Part 30

842 102 8
                                    

Jangan lupa vote-nya juseyo!


Ia mendecih kesal. Lagi-lagi terbangun di rumah sakit dan bukannya neraka. Jieun bertanya pada diri sendiri, perlu berapa kali percobaan bunuh diri yang harus dilakukannya sampai benar-benar bisa mati.

Jieun muak pada rasa pusing setiap kali terbangun di ruangan bernuansa putih dengan aroma obat-obatan kimia menyengat hidung. Bosan dengan rasa nyeri setiap kali ia menggerakkan punggung tangannya yang tertusuk jarum infus. Ia bahkan hapal siklus hidupnya. Hanya seputar minum obat tidur terlalu banyak - overdose - pingsan - bangun di rumah sakit - diperingati dokter - mencoba bunuh diri lagi - bangun di rumah sakit - diperingati - bunuh diri lagi - rumah sakit lagi - dan seperti itu terus.

Rupanya selain kehidupan, kematian juga tak menerimanya. Tuhan seperti menolak pendosa yang ingin kembali, kalau begini Jieun bisa gila sepenuhnya. Kemudian dia teringat Jackson pernah mengatakan bahwa Jieun barangkali memiliki sembilan nyawa seperti kucing, sebab lima kali percobaan bunuh dirinya tak ada yang membuahkan hasil, sebab itu Jieun pikir dia masih punya tiga kali lagi untuk mencoba bunuh diri atau mungkin sebelum dia menghabiskan jatah nyawanya -Jieun bisa lebih cepat terbunuh.

Menjalani hidup setelah percobaan bunuh diri itu mengerikan, hidup tak akan terlihat sama meski orang-orang berpikir bahwa itu adalah kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

Apa yang perlu diperbaiki, mereka memutuskan lari dari masalah hanya karena tidak bisa lebih lama menanggung penderitaan yang hidup berikan, lalu Tuhan menyelamatkan.

Lantas kenapa 'Dia' tidak menyelamatkan orang-orang yang berobat di rumah sakit saja, mereka jelas lebih ingin hidup dibanding yang melakukan percobaan bunuh diri. Lagipula Jieun sudah rusak luar dalam, kesempatan apa yang Tuhan berikan untuknya.

Untuk apa?

Membunuh orang lebih banyak?

Tentu bukan Jieun pelaku yang sebenarnya, tapi tetap saja, jiwa-jiwa lain yang mendiami tubuhnya tidak mungkin bertanggung jawab.

Jieun menoleh ke arah pintu kala mendengar langkah kaki mendekat ke ruangan rawatnya. Ia kemudian menemukan wajah lega Jackson kala melihatnya sudah sadar.

"Kau ini pantang menyerah juga rupanya."

Jieun mencibir atas kalimat yang meluncur ringan dari bibir pemuda itu.

Ia tak mengatakan sepatah kata untuk membalas ucapan Jackson, dia hanya melihat pria itu berjalan ke kursi.

"Terima takdirmu, kau tidak akan mati dengan mudah."

Jieun tahu, tidak perlu dipertegas, bangunnya ia di rumah sakit juga sudah menjelaskan bahwa dia gagal lagi.

"Aku sebenarnya kagum padamu. Orang-orang melakukan percobaan sekali, dua kali dan mati, tapi kau, walau sudah gigih tetap saja gagal."

Jackson mengingat ketika Jieun berusaha gantung diri tapi ia memergoki Jieun, kemudian menembak kepala, digagalkan oleh Gin, dan yang paling sering dilakukan adalah mengiris nadi sehingga Gin berpikir untuk mengamputasi tangan Jieun saja. Mungkin Jieun juga lupa bahwa rumahnya diawasi CCTV selama dua puluh empat jam yang mana apa pun yang berusaha dia lakukan akan diketahui orang lain.

"Yaa! Katakan sesuatu, memangnya setelah overdose kau jadi bisu?"

Jieun memicing pada Jackson dan ia temukan seringaian mencemooh di wajah pria itu. Menyebalkan.

Agust'D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang