21| Bantuan? Ancaman?

235 27 0
                                    

Dengan malasnya, Jisoo harus keluar dari taxi yang dia tumpangi bersama Jinyoung. Namja itu juga ikut turun, padahal Jisoo sudah melarangnya. Keduanya tiba di kediaman keluarga Jisoo. Para penjaga rumah langsung membukakan pagar ketika melihat kehadiran Jisoo. Jisoo dan Jinyoung pun masuk ke dalam pekarangan rumah. Perlu diakui, rumah Jisoo sangatlah luas. Padahal, anggota keluarga yang mendiami rumah ini pun tidak banyak. Hanya ibunya, dan Kim Seok Jin. Sisanya hanya para pelayan. Itu pun mereka tinggal di rumah belakang, tidak di rumah inti. Anggota keluarga yang lain? Mereka lebih memilih untuk tinggal di luar negri. Lihat saja Jisoo. Dia memilih untuk melanjutkan studinya di Amerika meski dia tidak niat untuk sekolah. Melanjutkan kuliah di Amerika hanya alasannya untuk keluar dari rumah ini.

"Kau mau masuk?"tawar Jisoo yang dibalas dengan senyuman dan gelenggan dari Jinyoung.

"Aku tunggu disana saja. Kau tidak lama kan?"balas Jinyoung menunjuk bangku taman.

Jisoo mengangguk, tersenyum dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Begitu masuk, dia sudah disambut oleh Kim Seok Jin yang sedang duduk di sofa. Sepertinya pria itu memang sengaja duduk di sana untuk menyambutnya. Pria itu tersenyum pada adiknya yang baru saja masuk ke dalam rumah, "Hai, Jisoo."

Basa-basi. Jisoo tidak tertarik untuk menjawab sapaannya. Hanya membuang-buang waktu dan tenaganya saja. "Dimana eomma?"tanyanya langsung to the point.

Jin hanya tersenyum tanpa ingin menjawabnya. Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya. "Untuk apa kau mencarinya?"

"Bukan urusan mu."balas Jisoo.

Jin menghela nafasnya pelan sebelum akhirnya menahan lengan Jisoo ketika gadis itu hendak melewatinya. "Dengar ya Kim Jisoo. Kau jangan buat masalah lagi. Aku sudah membersihkan nama mu di media selama ini. Jangan mengotori nama mu lagi. Paham?"

Jisoo tersenyum sinis mendengarnya. Membersihkan katanya?
"Wuah, gomawo Kim Seok Jin oppa. Apakah aku harus membayar mu karena kau sudah membersihkan nama ku? Ah, seharusnya sih tidak perlu ya. Lagian, aku juga tidak meminta mu untuk membersihkan nama ku. Ditambah lagi, nama ku sudah sangat bersih." Dia ponselnya dan mulai mengotak-atiknya. "Apa nomor rekening mu? Biar aku transfer uang ke rekening mu agar kau bisa membersihkan hati dan pikiran kotor mu itu."lanjutnya.

Itu seperti sebuah hinaan yang ditujukan pada kakaknya. Ah, bukan kakaknya. Lebih tepatnya adalah si penghancur rumah tangga.

"Kau..eomma tidak ada di rumah."

"Eoh, Jisoo-ya, kau kemari?"

Keduanya kompak menoleh ke atas. Mendapati orang yang sedang mereka bicarakan sedang melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.

Jisoo tersenyum dan melirik Jin dengan sinis.
"Dia bilang eomma tidak ada di rumah."ucap Jisoo membuat ibunya melihat Jin dengan heran.

"Kenapa kau bilang eomma tidak ada di rumah Jin-ah?"tanya Dara penuh selidik.

"Tentu saja karena dia tidak ingin aku bertemu dengan mu."jawab Jisoo yang masih melirik Jin dengan sinis.

"Jisoo, jaga ucapan mu!"tegur Jin yang tidak terima.

"Jin, sudahlah."ujar Dara mencoba untuk menenangkan kedua anaknya.
"Kau mencari eomma? Sejak kapan kau kembali dari Amerika hm?"tanya Dara beralih ke putri kesayangannya.

"Aku baru saja tiba hari ini. Um, eomma. Bisakah kita bicara 4 mata? Aku tidak mau ada orang asing yang mendengar percakapan kita."

"Aku oppa mu Jisoo!"tegur Jin lagi yang tidak terima dibilang orang asing oleh Jisoo.

"Heihei, sudahlah! Kenapa kalian tidak pernah akrab?!"

"Cih, untuk apa aku akrab dengan orang sepertinya. Si perusak hubungan keluarga."

MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang