Hari Senin pagi terasa sangat melelahkan bagi Adel. Suhu panas matahari membuat anak-anak mengeluh saat upacara bendera. Pagi dingin yang sebelumnya mengalihkan Adel dari mimpi indahnya kini berubah menjadi rasa kesal yang mendera.
"Hih, kok udah pagi sih? Padahal mimpiku tadi seru banget," keluh Adel saat membuka mata dan melihat jam yang menunjukkan waktu bangun.
Dia buru-buru menuju kamar mandi dan siap-siap ke sekolah. Sesampainya di sekolah dan menuju kelas, Adel melihat Sahil yang sudah lebih dulu hadir.
"Eh Hil, tumben kamu udah datang?" tanya Adel penasaran.
Sahil, yang tampak segar meski pagi itu belum terlalu cerah, menjawab, "Aku bangun lebih pagi."
"Ohh gitu," kata Adel sambil masih memikirkan mimpinya.
"Kenapa ya waktu malam nggak lama seperti yang aku bayangkan? Padahal mimpi aku seru banget, Sahil nabrak pohon... Ah, kenapa sih harus terputus?" pikir Adel kesal.
Bel berbunyi
Kring kringSemua anak bergegas ke lapangan upacara. Anak-anak perempuan mengeluh kepanasan, takut skincare-nya luntur dan sebagainya, tapi Kella dan Adel tampak tenang. Mereka memahami bahwa upacara adalah bentuk penghormatan yang tidak bisa dipandang enteng. Mereka tidak memakai makeup karena mereka memang tomboi dan lebih memilih kesederhanaan.
Setelah upacara selesai, anak-anak kembali ke kelas. Adel tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Eh Hil, tadi kamu nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Adel khawatir.
Sahil menjawab, "Nggak."
"Oh, kirain tadi kamu kebentur apa gitu," kata Adel.
Sahil, yang mulai bingung, bertanya, "Emangnya kenapa?"
"Ya soalnya aku mimpiin kamu nabrak pohon," jelas Adel dengan serius.
Sahil merasa aneh, "Lah kok bisa mimpiin aku?"
Adel menjawab dengan nada enteng, "Karena kamu sering marah-marah sama aku."
Sahil hanya bisa menghela nafas mendengar penjelasan itu.
"Aku pengen bisa main voli, Hil," kata Adel penuh harapan.
"Ya, belajar aja," jawab Sahil datar.
"Ajarin aku voli dong, Hil," pinta Adel penuh semangat.
"Maaf, kalau sekarang nggak bisa," kata Sahil menolak lembut.
"Nanti pulang sekolah, dong," kata Adel, mencoba mencari solusi.
"Nanti aku ada turnamen," kata Sahil.
"Dimana?" tanya Adel penasaran.
"Sport Center," jawab Sahil singkat.
"Lah, aku ikut dong," kata Adel, merasa antusias.
"Emangnya mau ditaruh dimana?" tanya Sahil setengah bercanda.
"Di ban juga nggak papa, Hil," jawab Adel dengan nada bercanda juga.
Sahil menggelengkan kepala, "Lah.."
"Yang penting bisa kesana," kata Adel penuh tekad.
"Udahlah, aku bonceng nanti," kata Sahil, menyerah.
"Yeee, dibonceng!" sorak Adel dengan senang.
Sahil hanya menghela nafas dan Adel mengingatkan, "Jangan ngebut, nanti nyeruduk pohon."
"Lah.." sahut Sahil lagi, setengah tak percaya.
"Kayak di mimpi aku," tambah Adel sambil tersenyum.
"Itu cuma mimpi, del," kata Sahil, mencoba menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SI HUMORIS
UmorismoSI HUMORIS bukan hanya tentang tawa dan canda, tetapi juga tentang persahabatan yang erat dan saling mendukung. Mereka saling menguatkan saat sedih, saling menghibur saat terpuruk, dan selalu ada untuk satu sama lain dalam suka dan duka. Kisah merek...