Part 25

7.2K 655 9
                                    

Tyas menggedikan bahunya dan mereka kembali berjalan. "Entah, sebagai adik mungkin? Kang Reza udah gue anggap kakak gue sendiri karena dia yang jagain gue semenjak abah meninggal, ya selain abah sendiri."

"Dia gak tahu kekuatan kamu, ya?"

Tyas menggeleng. "Kan gue udah bilang, ini rahasia banget ... warga desa gak ada yang tau. Orang luar pun cuman elo, itupun kepaksa karena lo tau soal abah."

Brendon mengangguk paham. "Abah di sekitar sini, ya?"

"Dia selalu di samping gue, dari tadi. Tabirnya di sekitar gue sama sawah." Lagi, Brendon mengangguk paham.

"Kalau mamah kamu?"

"Dia ...." Tyas menggantung kalimatnya, kemudian menatap Brendon kesal. "Jangan kepo, deh!"

"Eh ... mm ... maaf," kata Brendon agak takut melihat perubahan ekspresi itu, tampak Tyas enggan mengatakannya. "Aku bener-bener gak maksud."

"Iya, gak papa, udahlah ...." Tyas menghela napas panjang. "Emak ninggalin gue sama abah sekitar umur dua tahunan, gue tinggal sama abah aja jadinya ... gue gak tau nasib dia kek gimana, dan gue juga gak mau tau. Kata abah, dia pergi karena gak suka abah kerja cuman jadi petani doang."

"Ternyata kita punya masa kelam masing-masing, ya ...." Brendon menatap Tyas, tersenyum simpul.

"Dan kita gak seharusnya dinaungi masa lalu, gue gak benci ibu gue karena itu, lebih ke arah gak peduli aja, dan kalau dia hadir di hadapan gue ... gue bakal berlaku manusiawi aja, dan gue gak tau sekelam apa masa lalu lo ... gue rasa lebih kelam dari gue mengetahui ... yah, lo tau. Gue harap lo tetep menatap ke depan, diri lo yang sekarang, jangan bikin masa depan lo berantakan karena masa lalu lo. Kita ini makhluk sosial, dan kita harus ... berbuat baik pada semua orang. Jangan bikin masa lalu jadi patokan lo benci seseorang, lah. Move on!"

"Yah ... oke, Tyas ...."

Sesampainya di rumah, mereka pun berpisah. Brendon beristirahat sejenak sementara Tyas membersihkan diri, dan kemudian pria itu bergantian dengannya. Mereka lalu menuju dapur rumah Tyas untuk makan malam bersama.

Menyelesaikan makannya, keduanya pun diam di sana.

"Gue rasa gue gak ngantuk." "Aku rasa aku gak ngantuk."

Keduanya berkata bersamaan, kemudian tertawa tak jelas.

"Lo mau main monopoli?" tawar Tyas.

Brendon mengangguk. "Sure."

Keduanya pun ke depan menuju ruangan tengah, Brendon duduk bersila di lantai sementara Tyas mengambil permainan itu, meletakkan di antara mereka, dan mengikuti duduknya. Mereka pun memulai permainan itu ....

Dipenuhi canda dan tawa ....

Namun lama-kelamaan, rasa kantuk menyerang Tyas. Gadis itu melempar dadu dengan lemah, matanya pun sayup-sayup ketika menggerakkan bidaknya, dan Brendon tertawa pelan melihatnya. Tak tertahankan, Tyas pun terkapar tidur.

"Eh, astaga ...." Brendon menghampiri gadis itu, siap menyentuh dan membangunkannya namun ia merasakan sesuatu menembus tubuhnya dan itu membuatnya mengejang sesaat.

"Antisipasi," kata suara di kepala pria itu, yang tentu saja suara abah.

Tanpa disangka, dengan gaya bridal, Brendon pun menggendong Tyas menuju kamarnya. Dibaringkannya gadis itu lembut dan sesaat, ia diam memandangi Tyas. Dibalut pakaian sederhana, rambut hitam tergerai, kulit kekuningan nyaris cokelat, badan mungil ideal, bibir tipis, hidung mungil, pipi agak menggembung ....

"Cantik ...," gumam Brendon, yang langsung menampar dirinya sendiri.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

CEWEK INDIGO VS BOS SONGONG [Brendon Series - A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang