"Saya ...." Brendon gemetaran sambil menangis, ia tak sanggup mengeluarkan kata-kata.
"Hadeh ... muka ganteng badan bagus, tapi cengeng!" ejek Reza kesal.
"Pak Brendon Anderson ini sempet mau beli tanah saya, Pak. Sawah warisan ayah saya. Tentu aja saya menolak karena beliau berpesan buat saya jaga sawah dan meneruskan warisannya," jelas Tyas. Pak RT mengangguk paham.
"Maaf ...." Hanya satu kata yang keluar, Brendon sesenggukan.
"Pak Brendon, sudah, sudah, jangan menangis! Intinya, Bapak harus mempertanggungjawabkan perbuatan Bapak. Dan sesuai Tyas bilang, Bapak aman dari pihak kepolisian, jadi saya yang akan menentukan hukuman yang pas untung Bapak, yaitu ... Bapak harus ganti semua kerugian yang dialami Tyas, bangunan dan beras benih yang terbakar, lalu yang lain Bapak juga harus kerja di sawah, ngebantu Tyas, hingga panen."
Tyas tersenyum puas mendengar hukuman itu.
Sementara Brendon awalnya aman-aman saja dengan ungkapan awal soal mengganti kerugian, namun hal kedua ... ia langsung mendongak menatap Pak RT tak percaya. "Apa, Pak? Gak cukup ganti rugi aja? Kenapa saya harus ... mmm ...." Brendon menghentikan kalimat dan hal itu membuat semua orang heran karena pria itu sendiri yang membungkam mulutnya.
"Udah, kamu nurut! Mau menderita saya hantui, huh?!"
Ia pun terdiam dengan hal itu, menjauhkan tangannya dari mulutnya sendiri. Diam-diam, Tyas menertawakan hal tadi.
"Kamu, teh, mau bantah terus masuk penjara gitu?" Brendon menggeleng cepat akan ungkapan Reza. "Ya udah, nurut atuh! Salah sendiri juga ... andai boleh saya tempeleng juga kamu sekarang!"
"Reza, jangan, ada pasal tentang itu," kata Pak RT mengingatkan.
Reza menyengir. "Eh, maaf, Pak." Pak RT hanya geleng-geleng kepala.
Tak lama, Bu RT pun datang bersama beberapa gelas minuman di nampan. Nyatanya, minuman itu hanya cukup untuk Tyas, Reza, dan suaminya.
"Lho, Bu. Buat Pak Brendon mana?"
"Dududu ...." Sang wanita malah bersenandung seraya melangkah ke dapur lagi.
"Udah, Pak RT, biarin aja dia seret!" Reza menertawakan Brendon yang masih diam saja, pasrah. Ia lalu meminum teh hangatnya.
"Dan soal pekerjaan Pak Brendon—"
"Saya bakal berhenti bekerja sampai hukuman saya selesai, saya bakal tinggal di desa selama hal itu," kata Brendon lancar tiba-tiba, atau lebih tepatnya abah.
"Hm ... saya sendiri sebenarnya gak punya saran akan kerjaan Bapak yang pasti akan terhambat, tapi kalau begitu keinginan Bapak ... silakan. Bapak bisa tinggal di kost pria bareng Reza."
"Bareng saya, Pak?" Reza kelihatan tak terima. "Saya gak mau tetanggaan sama penjahat!"
"Reza, jangan begitu, dia udah menyesal dan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya."
Tyas tersenyum. "Ya udah, Pak. Terima kasih banyak. Kalau begitu kami permisi dulu!" Tyas pun berdiri dari duduknya disusul Reza dan Brendon kemudian. Reza dan Tyas menyalami pria tua itu sebelum akhirnya keluar dari rumah Pak RT sementara Brendon menyusulnya dengan gontai.
Setelah berada di luar, mereka bertiga berjalan bersama dengan Brendon berada di tengah-tengah mereka.
"Eh, hukumannya kapan mulai, Neng? Sekarang atau besok?" tanya Reza tak lama kemudian, ia menggeser Brendon di tengah dan kini ia yang berada di tengah. "Kamu ... jangan coba-coba kabur, ya!"
"Tenang, Kang. Dia gak bakal bisa kabur." Tyas terkikik geli. "Sekarang aja, dia bantu gotong royong bangun gudang. Akang pergi sebentar bisa? Gue mau ngomong sama dia berdua, sebentar."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CEWEK INDIGO VS BOS SONGONG [Brendon Series - A]
Romance18+ Ketika bos songong dihadapkan dengan gadis indigo yang akrab dengan hantu ... apa jadinya? Berawal dari Tyas Yusuf yang menolak menjual sawah warisan ayahnya yang harus ia jaga ke seorang pemimpin perusahaan, Brendon Anderson. Siapa sangka, sete...