lovelyn - 20

59 8 0
                                    

Faraz menahan tangan adiknya, begitu Irza ingin membuka handle pintu ruang perawatan ibunya.

"Kak?" Irza mengerutkan keningnya mempertanyakan sikap Faraz. Meskipun ia sudah menduga apa yang ada dibenak kakaknya tersebut.

"Kamu yakin enggak ada hubungan spesial dengan Olyn?" Irza langsung mendengus lelah menanggapi pertanyaan yang sudah ditebaknya.

"Sama sekali enggak." Irza menatap kedua mata Faraz dengan sedikit menunduk. "Olyn itu sudah punya pacar. Lagi pula dia itu benci sama aku. Dia kesini cuma mau jengguk ibu karena dia pernah kenalan sama ibu. Enggak kurang enggak lebih. Jadi jangan coba-coba ngomong hal seperti ini sama dia. Aku enggak mau Olyn semakin benci aku karena kamu salah paham sama kita."

Irza menekan handle pintu yang sudah ada dalam genggamannya dan siap mendorong untuk membuka. Namun ucapan Faraz menahannya sejenak.

"Aku bukan tanya perasaan Olyn ke kamu Za. Tapi aku tanya perasaan kamu ke Olyn. Apa kamu juga benci dia? Atau kamu ... "

"Jangan tanya hal yang tidak berguna Kak." Irza segera mendorong pintu dan kembali menutupnya, membiarkan pertanyaan Faraz yang belum selesai mengantung begitu saja.

Tidak ada yang perlu Irza jawab mengenai pertanyaan yang ia tahu akan mengarah kemana. Semuanya tidak akan berguna. Apapun perasaannya tidak akan mengubah kenyataan yang sudah terjadi. Lagipula Irza sudah tidak peduli lagi dengan perasaannya. Perasaan tidak akan menyelamatkannya dari problematika kehidupannya, justru hanya akan membuat kacau hidupnya. Jika ia akan menikah, ia cukup mencari istri yang cocok dengan ibunya. Cinta, sudah tidak berguna lagi sekarang.

☆☆☆

Angel tersenyum miring mendengar penjelasan Ian tentang hubungannya yang sudah berakhir dengan Olyn. Ia mengelus punggung Ian yang tertunduk dengan kedua belah tangan menopang wajahnya. Semua ucapan Ian sudah menjelaskan segalanya, menjawab siapa pemilik hati pria itu.

"Kamu tetap harus datang ke pernikahan aku An." Angel memeluk punggung Ian erat. Ian menarik nafasnya dalam.

"Iya, aku akan datang. Anggaplah sebagai upacara perpisahan kita juga." Angel terkekeh hampa mendengar ucapan Ian yang terdengar konyol. Tapi ia bergumam setuju pada akhirnya.

"Thanks for everything An. Makasih juga kamu sudah mengakhiri semua ini. We will be okay." Angel berbisik lirih dengan tetap memeluk Ian erat.

"Ya ... we will be okay." Ian menarik sebuah senyuman yang justru bukan menghadirkan kebahagian tapi menghajarnya dengan rasa kepedihan. Ia sudah memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ia tidak bisa terus-terusan menjadi sosok yang dibencinya. Ian harus menjadi dirinya yang sebenarnya. Ia lebih baik dari pada ini. Ia harus berubah, dan untuk merubah segalanya ia perlu memulai segalanya dari awal lagi.

Angel mengusap air matanya yang tanpa sadar sudah menetes dan membasahi kemeja Ian pada bagian punggungnya. Ia sudah mempersiapkan diri untuk kehilangan cintanya. Tapi begitu pria yang ada di pelukannya ini benar-benar mengatakannya, ternyata rasanya tetap perih juga. Meskipun Angel cukup senang dengan keberanian Ian untuk segala keputusannya. Karena ia tahu, Ian bisa lebih baik daripada sebelumnya. Ia hanya perlu memaafkan ayahnya dan belajar menerima segalanya. Ian hanya perlu membuka pintu hatinya yang sekeras baja. Tidak, hatinya sudah terbuka. Angel sudah tahu siapa penghuninya.

"Aku akan tetap mencintaimu An." Angel melepaskan pelukannya sambil kembali mengusap air matanya.

Ian menegakan posisi duduknya lalu meraih Angel kedalam pelukannya, mengelus kepala Angel lembut lalu mengecupnya.
"Terima kasih atas perasaan kamu dan sentilan kamu yang menyadarkan aku. Andai kita ... "

LoveLynWhere stories live. Discover now