6: Marah

548 87 0
                                    

"Marah itu tandanya sayang"

Elang dan Hanin duduk menepi di pinggiran trotoar yang ada pohon rindangnya untuk membicarakan langkah selanjutnya. Hari ini mereka melakukan survey lokasi yang akan dijadikan tempat syuting webseries mereka di daerah Klaten, spesifiknya di daerah sekitar candi prambanan. Setelah menemukan lokasi rumah yang sangat tepat dan cocok untuk dijadikan tempat pengambilan video webseries mereka, mereka memutuskan untuk berbicara mengenai rencana menjadikan rumah tersebut tempat syuting mereka ke pemilik rumah. Sayangnya,pemilik rumah keberatan dengan hal tersebut. Sebenarnya hal ini bukan pertamakalinya mereka ditolak semacam ini, tapi entah hari ini Elang terlihat lebih senewen. Moodnya buruk sekali.

"Nyebelin banget sih tuh orang, rumahnya dipinjam sehari aja pelit banget", sungut Elang yang masih duduk di jok motornya.

Hanin yang sudah turun dari motor Elang hanya memandanginya, menunggu Elang memuntahkan semua kekesalannya. Hanin sendiri tidak mau ikut menyalahkan si Bapak pemilik rumah, itu hak mereka mengizinkan atau menolak. Tapi emang dasarnya mood elang lagi jelek banget, makanya ia menggerutu dari tadi.

"Jadi gimana selanjutnya?", tanya Elang pada Hanin.

"Ya nyari lokasi lain", jawab Hanin pendek.

"Udahlah ini biar diurus Birru aja Nin, dia persuasifnya bagus, pasti lebih bisa ngeyakinin pemilik rumah sekitar sini. Kita langsung ke watu prahu atau sapu angin aja deh. Aku kenal beberapa orang disana,anak komunitas naik gunung. Nanti bisa langsung survey lokasi sekalian buat surat izin syuting".

Hanin menggeleng tegas. Justru itu yang ia nggak mau. Hanin tau Birru lebih bisa, tapi akhir-akhir ini ia terlihat terlalu capek. Dia butuh sedikit istirahat, makanya kemarin Hanin menawarkan diri untuk sekalian survey lokasi rumah penduduk mumpung ia dan Elang juga akan survey di daerah sekitar Klaten.

"Trus lo maunya gimana?". Kalau Elang sudah memakai kata lo-gue, menunjukkan bahwa dia lagi tidak dalam emosi yang bagus. Dan Hanin lagi nggak berniat menanggapi emosi Elang. Moodnya hari ini juga sedang tidak terlalu bagus akibat PMS, sebenarnya perutnya juga agak sakit dari tadi namun ia tahan.

"Udah terlanjur sampai sini kan Lang, sekalian aja"

Elang menghela nafas lelah,"Gue tau lo ngotot begini karena peduli sama Birru. Kelihatan banget. Tapi jujur Nin, hari ini gue lagi dalam mood yang nggak begitu bagus, jadi please nurut kali ini sama gue", tawarnya. Hanin masih diam belum menanggapi. "Ya?", kata Elang melembut.

Yang dikatakan Elang sebenarnya benar. Kalau dalam kondisi biasa atau tidak PMS, Hanin yang nggak suka konflik pasti akan memilih nurut saja. Tapi nggak tau kenapa, kali ini ia merasa tersinggung dengan ucapan Elang tadi.

"Aku disini, cari lokasi lain. Terserah kamu mau ikut apa nggak ke lokasi selanjutnya, aku bisa naik ojol", kata Hanin datar, membuat Elang yang lagi nggak mood jadi terpancing.

"Ya udah sana, pemberani kan?. Percayalah gue sama lo", kata Elang sinis. Kemudian ia segera menstarter motornya untuk pergi meninggalkan gadis itu sendirian. Hanin mendengus kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dengan Elang. Ini adalah pertengkaran pertama mereka.

Elang sebenarnya cuma sengaja ngetes Hanin dengan meninggalkannya biar dia nurut, ia nggak setega itu untuk meninggalkan Hanin sendirian. Maka setelah itu, Elang langsung putar balik ke lokasi ia meninggalkan Hanin dan menyusuri jalan yang kemungkinan dilalui Hanin tadi. Sayangnya, Hanin nggak kelihatan diamana-mana. Bahkan ia sudah memutari jalan ini sebanyak 3 kali.

"Shit!", umpat Elang. Sungguh, ia jadi merasa bersalah sama Hanin. Ia mencoba meredakan emosinya dan menelpon nomor Hanin. Sayangnya nomer Hanin malah tidak aktif, dan itu membuat Elang khawatir.

Menua BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang