Mengapa banyak usaha yang kita lakukan susah sekali terwujud? Mungkin karena kita lupa meminta doa orangtua.
Birru berdiri di depan gerbang rumah usai membelikan nasi goreng untuk ibunya yang tiba-tiba datang siang tadi.
Langkahnya memelan ketika melihat Hanin tersenyum di depan laki-laki tang sedang tertawa pelan-Damar. Entah kenapa Birru rasanya tidak rela ada yang memperlakukan Hanin semanis itu selain dirinya.
"Birru lama banget, mana nasi gorengnya?"
Birru menoleh ke arah ibunya yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingnya. Melihat Birru yang masih tidak fokus, malah membuat ibu celingak-celinguk hingga matanya menemukan sosok Hanin.
"Eh Hanin dianterin siapa itu Ru? Pacarnya? Hanin udah punya pacar?"
Birru menoleh ke Hanin dan Damar untuk memperhatikan interaksi keduanya.
"Apa jangan-jangan calonnya ya Ru? Kok kamu nggak pernah cerita kalau Hanin lagi deket sama laki-laki, katanya kamu temen deketnya Hanin. Biasanya kamu juga cerita tentang Hanin ke ibu kok sekarang nggak pernah?", ibu sepertinya belum berencana untuk menghentikan monolognya. "Pasti bahagia banget ya yang jadi calon mertuanya Hanin, dapat mantu yang baik banget gitu". Ada nada berharap dalam suara ibu.
Birru termenung, kilasan momen kebersamaan antara dirinya dan Hanin tiba-tiba berputar di kepalanya bagai kaset rusak.
Bagaimana awal pertemuannya dengan Hanin, bagaimana telatennya Hanin menyiapkan bekal untuknya dan Hanin sendiri semasa mereka sekolah, bagaimana sabarnya Hanin menemani dan menghiburnya ketika kakek dan neneknya meninggal, bagaimana perhatiannya Hanin kepadanya, bagaimana Hanin selalu ada untuk mendengarnya cerita atau berdiskusi. Tiba-tiba Birru sangat bersyukur atas momen-momen itu.
Ia sudah terbiasa hidup dengan Hanin. Dan jika Hanin menikah dengan laki-laki lain, maka tentu saja interaksi antara Hanin dan Birru tidak akan sedekat itu lagi. Bagaimanapun ia harus mempertimbangkan perasaan suami Hanin kan?
Tapi, apakah Birru rela?
Tiba-tiba sebuah pemikiran terbersit dalam benaknya.
"Bu...", ibunya menoleh ke arahnya ketika ia memanggil.
"Ibu pingin punya mantu Hanin?", kata Birru hati-hati.
Mata ibu masih memeperhatikan Hanin dengan mata berbinar.
"Maksudnya punya mantu yang modelannya kayak Hanin? Ya maulah, siapa yang nggak ingin punya mantu kayak Hanin sih Ru? Baik, manis, pengertian, wife and mother material banget kan.."
"Tapi Hanin juga banyak kurangnya bu. Dia sedikit tertutup, introvert dan masih suka canggung untuk memulai obrolan ke orang baru. Pendiam juga, nggak ceriwis kaya ibu dan teman-teman nggosip di kompleks. Pokoknya Hanin nggak bakal cocok dijadiin teman nggosip ibu dan ibu-ibu PKK di kompleks. Ibu masih mau punya mantu kayak Hanin?", tanya Birru.
"Lho ibu cari mantu yang ganti tugas ibu nemenin kamu tua dan membesarkan cucu-cucu ibu nanti kok memang, bukan cari teman nggosip. Lagian ibu juga nggak suka sebenarnya ibu-ibu kompleks yang suka nggosipin tetangga gitu.."
"Hanin juga masih punya banyak kekurangan lain bu, ibu masih mau nerima kekurangan-kekurangan Hanin lainnya?", tanya Birru lagi.
"Ya orang emang nggak ada yang sempurna kan Ru? punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Eh tapi bentar ....", tiba-tiba ibu terdiam, sadar akn sesuatu kemudian matanya menelisik Birru. "Maksud kamu ngomongin ini ke ibu apa ya Ru?"
Birru tau ia tidak punya banyak waktu untuk menperjuangkan Hanin, maka ia harus segera memutuskan mau dibawa kemana cerita mereka, dengan izin ibunya tentunya agar semua berkah dan jauh lebih mudah.
Birru berdiri menghadap Ibu dan menatapnya serius.
"Kalau ibu punya mantu Hanin, mau?"
"Hah???"
"Kalau Hanin yang jadi mantunya ibu, ibu mau apa nggak? Bukan wanita yang modelannya seperti Hanin tapi Hanin-nya yang jadi mantu ibu.", jawab Birru.
Ibu masih terlihat tidak percaya dengan pendengarannya.
"Hanin yang itu?", kata ibu masih menunjuk Hanin yang berdiri di depan rumahnya. Damar sudah akan masuk ke dalam mobilnya.
"Iya, Hanin yang itu, Hanindiya. Ibu mau melamar Hanin untuk Birru?", kata Birru tanpa rasa ragu.
Mata ibu berkilat-kilat bahagia, ia memeluk Birru. "Mau bangeet"
Birru melihat ke Hanin yang ternyata juga melihatnya, ia tersenyum kepada Birru yang juga dibalas Birru.
Ibu mengurai pelukannya dan ikut melihat Hanin. Hanin langsung menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah menyapa ibu Birru.
Tiba-tiba saja ibu sudah berlari kecil ke arah Hanin dan memeluknya. Hanin terlihat bingung namun tetap membalas pelukan ibu.Hanin meminta penjelasan ke Birru lewat matanya namun Birru hanya membalas dengan gerakan bahunya sambil tersenyum.
"Calon mantu ibu baru pulang ya... bunda ada di rumah nggak? Ibu belum menyapa semenjak datang tadi..", Hanin melirik ke Birru sebelum menjawab, meminta penjelasan namun Birru sama sekali tak berniat menjelaskan.
"Ada tante, bunda di rumah. Mari masuk..", ajak Hanin.
"Eh jangan panggil tante, ibu aja. Biasain ya?"kata ibu kelewat semangat, Hanin hanya tersenyum sambil mengangguk.
Dua orang wanita kesayangan Birru segera masuk rumah meninggalkan Birru dengan nasi goreng di tangannya.
Namun Birru senang melihatnya. Dan Ia sudah yakin dengan keputusannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menua Bersamamu
ChickLitOrang-orang berkata, cinta jadi alasan seseorang memulai hubungan. Nyatanya, cinta tanpa rasa nyaman itu hambar. Lalu dalam kasus kita,darimana datangnya cinta dan rasa nyaman itu? Entahlah,mungkin karena kamu baik, atau karena kamu peduli atau mun...