"Itu nanti bagian kamu, dua petak." Brendon mengangguk paham, menghela napas panjang.
Ia pun kembali membajak sawah bersama traktor itu, dan tepat di petak kedua selesai Tyas yang sempat pergi dan datang lagi bersama beberapa ibu-ibu dengan makanan memanggil para pekerja di gubuk. Semuanya pun berkumpul di sana.
"Istirahat dulu, makan, tunggu sampai cahaya mataharinya gak terik banget," kata Tyas, mengeluarkan makanan dari rantang-rantang.
Brendon meringis, menatap tangannya yang begitu merah dan tergores-gores. Sekalipun bermesin, cukup sulit mengendalikan traktor di kondisi lumpur yang demikian. Kakinya bahkan keram dan tetap terkena lumpur sekalipun sudah memakai sepatu boots yang kini ia lepaskan.
"Kenapa kamu, teh? Jangan nangis cuman luka begitu doang, mah! Lebay banget!" Reza menyeletuk.
Brendon belum menjawab ketika Tyas tiba-tiba menyeka tangannya dengan kain berair hangat, ia juga membersihkan kakinya yang kotor dengan itu. Rasa nyeri mereda karena gadis tersebut ....
Sementara Reza, yang mendapatkan jatah kainnya sendiri, malah menggigit kainnya geram melihat hal itu.
"Ya udah, nih cuci tangan, terus lo makan!" kata Tyas, menyerahkan kobokan dan Brendon membersihkan tangannya dengan itu.
"Neng, Akang mau dilapin, dong ...," kata Reza dengan nada manja.
"Sini aku lapin, Bang ...," kata seorang gadis yang berdandanan menor dengan bibir melebihi kapasitas, Reza yang siap ia seka langsung menghindar jijik.
"Dah, saya lap sendiri!" katanya kesal.
"Abang ganteng mau Eneng Cantik lapin?" Brendon hanya tersenyum sambil menggeleng.
"Brendon, cepetan makan! Nanti maag lo kambuh!" tegur Tyas tiba-tiba, dan Brendon pun langsung menyantap makanannya. "Pelan-pelan!"
Mereka makan siang bersama di gubuk kecil tersebut.
"Kamu, teh, jadi bisu atau apa? Dari tadi saya sama sekali gak denger kamu ngomong," kata Reza tiba-tiba, Brendon menatapnya memastikan pertanyaan itu memang untuknya. "Jawab saya atuh! Jangan ditatap doang begitu!"
"Kang, makan jangan ngomong!" tegur Tyas.
"I can speak, but I love action more." Reza ternganga, sementara Tyas tertawa pelan akan reaksi itu.
"Kamu, teh, jangan sok Inggris mentang-mentang muka kek orang Inggris!"
Brendon tertawa. "Saya bisa ngomong, kok, Kang."
"Terus kenapa kamu, teh, jarang ngomong, huh? Bisanya angguk, geleng, hah hoh hah hoh, nangis!"
"Entah, Kang." Semua yang ada di sana tertawa akan jawaban polos Brendon. Sementara Reza menggeram sebal.
Menyelesaikan makan siang mereka, beristirahat sejenak, akhirnya mentari tak seterik tadi. Mereka pun melanjutkan membajak sawah.
Hari itu pun selesai dengan cukup baik.
Semuanya pulang ke rumah masing-masing, termasuk Tyas dan Brendon, juga tak lupa Reza yang menengahi mereka walau akhirnya terpaksa terpisah karena sisi jalan lain yang harus ia tempuh menuju kost-an.
"Awas, teh, kamu ngapa-ngapain, Tyas! Awas!" ancamnya, sebelum akhirnya berbelok. Sesekali ia melihat ke arah Brendon dan Tyas meski terus berjalan menjauh.
"Dia suka kamu?" tanya Brendon tiba-tiba.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CEWEK INDIGO VS BOS SONGONG [Brendon Series - A]
Romance18+ Ketika bos songong dihadapkan dengan gadis indigo yang akrab dengan hantu ... apa jadinya? Berawal dari Tyas Yusuf yang menolak menjual sawah warisan ayahnya yang harus ia jaga ke seorang pemimpin perusahaan, Brendon Anderson. Siapa sangka, sete...