Nothing coincidence in the world, we are not coincidence.
Masih pagi-pagi sekali bunda meminta Hanin belanja banyak sayuran dan bahan makanan lain di pasar dengan diantar Haikal. Biasanya memang mereka selalu sekalian belanja dengan stok banyak untuk keperluan beberapa hari agar tidak bolak-balik ke pasar. Tapi hari ini mereka terlalu pagi berangkat, membuat udara dingin pagi menembus sampai ke tulang-tulang.
Kemarin ibu Birru dan bunda berbicara sampai larut sekali. Hanin hanya menemani sekitar satu jam-an, setelahnya ia ke kamar untuk mengecek tugas mahasiswa yang harus segera ia nilai.
Sekitar pukul tujuh, ia dan Haikal sudah sampai di rumah. Tak terasa satu jam mereka menghabiskan waktu di pasar. Begitulah kalau sudah di pasar, waktu berlalu cepat tanpa kita sadari karena aktivitas disana yang tak pernah sepi. Untungnya Haikal bukan laki-laki yang tidak sabaran menemani wanita belanja di pasar, dia sudah terbiasa mengantar Hanin atau bunda, sangat beruntung orang yang memenangkan hatinya nanti.
Ketika sampai depan rumah, Hanin melihat ayah Birru turun dari mobil, sepertinya baru datang dari jakarta.
Seingatnya ini hari kamis, bukan weekend dan bukan tanggal merah. Tapi mengapa orangtua Birru tiba-tiba mengunjungi Birru? Biasanya mereka akan berkunjung di weekend, atau ketika libur panjang mengingat sibuknya ayah Birru.
Apa Birru sakit? Tapi kemarin malam kelihatan baik-baik aja ketika Birru ke rumahnya.
"Kenapa Mbak?", kata Haikal yang membantu Hanin membawa belanjaannya.
"Nggak, tumben aja ayah Birru kemari pas bukan weekend". Haikal melihat ke rumah Birru dan tersenyum ke Hanin.
Setelah sampai dapur, ibu langsung bergegas menerima belanjaanku dan Haikal dan mengeluarkannya dari tas belanja.
"Kamu ngajarnya jam berapa Nin?", tanya ibu masih sibuk dengan bahan belanjaannya.
"Habis ini siap-siap terus berangkat bun"
"Kalau pulangnya?" tanya bunda lagi.
"Ya kayak biasa jam 3, kenapa memangnya bun?" Bunda tidak biasa nanya kapan Hanin berangkat maupun pulang karena jadwalnya tiap hari selalu begitu. Kalaupun mau pergi, Hanin pasti akan pulang dulu ke rumah.
"Ya nggak apa-apa, nanya aja. Nanti langsung pulang ya Nin, nggak usah mampir-mampir".
Hanin makin mengerutkan alisnya, memandang bunda yang sedikit berbeda hari ini, namun akhirnya Hanin mengangguk juga.
Ia menengok ke arah Haikal yang membantu bunda mencuci sayur di dapur. Ia juga melihat bunda mengolah semua bahan makanan yang di beli tadi, hal itu membuat dahi Hanin mengerut. Sebanyak itu dimasak semua? Tapi kemudian ia mengingat orangtua Birru yang berkunjung, mungkin sebagai tetangga bunda ingin bersikap ramah dan mengajak makan bersama.
"Nggak ada kuliah kal?" tanya Hanin.
"Nggak, Cuma ada tugas dan dikumpul lewat email", Hanin mengangguk paham.
"Kalau gitu Hanin ke atas siap-siap dulu ya Bun, Kal". Setelah mendapat anggukan dari Bunda dan Haikal, Hanin langsung menuju kamarnya untuk bersiap-siap.
---@@---
Sesuai permintaan bunda untuk pulang tepat waktu, maka sekarang Hanin sudah berada di halaman rumahnya.
Sepertinya ada tamu karena terdengar sayup-sayup percakapan dengan gelak tawa dari arah ruang tamu.
"Assalamualaikum", semua mata tertuju ke arahnya ketika ia memasuki rumah. Hanin tersenyum kemudian segera menyalami tamu yang ternyata adalah Birru dan keluarganya, dan ada Bona juga ternyata-adik Birru. Di pojok ruang tamu ada beberapa parcel yang dibungkus rapi dengan plastik transparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menua Bersamamu
ChickLitOrang-orang berkata, cinta jadi alasan seseorang memulai hubungan. Nyatanya, cinta tanpa rasa nyaman itu hambar. Lalu dalam kasus kita,darimana datangnya cinta dan rasa nyaman itu? Entahlah,mungkin karena kamu baik, atau karena kamu peduli atau mun...