2: Kehadiran

957 115 0
                                        

" Kapan kamu merasa kehadiran seseorang mulai penting? Mungkin saat dia sudah tidak terjangkau lagi.

Hanin baru saja membereskan kertas-kertas yang berserakan di kamarnya, berisikan script mentah naskah film pendek terbaru yang rencananya akan diproduksi dua bulan lagi. Rencananya hari ini ia akan mengkonsultasikan scriptnya ke Bang Tegar. Bang Tegar sendiri adalah anggota paling senior di Derap Langkah,ia sudah pernah bekerja secara professional dengan beberapa produser film terkenal lewat agensi tempat ia sebelumnya bekerja, hanya saja ia tidak satu visi misi dengan mereka sehingga ia keluar. Hingga akhirnya ia bertemu Birru satu tahun lalu yang saat itu sedang berencana membangun usaha di bidang film pendek sehingga akhirnya mereka memutuskan membuat Derap Langkah bersama dengan 50% modal dari Birru. Sisanya, modal dari Bang Tegar dan Elang.

Untuk masalah pembagian jobdesk di Derap Langkah terbilang cukup fleksibel namun tiap-tiap orang punya main jobdesk masing-masing. Misalnya, Hanin bagian pembuat naskah cerita, Nada berkaitan dengan administrasi dan keuangan, kemudian Kai dan Elang bertanggungjawab untuk shooting dan mengedit video, Bang Tegar kadang bantu Hanin membuat Naskah namun beliau dan Birru lebih ke urusan ke pihak sponsr dan penanggungjawab kegiatan Derap Langkah secara keseluruhan.

Birru sendiri merupakan tetangga Hanin. Mereka bertemu pertama kali ketika akan masuk SMA. Hanin ingat betul, saat itu Birru diantar orangtuanya dari Jakarta ke rumah Kakek Neneknya yang berada di sebelah rumah Hanin utuk melanjutkan SMA di Yogyakarta . Waktu itu, Birru dan Hanin tidak dekat,mereka hanya akan saling senyum sopan ketika bertemu, tanpa menyapa. Sampai Nenek Birru meninggal karena sakit lima tahun yang lalu disusul kakeknya tiga bulan kemudian. Birru tinggal hanya sendiri setelahnya, walau di samping rumahnya ada keluarga Pak Dahlan, orang kepercayaan keluarga Birru untuk mengurus kakek neneknya.

Sejak itu, Ibu menawari Birru untuk makan di rumahnya tiap hari karena keluarga Hanin memang punya hubungan yang sangat baik dengan almarhum kakek nenek Birru. Awalnya Birru menolak, tapi karena setiap hari Ibu memaksa Hanin untuk mengantarkan masakan ke rumah Birru, akhirnya Birru mau untuk makan di rumah Hanin setiap hari dengan syarat Birru membayar setiap bulannya.

Meskipun awalnya ibu menolak untuk dibayar, akhirnya ibu menerima tawaran itu setelah dibujuk orangtua Birru. Sejak itu hubungan keluarga Hanin dan keluarga Birru terjalin sangat baik, orangtua Birru menitipkan pengawasan Birru ke keluarga kami selain ke Pak Dahlan.

Hanin sangat bersyukur diajak Birru bekerja di Derap Langkah sebagai penulis naskah. Semenjak Ayah Hanin meninggal dua tahun yang lalu, perekonomian keluarga Hanin memang tidak terlalu baik, Ibu hanya mengandalkan tabungan ayah dan gaji PNS yang tidak seberapa untuk memenuhi kebutuhan Hanin dan adiknya, Haikal,yang sedang kuliah. Birru yang sedikit banyak tahu tentang masalah keluarga Hanin menawarinya untuk bekerja sebagai penulis naskah mengingat kemampuan Hanin cukup bagus di bidang kepenulisan karena ia sangat suka menulis sejak kecil.

"Nin", Hanin menoleh ke pintu kamarnya. Bunda masuk ke kamar Hanin dan duduk di ranjang tempat tidurnya.

"Kalau kamera kamu dijual untuk tambahan biaya kuliah Haikal kuliah gimana? Nanti kalau sudah punya rezeki kita beli baru lagi."

Hanin tersenyum, "Dijual aja nggak apa apa Bun, aku udah jarang makai kok."

Bunda mengangguk kemudian menatap kertas-kertas naskah yang ada di tangan Hanin.

"Kamu gimana kerja di Derap Langkah, Nin? Apa itu nggak ganggu skripsi kamu?"

"Nggak kok Bun, lagian skripsi aku kan udah sampai Bab 4. Udah mau selesai, doaian ya Bun , semoga cepat sidang", Hanin tersenyum sambil menggenggam tangan Bunda.

Ada air mata bening yang siap jatuh dari pelupuk matanya ketika melihat Hanin. Hanin langsung memeluk tubuh Bunda yang terasa lebih kurus semenjak Ayah meninggalkan Hanin dan keluarganya.

Menua BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang