Faraz melirik Irza dengan tatapan geli. Semingguan ini Irza tampak sangat senang. Lain dari biasanya. Entah sudah berapa lama Irza tidak terlihat sebahagia ini. Faraz merasa bahwa ada hal baik yang terjadi dengan adiknya itu. Awalnya dia tidak mau banyak berkomentar tapi rasa penasarannya akhirnya tidak tertahankan.
"Baru dapet pacar baru ya Za?" Faraz menyenggol bahu Irza yang baru saja selesai merapihkan pakaian kotor ibunya yang akan dia bawa ke laundry.
"Kamu punya pacar Za?" Ibunya bertanya dengan suara lemah. Kondisi beliau memang belum juga membaik. Meskipun dirinya masih bisa berkomunikasi dengan lancar tapi untuk melakukan hal lain sudah tidak bisa. Tubuhnya sudah lemah digerogoti penyakitnya.
Irza mengangkat alisnya terkejut dengan pertanyaan kedua wanita itu. "Enggak kok," jawabnya singkat.
"Terus kok kamu tumben banget keliatan senang gitu?" Faraz memicingkan mata penuh selidik. Irza mendengus kesal.
"Kaya enggak seneng gitu, adiknya bahagia ya. Serba salah."
"Abis biasanya kamu kan murung terus. Tapi sejak semingguan ini kayanya kamu seneng banget. Iya kan Bu?" Faraz meminta dukungan pada Ibunya. Wanita tua itu mengangguk singkat.
"Iya Za. Ibu sih seneng kamu bisa banyak senyum kaya sekarang. Tapi kalau ada berita baik ya di bagi ke kita juga loh Za." Irza mendekati ibunya lalu mengelus tangan ibunya lembut lalu mengecupnya.
"Irza cuma lagi belajar bahagia tanpa perlu alasan. Cukup bersyukur bisa terus kumpul sama Ibu, sama keluarga kita. Kalau kalian aja udah buat Irza bahagia. Kenapa harus cari yang susah-susah." Irza tersenyum menatap wajah Ibunya yang juga tengah tersenyum.
"Susah-susah? Maksud kamu istri?" Faraz langsung nyeletuk ketus.
Irza melotot tajam kearah Faraz setelah merasa ucapan kakaknya itu super menyebalkan. "Jangan cuma protes lah Kak. Kalo kamu aja enggak bantuin nyari!"
"Oh mau dicariin? Oke. Awas kalau kamu kabur pas dikenalin nanti!" Faraz mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah Irza. Melihat kedua anaknya Ibu mereka hanya bisa senyum-senyum sebagai ganti tawa.
"Asal jangan yang modelnya kaya kamu sih ya enggak akan kabur lah." Irza menyeringai penuh nada meledek. Faraz langsung dongkol setengah mati.
"Kurang ajar! Pantesan aja jomblo terus!" Balasnya tanpa belas kasihan.
☆☆☆
Setelah membuat janji bertemu dengan Agil tanpa sepengetahuan Gladis. Irza mengetuk pintu rumah mereka. Bukannya jawaban atas ucapan salamnya, ia justru mendengar pertengkaran antara Gladis dan Agil secara samar-samar. Irza mencengkram tangannya sendiri dalam genggaman. Mendengar suara tinggi dari pasangan suami istri itu. Padahal ia datang hari ini untuk menyelesaikannya dengan perlahan tapi sepertinya semua terasa terlambat.
Irza melangkah mundur karena kaget tiba-tiba pintu terbuka dan Gladis muncul dari sana. Mata wanita itu sudah sembab berlinang air mata. Di sudut bibirnya terluka seperti habis dipukul. Irza menatap nanar pada Gladis lalu beralih menatap Agil yang sedang berkacak pinggang.
"Za ..." Gladis berlindung di belakang punggung Irza.
"Oh! Lu dateng di waktu yang tepat Za." Agil menyeringai dengan cara paling sinis yang bisa ia perlihatkan. Irza melepaskan tangan Gladis yang tau-tau sudah mencengkram lengannya. Ia menatap mata Gladis yang terlihat ketakutan juga penuh rasa kecewa secara bersamaan.
"Maafin aku Dis. Tolong lepasin." Ucap Irza dengan tenang.
Agil mendengus geli melihat istrinya yang tampak shock. "Gue udah tau hubungan kalian. Enggak usah pura-pura Za! Kedatangan lu kesini juga buat ngerebut dia kan?!" Agil mengedikan dagunya kearah Gladis. "Lu masih enggak rela karena dia lebih milih gue?! Dan cuma jadiin lu selingkuhan hah?!" Cecar Agil dengan mulai melangkah mendekat.
YOU ARE READING
LoveLyn
ChickLitOlyn bukannya tidak percaya cinta, ia hanya tidak percaya diri bisa mendapatkan cinta setelah semua kegagalannya. Sementara ibunya meminta ia segera menikah padahal pacar saja tidak punya, membuat Olyn membenci cinta. Meskipun diam-diam Olyn mengagu...