Tyas terdiam karena hal itu, keduanya sama-sama malu.
"Tenang aja, Abah gak bakal ganggu, kecuali ... yah itulah. Abah diam di sini!" kata Brendon lagi, kemudian menggedikan badannya geli. Abah tidak keluar dari badannya, masih ia rasakan ada di dalam sana, namun ia seakan berpindah-pindah di badannya.
"Maaf, Yas ...."
"Hust, udah, aku gak mau inget!" Tyas menghela napas panjang.
Brendon tertawa kikuk.
Mobil pun terus meluncur hingga ke jalan besar, Tyas memperhatikan di balik jendela suasana yang mulai mengkota.
"Kangen, udah lama enggak ke kota," kata Tyas memperhatikan banyak hal di kota tersebut.
"Sama, sih. Hampir sebulan ...." Brendon menggedikan bahunya. "Gak lama udah liatnya doang, sih. Kalau kangen enggak, bosen iya." Ia tertawa pelan. Dan tiba-tiba ... perut Brendon berbunyi.
"Kamu belum makan siang tadi, kan?" tanya Tyas, Brendon tertawa pelan lagi.
"Kita ... ke restoran deket sini, ya?"
"Mm ... iya, kamu harus makan, takutnya maag kamu kambuh," balas Tyas tersenyum hangat.
"Maaf jadi telat ke—"
"Gak usah buru-buru soal itu, sih. Santuy!" Keduanya tertawa.
"Secepatnya abis makan ini, aku pengen buru-buru nentuin semuanya!"
Mereka pun menuju ke sebuah restoran yang kelihatan mewah di dekat sana, Tyas ternganga melihat bangunan elegan itu kala ia dan Brendon keluar dari mobil. Keduanya kemudian melangkah untuk masuk ke restoran namun beberapa penjaga menahannya.
"Lho, apa-apaan ini?" tanya Brendon tak percaya.
"Maaf, Pak. Ada baiknya Anda ke restoran lain ...."
"Emang kenapa restoran ini?" tanya Brendon, penjaga itu hanya bertukar pandang. "Saya punya uang," kata Brendon lagi, penjaga-penjaga tersebut masih diam. "Oh, apa ini karena penampilan kami, ya? Kampung, huh? Apa salahnya kami makan di restoran elite? Lagian ... restoran ini punya saya, kok!"
Lagi, para penjaga itu bertukar pandang, bingung. Sebelum akhirnya, tertawa terbahak-bahak.
"Kurang ajar banget kalian! Mau saya pecat, ya?!" tanya Brendon kesal. "Panggil manajer restoran sekarang juga! Saya pengen ngomong sama dia!" Dan mereka masih tertawa.
"Brendon, udah!" Tyas berbisik menenangkan.
"Ini enggak bisa dibiarin, Tyas. Mereka mandang orang berdasarkan kasta! Sesombong-sombongnya saya, saya gak bakal lakuin ini!" Brendon menatap kesal keduanya. "Nama saya Brendon Anderson!"
"Anda? Pak Brendon Anderson? Seganteng ini? Maaf, kami tahu Pak Anderson ... dia ...."
"Apa? Jadi saya jelek pas janggutan?!" Tyas menggigit bibir bawah, tak jelek ... namun kelihatan tua saja. "Kalian enggak percaya saya Brendon Anderson, huh?! Bakal saya buktiin ke kalian! Sekarang, panggil manajer kalian!" perintahnya sebal.
Sementara Brendon menuju mobilnya, dan Tyas mengekori.
"Brendon, udah, jangan urusin itu! Kita makan di tempat lain aja!"
"Enggak bisa, Yas! Aku harus nanganin ini!" kata Brendon sebal. Ia mencari-cari sesuatu hingga akhirnya mendapatkan ponsel cadangan dan dompetnya. Ia langsung menghubungi seseorang yang mempercayainya paling pertama untuk datang ke sini.
Sekretarisnya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CEWEK INDIGO VS BOS SONGONG [Brendon Series - A]
Romance18+ Ketika bos songong dihadapkan dengan gadis indigo yang akrab dengan hantu ... apa jadinya? Berawal dari Tyas Yusuf yang menolak menjual sawah warisan ayahnya yang harus ia jaga ke seorang pemimpin perusahaan, Brendon Anderson. Siapa sangka, sete...