"Jadi, ini adalah peta D*** The Explorer ...." Brendon memejamkan mata dengan mulut mengantup, ia menggelengkan kepala lalu mengusap wajahnya kasar. "Maksud saya peta tentang tanah yang sangat berpotensi sebagai lokasi bangunan penjualan produk-produk kita. Karena apa? Bisa dilihat ... di bagian ...." Menyalakan laser, cahaya merah itu Brendon arahkan ke arah layar proyektor yang menampakkan peta bangunan. "Dua kota berseberangan, desa ini berada di tengah-tengah dan jika dilihat ... jalur yang ada di sana memperdekat antar dua kota tersebut. Strategis, dan luas, layaknya jidat saya."
Orang-orang di sekitar Brendon mengulum bibir menahan tawa, sementara pria itu memejamkan mata rapat-rapat.
"The heck happening to me?" gumamnya dengan penuh penekanan pelan. Ia mengusap wajahnya gusar. "Jadi saya perintahkan bagi kalian, apa pun caranya, dapatkan tanah itu. Saya yang kemarin melakukan observasi langsung ke lapangan, gagal karena saya makan terlalu banyak jengkol."
Salah seorang pria yang tertawa langsung membungkam mulutnya, sementara yang lain menahan bibir agar tak bersuara.
Melihat itu, Brendon berdiri dari duduknya dengan penuh amarah, menunjuk si pria yang sempat tertawa tadi. "Kamu kurang ajar! Kamu saya ...."
Brot!
Brendon terdiam, semuanya terdiam. Lalu suara itu pun datang lagi, dan asalnya dari ... pantat Brendon sendiri. Orang-orang di sana mengibaskan tangan ke udara, mereka mengernyit kebauan, dan Brendon langsung berlari keluar ruangan menuju kamar kecil.
Ia kunci toilet itu dari luar, masuk ke salah satu bilik, melepaskan celananya dan kemudian duduk di kloset yang telah ia buka. Diacak-acaknya rambutnya frustrasi, mengusap wajahnya pula dengan gusar.
Dan ia semakin frustrasi rasa sakit perut yang tadi sempat ia rasakan menghilang. Tak ada apa pun yang keluar setelah beberapa menit duduk di sana. Melepaskan celana panjangnya, Brendon membiarkan dirinya memakai kolor kemudian.
Ia keluar dari toilet, di mana nyatanya sang pria pendek berkacamata menungguinya. "Pak, Anda enggak—"
"Shut up!" Brendon membentak, kemudian berjalan mendahului pria itu. Dan sang pria yang sadar atasannya hanya memakai celana boxer-nya panik. Ia ingin memberitahu namun ia terlalu takut, dan hal itu membuatnya masuk ke toilet lagi dan mengambilkan celana atasannya cepat-cepat.
Namun sialnya, pintu toilet tiba-tiba terkunci begitu saja.
Alhasil, Brendon masuk ke ruangan, dengan semua pasang mata tanpa sengaja menatap ke area yang hanya ditutupi boxer itu. "Kenapa, kenapa kalian melihat—HOLY SHIT!" Brendon panik sendiri, ia keluar dari ruangan dengan napas memburu, dan memasuki lift.
Bermaksud ingin ke ruangannya, namun lantai yang diklik bukanlah lantai paling atas melaikan lantai paling dasar ruangan. Kala pintu terbuka, di mana banyak orang menungguinya, Brendon semakin mati kutu bersama wajah pucat dan keringat dingin.
Terlebih, mereka menatapnya.
Tanpa pikir panjang, Brendon berlari dengan wajah yang ia tutupi, malu setengah mati karena semua orang menatapnya yang berjas namun hanya memakai celana kolor di sana. Ia menuju parkiran, ke mobil berwarna putih miliknya di mana di samping mobil ada sopir yang tengah berbincang dengan satpam.
"Eh, Pak ...."
"Cepet bawa saya pulang! Pulang!" teriak Brendon dengan napas memburu, sopirnya yang bingung dan menahan tawa akan penampilan atasannya membukakan pintu untuk Brendon, Brendon masuk ke sana dan ia menyusul duduk di bangku sopir depan. "Cepat jalan! Cepetan!"
"I-iya, Pak."
Brendon masih dalam mode ketakutan, kebingungan, malu setengah matinya, dan panik di diskotek. Ia memejamkan mata erat-erat, mengacak-acak rambut frustrasi, pula gusar mengusap wajah. Ia mencubit dirinya sendiri kemudian. Sakit. Dan kala ia membuka mata ... wajahnya menyendu dan teramat stres.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CEWEK INDIGO VS BOS SONGONG [Brendon Series - A]
Romance18+ Ketika bos songong dihadapkan dengan gadis indigo yang akrab dengan hantu ... apa jadinya? Berawal dari Tyas Yusuf yang menolak menjual sawah warisan ayahnya yang harus ia jaga ke seorang pemimpin perusahaan, Brendon Anderson. Siapa sangka, sete...