dan menghentikan langkah gadis itu.

"Gue mau ngomong," ucap Pandu.

Seketika Ealin merasakan gemetar tinggi di tubuhnya. "Heem,"

"Kangan disini!" seru Pandu.

Tasya, Nanda , dan Ricky hanya melihat aksi mereka. Sesekali mereka saling bertatapan satu sama lain.

Dengan menurut Ealin mengekori Pandu, lantas Ealin ditarik paksa olehnya.

ANDESTIN [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang