Jangan lupa like!
***
Matanya memandang dingin pada sosok figur dalam gambar berwarna monochrom yang menampilkan seorang wanita sedang duduk di sebuah kursi.Sudah lebih dari empat puluh lima menit sejak kedatangannya dan dia hanya berdiri menatap foto dengan ekspresi yang tak terbaca
Kepala kemudian miring dan senyum bodoh muncul dari wajah.
"Eomma," Ia bersuara, membuat atmosfir asing di ruangan itu semakin terasa sebab setelah sekian lama tak terhuni untuk pertama kalinya ada kehidupan di rumah itu. Matanya masih memandang ke depan sebelum ia lanjut bermonoton. "...aku benci suamimu."
"Dia adalah orang paling buruk yang pernah ada di dunia." Sebuah dengusan lolos disusul decih meremehkan.
"Aku juga benci istrinya yang bodoh itu, dia tidak berguna sama sekali. Terlalu tolol sampai tidak tahu kebohongan yang si brengsek itu ciptakan selama ini."
Tangan yang melipat di depan dada mengetuk-ngetuk jari di atas lengan yang lain, seulas seringaian sinis tercetak dari bibir yang seharusnya hanya menampilkan senyum manis sebab wajahnya yang imut dan tidak terlihat kejam sama sekali kecuali karena penampilannya saat ini.
"Beruntung kau sudah tidak lagi menghabiskan waktu lebih lama dengan keparat itu."
Sekali pun tahu tak akan ada balasan yang didapat sebab di ruangan ini hanya dia saja di dalamnya— ia merasa perlu mengatakan sesuatu. Entah untuk melapor atau malah mengejek diri sendiri.
Perempuan yang kemarin masih menyandang marga Hara menatap lamat-lamat gambar yang terpampang di depan. Biasanya ia menghabiskan waktu seharian hanya dengan berdiri atau bicara dengan foto seseorang di dalam bingkai yang terpajang di dinding.
Bukannya tak ada yang mau menemani, hanya saja dia melarang siapa pun masuk jika dia di sana.
Menit-menit selanjutnya hanya terdengar kekehan pilu memenuhi ruangan yang hampir jarang dikunjungi. Terhitung hanya sekali dalam setahun atau hanya ketika hendak dibersihkan.
Tidak ada niatan menjual rumah itu, mungkin karena pemilik melarangnya, sebab tahu dia butuh tempat pulang meski tak akan tinggal dan hanya itu tempat satu-satunya yang ingin selalu didatangi sekali pun tak ada yang menyambutnya ketika datang.
Rumah jadi saksi bahwa ia pernah hidup layaknya seorang anak manusia, menyimpan kenangan tentangnya, tentang masa kecil dan keluarganya yang dulu bahagia sebelum monster yang sesungguhnya datang.
Setelah tarikan nafas panjang yang lain—ia kembali kenakan kaca mata hitam yang sedari tadi dipegang di tangan. Seulas seringaian tercetak di wajah—sebelum dia berbalik. Berjalan angkuh keluar ruangan tersebut.
Dua orang body guard yang menunggu di luar segera menutup pintu setelah si perempuan keluar—lalu ada pria yang lain yang membukakan pintu mobil untuknya.
Tak butuh sepatah kata untuk keluar dari belah bibir wanita cantik itu tapi orang-orang dengan jas hitam, bertubuh besar jelas tahu apa yang harus dilakukan tanpa perlu diperintah.
Si supir memberikan padanya sebuah ipad. Yang selanjutnya membuat sibuk si wanita beberapa saat sampai mobil berjalan menjauhi kediaman mewah itu.
"Nonna." Sang supir menginterupsi perhatiannya. Ia tak menjawab, tetapi tatapannya menyiratkan bahwa si supir bisa melanjutkan apa yang ingin dikatakan. "Tuan Min Yoongi menghubungi saya, dan menanyakan keberadaan Nonna."
"Sigh." Ia menunjukkan tatapan malas meski selanjutnya ia keluarkan ponsel dan menelepon seseorang. Tak butuh lebih dari dua kali percobaan sebab panggilannya langsung mendapat jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agust'D [END]
Romans[Remake] Min Yoongi tidak pernah menyangka dalam sejarah hidupnya menjadi seorang penyanyi dan produser dia harus berhadapan dengan seorang perempuan sakit jiwa yang sayangnya sangat kaya raya yang juga sangat kebetulan dijodohkan dengannya. Meski s...