lovelyn - 25

55 10 0
                                    

Irza sudah kembali bekerja setelah seminggu berduka dan rutinitas yang melelahkan kembali dijalani. Irza terlihat baik-baik saja setidaknya wajahnya sudah tidak semuram saat hari pemakaman ibunya. Tapi Olyn tahu bahwa Irza hanya berusaha kuat dengan tenggelam bersama pekerjaannya. Olyn sendiri pun demikian, hari-hari ia lewati dengan belajar dan bekerja. Ia dan Ian sudah tidak terlibat percakapan tentang perasaan lagi kecuali tentang pekerjaan.

Waktu berjalan begitu cepat, tanpa sadar Irza, Olyn dan Ian melewatinya begitu saja. Sampai tiba dimana Ian harus mengucapkan selamat tinggal akhirnya. Dihari terakhir ini Ian hanya melakukan acara pamitan pada teman-temannya di kantor. Ia berkeliling factory dan mengakhirinya di divisinya sendiri.

Ian memeluk Mas Pras erat, dua buah tepukan mendarat di punggung Ian yang dihadiahkan oleh Mas Pras.
"Hati-hati ya An. Jangan nakal disana kaya pas disini." Ledek Mas Pras dengan cengiran. Ian hanya tertawa-tawa menanggapinya dengan anggukan singkat.

"Kangen deh mas nasehatmu yang panjang lebar hahaha." Ian sekali lagi memeluk Mas Pras. Kemudian ia beralih menatap Olyn. Wanita itu sedang tersenyum ke arahnya. Ian tersenyum cukup lebar lalu mengulurkan tangannya.

"Semangat ya Lyn. Aku yakin kamu bisa gantiin posisi aku dengan baik nantinya."

"Iya An. Siap-siap aja nanti aku telepon kalau ada masalah yang enggak bisa aku beresin nanti." Olyn setengah bercanda mengucapkan hal itu. Ian pun hanya mengangguk-angguk.

"Kamu ini ngerepotin Ian aja Lyn. Dia juga pasti sibuk sama kerjaan barunya disana nanti." Irza mengetukan gulungan kertas ke kepala Olyn. Wajah Olyn yang memutar matanya kesal membuat Mas Pras dan Ian terkikik geli.

"Kamu akan kangen Olyn deh An. Disana enggak ada ceweknya kan?" Mendengar ucapan Mas Pras, Ian langsung mengangguk cepat.

"Iya disana enggak ada ceweknya. Mata bisa cepet busuk deh nih enggak ada yang beningnya hahaha." Ian masih saja tertawa, ia memang terlihat bahagia meskipun juga sedih karena akan berpisah. "Iya Mas, aku pasti akan kangen Olyn. Murid aku yang paling rajin." Ian mengacak-acak rambut Olyn dengan gemas.

Olyn tiba-tiba jadi sedih. Kenangannya saat pertama kali bertemu Ian dulu kembali hadir. Ian yang selalu baik membantunya dan senyuman hangatnya. Semakin lama Olyn semakin kagum dengan sosok Ian dan terus memperhatikannya dalam diam. Lalu ketika tiba-tiba Ian mendekatinya, mengajaknya berpacaran. Semua kenangan indah mereka. Perasaan nyaman ketika berada di pelukan Ian. Olyn jadi merasa sedih. Ia juga kehilangan Ian dengan cara paling tidak di duga. Semua kebohongan yang Ian lakukan lalu keputusannya yang pergi tiba-tiba. Runtutan kejadian ini seperti kereta, melaju dengan amat cepat. Sampai kadang Olyn berpikir apakah tahun ini betul nyata?

"Lyn..." Ian menyentuh tangan Olyn yang gemetar.

Olyn menunduk dengan air mata yang sudah mengenang. Ian meraih Olyn dalam pelukannya. Olyn pun menangis akhirnya.

"Tenang aja Lyn. Kamu pasti bisa." Bisik Ian lembut.

"Jaga diri An. Jadilah lebih baik disana." Olyn mengucapkan semuanya dalam dekapan Ian.

Mas Pras jadi canggung melihat keduanya dan memilih berpura-pura mengecek layar komputernya tiba-tiba. Sementara Irza menatap Ian dan Olyn yang sedang berpelukan dengan pandangan yang sulit terbaca.

"Iya. Aku pasti jadi lebih baik." Ian melepaskan pelukannya lalu sekali lagi mengelus kepala Olyn dengan senyuman tipis.

Olyn menghapus air matanya dan juga tersenyum.

"Pak ..." Ian menghadap Irza. "Saya pamit."

Irza tersenyum. "Enggak usah panggil bapak lah An. Aku bukan lagi bos kamu sekarang. Teman mana ada sih yang panggil kaku gitu?"

LoveLynWhere stories live. Discover now