Mengikuti reuni seperti ini adalah sebuah langkah yang cukup besar untuk Olyn. Kehadirannya sekarang disebuah aula besar kampusnya untuk bertemu dengan teman-teman kuliahnya merupakan titik kembali. Ia harus menghadapi apapun yang sudah membuatnya menjadi sosok seperti sekarang ini. Ia ingin berubah menjadi lebih baik, seperti kata Ian. Ia hanya perlu membuka dirinya, hal pertama yang perlu ia lakukan adalah menerima masa lalunya dengan lebih lapang dada tanpa penyesalan.
Awal-awal Olyn memang masih ragu dan justru malah asik bercengkrama dengan dosen-dosennya. Ia hampir melupakan bahwa ia harus berbaur dengan semua temannya.
"Gimana kerjaannya Lyn?" Tanya dosen fisika terapannya, Bu Tatun.
"Lancar kok Bu. Banyak banget hal baru dan saya jadi belajar lagi, udah kerja tapi berasa kuliah terus." Olyn tertawa kecil. Bu Tatun pun manggut-manggut sambil ikut tertawa.
"Enggak tertarik lanjutin kuliah Lyn? Kamu perempuan loh. Mau sampai kapan kerja di pabrik kaya gitu?" Pak Janus, dosen instrumentasinya mulai angkat bicara.
Olyn tersenyum malu-malu. "Ada niat sih Pak, cuma ..."
Melihat Olyn yang seperti menyembunyikan keinginannya membuat Bu Tatun menepuk bahu Olyn lembut. "Ada pendaftaran beasiswa loh Lyn. Kamu coba ikutan aja, siapa tahu emang rezeki kamu."
"Iya Lyn dicoba aja. Siapa tau kamu tertarik jadi dosen atau cuma sekedar tambah ilmu lah." Sambung Pak Janus.
Informasi dari kedua dosennya ini membuat Olyn tersenyum penuh minat. Ia berpikir mungkin sebaiknya dicoba. Toh tidak ada yang akan dirugikan. Lagipula ini jalan yang baik juga. "Boleh deh Bu, Pak, nanti saya daftar."
"Apa kabar Bu Tatun dan Pak Janus?" Suara Irza membuat Olyn menatapnya sinis, menganggu bincang-bincangnya saja. Ngapain juga Irza tau-tau muncul disini, bukannya bergabung saja dengan teman seangkatannya di sudut sana. Olyn melirik bagian tempat angkatan Irza berada. Ada Agil yang sedang memandang kearahnya.
Pantas saja Irza tidak betah berada diangkatannya. Keberadaan Agil pasti menganggunya, jadi ia memilih menganggu Olyn untuk menghindar. Olyn menduga bahwa keadaan diantara mereka belum membaik.
"Ibu baik. Apa kabar Za?" Bu Tatun bertanya dengan ramah.
"Bapak juga baik Za. Gimana kamu sekarang masih suka bikin percobaan?" Pak Janus tertawa sambil merangkul Irza.
"Baik kok Bu, Pak. Udah enggak sempat lah Pak. Banyak kerjaan." Irza menggeleng singkat. Olyn menatapnya tanpa minat. Kalau diingat-ingat kenangannya semasa kuliah memang tidak ada Irza disana. Dia selalu fokus dengan Agil. Jadi Olyn tidak tahu mahasiswa macam apa Irza itu.
"Ibu dengar kalian satu perusahaan?" Bu Tatun menatap Olyn dan Irza bergantian.
"Iya betul Bu. Satu divisi malah." Irza tersenyum sambil melirik Olyn. Tapi wanita itu justru mengalihkan pandangannya.
"Oh ya? Bagian apa Za?" Pak Janus yang kini mulai penasaran dengan kondisi kedua anak didiknya beda generasi ini.
"Production Engineering Pak," ujar Irza.
"Dia bos saya loh Pak," sambung Olyn enteng.
"Oh gitu? Terus gimana rasanya senior jadi bos Lyn?" Bu Tatun bertanya dengan nada godaan yang khas. Bu Tatun pasti bisa melihat wajah Irza yang berubah jadi tertekuk.
Irza tampak bersiap-siap mendengar Olyn akan mengungkapkan hal-hal yang tidak baik tentangnya.
"Awalnya menyebalkan bu. Bang Irza nge-bossy banget, kerjaannya perintah ini itu tanpa peduli kerjaan yang sebelumnya juga belum selesai."
YOU ARE READING
LoveLyn
ChickLitOlyn bukannya tidak percaya cinta, ia hanya tidak percaya diri bisa mendapatkan cinta setelah semua kegagalannya. Sementara ibunya meminta ia segera menikah padahal pacar saja tidak punya, membuat Olyn membenci cinta. Meskipun diam-diam Olyn mengagu...