Punggung yang sudah dikenal Olyn sedang duduk di kursi kerja miliknya, memandangi semua benda yang ada diatas meja dan beberapa foto, juga hiasan yang terpasang di kubikel. Tangan pria itu menyentuh salah satu foto Olyn bersama seorang anak macan putih di Taman Safari. Dengan perasaan tidak nyaman Olyn berdehem agar pria itu menghentikan apapun yang sedang ia lakukan dan pikirkan.
"Oh kamu udah dateng Lyn." Ian meletakan kembali foto tersebut dan bangkit dari kursi Olyn.
"Belum bel loh. Udah mau mulai pelajarannya?" Tanya Olyn berusaha santai seraya mengambil alih tempat duduknya.
"Aku nunggu kamu cuma mau kasih ini." Ian menyodorkan sebuah novel chicklit, kontan Olyn menatapnya tidak mengerti. Seingat Olyn ia tidak suka baca novel, begitu juga dengan Ian.
"Aku enggak suka baca novel. Kalau mau kasih hadiah, drama korea aja An." Olyn beralih menekan tombol power komputernya tanpa melirik Ian lagi, mengabaikan novel chicklit tersebut tergeletak begitu saja tanpa disentuhnya.
"Kamu bisa baca kalau lagi senggang aja Lyn. Ceritanya bagus, aku udah baca." Jelas Ian tanpa diminta. Olyn mendengus tidak kentara, sudah tidak mengerti dengan apa maksud Ian melakukan hal seperti ini. Jika ia berusaha mencari topik pembicaraan dengan sebuah novel, jelas ia salah. Olyn tidak akan semudah itu lagi membuka dirinya, apa lagi untuk orang yang jelas-jelas sudah mempermainkannya. Ia memang sudah memaafkan tapi memaafkan bukan berarti melupakan.
"Enggak nyangka kamu suka baca novel." Olyn menatap layar komputernya dan mulai mengecek beberapa surel yang masuk.
"Aku emang enggak suka baca novel. Tapi ada sesuatu di dalam novel itu yang perlu kamu tahu Lyn." Ian menarik sebuah kursi ke sebelah Olyn lalu duduk, ia mengelus tangan Olyn yang berada diatas mouse.
Olyn menyingkirkan tangannya supaya tidak bersentuhan lagi dengan Ian.
"Enggak ada yang perlu aku tahu lagi An. Ambil ini! Aku enggak akan pernah mau baca." Olyn menarik novel tersebut lalu menempelkannya pada dada Ian dan melepaskannya, sampai novel tersebut jatuh kepangkuan Ian. Sama seperti hatinya yang sudah ia tempelkan pada hati Ian tapi dibiarkan jatuh begitu saja. Ironis.
Ian meraih novel tersebut lalu bangkit berdiri dari tempatnya. Ia menatap Olyn dengan tatapan pilu. Ia tahu ia telah menyakiti hati wanita itu, ia bahkan tidak bisa menjelaskan apapun yang ada di pikiran dan hatinya kepada Olyn. Bukan salah Olyn jika menolak dirinya dan menjauh sejauh yang dia bisa, karena jelas ia tidak pantas mendapatkan kebaikan Olyn lagi. Kebaikan dan juga perasaan yang ia sia-siakan. Menghancurkan kepercayaan Olyn dengan tindakan bodoh. Seharusnya sejak awal dia tidak mendekati Olyn dengan niatan yang salah, sehingga ia sulit membenarkannya sekarang. Ian berbalik badan dan kembali ke kubikelnya begitu Mas Pras dan Irza terlihat memasuki ruangan.
Olyn menghela nafas lega, meskipun matanya terasa amat panas. Ia tahu sejak hari ini dan sampai sebulan kedepan kehidupannya akan sulit. Tapi ia sudah memutuskan menerimanya dengan berani. Sudah seharusnya ia menjadi sekuat yang ia inginkan. Ia tidak perlu menangisi lagi nasibnya. Sudah cukup semalaman ia menangis setelah dengan jujur mengaku kepada kedua orangtuanya bahwa ia sudah putus dengan 'pria itu'. Ibu dan bapaknya hanya diam terpaku tidak bicara apa-apa lagi dan membiarkan Olyn kembali ke kamarnya. Tapi Olyn tahu bahwa mereka kecewa karena harapannya hancur. Melihat anak perempuan satu-satunya yang semakin berumur dan belum bertemu jodohnya sampai sekarang. Sementara mereka sendiri juga semakin tua termakan usia.
Diusapnya wajah Olyn dengan lelah. Ia menoleh pada dinding kaca besar yang ada disebelah kirinya. Bukannya mendapat pemecah perhatian yang bisa membuat Olyn teralihkan dari rasa sakitnya, justru ia malah melihat Angel. Sahabatnya itu, tersenyum tipis dengan wajah menyesal. Tapi Olyn tidak merasa bahwa Angel harus menyesal atas perbuatannya, hubungannya dengan Ian sudah terjalin lebih dulu. Justru mungkin ini semua salah dirinya. Olyn bahkan sudah tidak menjenguk Angel setelah Ian mengakui segalanya. Lagi-lagi persahabatnya harus diguncang dengan seorang pria. Olyn sudah biasa dan sudah hafal harus berbuat apa. Lalu dia menarik senyuman ramah. Setidaknya cukup hubungan percintaannya yang kandas. Ia tidak perlu menghancurkan hubungan persahabatannya juga. Ini semua juga bukan salah Angel ataupun salah Ian sepenuhnya, sebenarnya. Ini salahnya yang terlalu naif.
YOU ARE READING
LoveLyn
ChickLitOlyn bukannya tidak percaya cinta, ia hanya tidak percaya diri bisa mendapatkan cinta setelah semua kegagalannya. Sementara ibunya meminta ia segera menikah padahal pacar saja tidak punya, membuat Olyn membenci cinta. Meskipun diam-diam Olyn mengagu...