9: Kenangan

472 85 1
                                    

"Kalau bisa kembali ke masa lalu, kamu pingin kembali ke masa apa? Kalau aku, masa apa aja yang ada kamunya."

"Birru mau kemana?" Gadis kecil berkuncir dua dengan kresek hitam di tangannya berdiri di depan garasi.Birru yang sedang mengeluarkan sepeda mininya pun menoleh ke asal suara.

"Main", jawab Birru pendek. Ia berusaha tidak menghiraukan keberadaan gadis kecil itu. Ia sebal karena dari pagi di sekolah gadis ini tak henti mengikutinya kemana-mana. "Minggir"

"Mega ikut!", menghalangi jalan Birru.

"Aku main bola sama teman-teman cowok. Anak cewek nggak boleh ikut. Nyusahin", kata Birru mendorong Mega sampai jatuh.

Birru langsung meletakkan sepedanya kemudian menghampiri Mega, sugguh ia hanya mendorong Mega sedikit. Ia tak menduga Mega akan jatuh. Mega sendiri memandang Birru dengan air mata yang siap jatuh hingga akhirnya Mega menangis tersedu-sedu.

"Kan Birru udah bilang nggak boleh, kenapa bandel sih", kata Birru sambil berjongkok di sisi Mega. Ia merasa bersalah kepada Mega.

"Birru Nakal!", kata Mega menangis makin kencang. Birru jadi tidak tega. Bagaimanapun Birru yang mendorong Mega hingga ia terjatuh tadi.

"Maaf", kata Birru sambil mengangsurkan tangan kanannya ke arah Mega. Melihat itu mega langsung membalas mengansurkan tangannya, tapi Mega masih saja menangis.

"Jangan nangis lagi", bujuk Birru."Mega mau apa biar nggak nangis lagi?". Birru sudah kehabisan akal untuk membuat tangis Mega berhenti.

Mega melihat sekeliling kemudian tak sengaja ia melihat selebaran poster paket wisata di depan rumah Birru. Ia jadi ingat cerita Kak Abi, Kakak pertama Mega, yang habis pulang dari study tour sekolahnya.

"Ajakin Mega ke Bromo!", kata Mega spontan.

"Hah?"

"Kalau Birru dan Mega sudah besar, ajakin Mega ke Bromo. Mega janji berhenti nangis"

Mendengar janji Mega akan berhenti menangis, Birru langung saja menyetujui permintaan Mega tanpa pikir panjang. Lagipula, mereka besarnya masih lama. Paling nanti Mega juga lupa, pikir Birru.

"Oke", setuju Birru akhirnya.

" Janji ya?", katanya sambil mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Birru.

" Kenapa itu kelingkingnya?", tanya Birru tak paham.

"Kata Nadia, kalau janji harus nempelin kelingking"

"Biar apa?", tanya Birru masih tak paham.

"Mega juga nggak paham, pokoknya gitu. Ayo Birru mana kelingkingnya!", kata Mega. Mau tak mau Birru mengikuti saja apa kata Mega kemudian menautkan kelingking mereka membuat Mega tersenyum lebar.

--@@--

"Gimana Nin, Birru sudah balas?", tanya Bang Tegar ke Hanin. Hari ini adalah hari penyambutan member baru derap langkah yaitu Syifa dan Lanang. Syifa bertugas sebagai penulis naskah yang akan bekerjasama dengan Hanin sedangkan Lanang yang bertugas mensyuting dan edit video membantu Elang dan Kai. Mereka dinyatakan diterima bekerja di Derap Langkah setelah sebelumnya mengikuti beerapa tahap seleksi.

"Belum Bang, kayaknya masih di jalan", jawab Hanin.

Tak lama setelahnya, Birru sampai di Derap Langkah dengan langkah terburu-buru.

"Sorry banget telat", kata Birru ketika mencapai pintu dan lihat Syifa dan Lanang yang duduk di kursi tamu. Ia kemudian menjabat tangan keduanya.

Tak lama kemudian seorang kembali muncul di depan pintu. "Hai semuanya", sapa gadis yang baru masuk tersebut. Mega berdiri disana dengan senyum yang mengembang.

"Oh hai Meg, sini masuk", jawab Bang tegar ramah sembari mempersilahkannya masuk dan duduk di samping Birru. Hanin melihat Birru tersenyum kepada Mega. Ohh jadi Birru ngajak Mega.

"Selamat bergabung di Derap Langkah ya Lanang dan Syifa, semoga kita semua bisa jadi partner kerja yang solid.", kata Birru

"Oiya kenalan dulu, anggota Derap Langkah ada saya, Bang Tegar, Kai, Elang, Nada dan Hanin. Mengenai jobdesk kemarin udah di jelasin kan pas wawancara? Nah , jika ada hal yang belum kalian tau, kalian bisa bertanya kepada kami", kata Birru kemudian setelah ia sadar belum mengenalkan Mega, ia segera melanjutkan," Oh kalau ini Mega, teman saya. Dia bukan anggota Derap Langkah", jelas Birru sambil menunjuk Mega. Syifa dan Lanang hanya tersenyum-senyum.Hanin tau apa yang ada dipikiran mereka tentang Mega dan Birru, mereka pasti berfikir kalau mereka adalah sepasang kekasih mengingat bagaimana Birru memperlakukan Mega, namun karena mereka masih anak baru, mereka pasti memutuskan tidak ingin menyuarakan pikiran mereka.

Sejak kehadiran Mega, tanpa Hanin sadari matanya tidak lepas dari Birru dan Mega. Bagaimana Birru tersenyum ke Mega, bagaimana Birru menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil Mega, bagaimana cara Birru memperlakukan Mega. Semuanya terekam di memori Hanin. Dan ia menyadari, ada perasaan tidak menyenangkan menyusup di hatinya ketika melihat itu. Hanin tersenyum kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya pelan berusaha untuk bersikap rasional kembali. Ia tidak berhak mempermasalahkan Birru mengajak siapapun dan bagaiamana Birru memperlakukan siapapun.

"Ini si Mega beneran teman aja nih Ru?" Goda Bang Tegar, Mega tertawa dan Birru tersenyum.

Hanin melihat ekspresi Birru ketika Bang Tegar menggodanya. Ada rona berseri sedikit malu di wajahnya. Dan Hanya Mega yang membuat Birru seperti itu. Hanin jadi tersenyum sendiri, menertawakan dirinya yang sempat-sempatnya berani mengharapkan perasaan Birru.

Usai saling berkenalan, Bang Tegar menjelaskan detail jobdesk mereka. Sesekali Syifa dan Lanang akan bertanya mengenai hal-hal yang belum mereka mengerti, kemudian akan di jawab oleh Bang Tegar.

Sekarang pukul sembilan malam, tadi syifa dan Lanang dipersilakan pulang duluan karena mereka baru akan mulai bekerja besok. Sejak Syifa dan Lanang pulang jam7 tadi, Hanin dan Bang Tegar sibuk membahas naskah di ruang belakang sedangkan yang lain berkumpul di ruang tengah dengan aktivitasnya masing-masing.

"Udah jam sembilan, beres-beres terus pulang yuk Nin", kata Bang Tegar yang lansung disetujui Hanin.

Hanin segera bergegas ke ruang tengah mencari keberadaan Birru, tapi ia tidak menemukannya.

Tentu saja Birru mengantar Mega Pulang. Tapi kenapa ia tidak pamit ke Hanin dulu?

Biasanya Hanin dan Birru akan pulang bersama dari Derap Langkah. Sebenarnya, Hanin tidak masalah untuk pulang sendiri. Toh dia tidak mau terlalu mengandalkan Birru, karena Birru bukan siapa-siapa Hanin. Hanya tetangga yang merangkap menjadi boss dan teman. Tapi karena setiap hari mereka pulang bersama, bukankah paling tidak Birru harus bilang kalau hari ini ia pergi terlebih dahulu?

Menyadari pikirannya, Hanin tersenyum lagi. Sepertinya ia yang terlalu berlebihan, kenapa pula Birru harus bilang? Birru juga tidak pernah mengikrarkan diri bahwa setiap hari akan pulang bersamanya.

"Semuanyaaa..Hanin pulang duluan ya? Assalamualaikum", pamit Hanin akhirnya.

"Lhoh Nin, Birru kan nggak ada. Nggak nungguin Birru dulu? Atau mau aku anter?, kata Mas Kai sebelum Hanin mencapai pintu.

"Nggak usah Mas, aku pakai ojol. Duluan ya mas"

"Oh ya udah deh, hati-hati Nin"

Sambil menunggu ojol yang ia pesan datang, Hanin iseng membuka whatsapp. Tidak ada pesan dari Birru. Hanin pun menghela nafas panjang.

Menua BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang