20: Welcome Home

779 113 1
                                    

When i see you, i am home.

Dua hari lagi Hanin pulang!

Tak terasa waktu bergulir cepat, sudah tiga tahun lamanya Hanin tidak terjangkau mata Birru. Selama itu pula tidak ada komunikasi langsung antara Hanin dan Birru. Nampaknya Hanin mencoba merealisasikan perkataannya sebelum pergi bahwa ia akan melepaskan perasaannya untuk Birru dan menemukan laki-laki yang tepat untuknya selama di Australia. Kalau boleh jujur, Birru justru berharap sebaliknya. Hal ini yang sejujurnya membuatnya sedikit gusar, apakah Hanin benar-benar menemukan laki-laki yang tepat? Tapi dari cerita Haikal, Hanin tidak pernah menceritakan bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki lain, hanya saja memang ada beberapa lak-laki yang dekat sebagai teman. Birru tidak bisa bilang kalau ia cinta Hanin. Birru belum yakin dengan perasaan itu, yang jelas ia sangat nyaman dengan Hanin. Namun perkataan Mega tempo lalu, mengenai teman hidup mau tidak mau mengganggu pikiran Birru, dan jujur saja Mega benar, Hanin memenuhi semua kriteria keinginan Birru sebagai teman hidup.

Birru memang benar-benar tidak berkomunikasi secara langsung selama 3 tahun ini dengan Hanin, namun ia sering sekali menitipkan salamnya ke Haikal. Beuhh.. sudah macam jaman 90 an saja, titip-titipan salam. Tapi, Birru hanya ingin menghargai keputusan Hanin untuk tidak berkomunikasi terlebih dahulu. Tapi kan itu saat dia masih bersama Mega dulu? Sekarang dia sudah sendiri bahkan Mega sudah akan menikah dengan Kak Danis.

Tak bisa dipungkiri bahwa Birru juga rindu bercakap-cakap dengan Hanin, maka sebagai obat rindu, diam-diam Birru stalking instagram Hanin. Birru hanya ingin tahu kabar Hanin. Ia rindu temannya itu.

"Hari sabtu Mas Birru ikut ke bandara buat jemput Mbak Hanin kan?", tanya Haikal yang duduk di sampingnya sambil menikmati pertandingan sepakola di TV. Setelah ia putus dengan Mega, Birru memang lebih sering berkunjung ke rumah Hanin, Haikal menjadi partner yang tepat untuk berbagi, dia punya banyak kesamaan pemikiran dengan kakanya. Hal itu yang mendasari mereka cocok. "Bunda ngajak, Mas Birru bisa nggak?"

"Bisa sih, tapi ...." Haikal menunggu Birru melanjutkan"aku grogi ketemu Hanin"

Haikal ketawa, menertawakannya! Sialan!

"Haha.. ya ampun Mas, kayak ABG aja. Ya kalau nggak mau yaudah sih ..."

"Eit.... siapa yang bilang nggak mau sih", Birru menahan Haikal ketika ia akan melenggang pergi. Lagian, Birru sudah lama menunggu momen ini, momen kepulangan Hanin. Masak iya ia akan menyia-nyiakannya.

"Sabtu pagi jam 9 ya Mas. Mbak Hanin pesawatnya datang jang setengah 11. Kosongin jadwalnya jam segitu, nanti kita berangkat bareng kesananya", kata Haikal.

"Oke, Noted" Jawab Birru dan segera menulis note di ponselnya sebagai pengingat.

See you soon, Hanin!

---@@---

Jujur saja jantung Birru berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan excited, rindu, grogi, semuanya bergabung menjadi satu yang membuat Birru tidak tenang duduk menunggu kedatangan Hanin. Tiga tahun dia tidak bertatap muka dan berkomunikasi hanya sekali yaitu kemarin malam ketika Haikal menelepon Hanin dan ia ikut nimbrung ketika Hanin mengizinkan.Hal itu tentu menjadikan perasaan gugup yang mendera Birru adalah hal yang wajar. Sementara di samping Birru, bunda dan Haikal terlihat tenang, menunggu kedatangan Hanin dengan sabar.

Terdapat pengumuman kedatangan pesawat Hanin oleh petugas bandara. Mereka segera berdiri dan menunggu di tempat yang kemungkinan bisa terlihat oleh Hanin.

Dan disanalah Hanin, melangkah anggun dengan menyeret koper besarnya. Senyum cerah menghiasi wajahnya yang disambut tak kalah cerah oleh Haikal dan bunda. Dalam sekajap Hanin sudah memeluk bunda erat kemudian menciumi punggung tangannya. Kemudian berlanjut ke Haikal, ia memeluknya erat dan mecium ubun-ubun Hanin. Kemudian selanjutnya, ke Birru-

"Hai", sapa Hanin terlihat sedikit canggung, sama dengan Birru. Birru melihat ke Hanin yang terlihat masih malu menatap Birru. Tak ingin terlalu lama berpikir rumit ia langsung merengkuh tubuh Hanin. Membayar lunas rindunya selama tiga tahun.

"Welcome home, Hanin. Aku kangen", bisik Birru di dekat telinganya kemudian mengelus kepala Hanin yang ditutupi kerudung. Wait... kerudung? Ia menatap Hanin yang terlihat kaku dalam rengkuhannya. Birru cepat-cepat melepas pelukannya setelah ia sadar. Tentu ketika Hanin memutuskan memakai kerudung, ada banyak hal yang akan berubah termasuk etika yang harus lebih dijaga., dan Birru sangat menghormati itu.

"Sorry, tadi reflek", kata Birru tidak enak. Pipi Hanin terlihat memerah karena malu dan Birru senang melihatnya.

Haikal justru tertawa melihat tingkah Hanin dan Birru.

Tiga tahun tentu banyak membawa perubahan. Termasuk penampilan Hanin. Jujur saja, Birru jauh menyukai penampilan Hanin yang sekarang, dia terlihat lebih anggun dan adem. Melihatnya saja membuat hati Birru hangat dan tenang.

Hanin kemudian menoleh ke seseorang di belakangnya dan memintanya mendekat. Sial! Hanin tidak pulang sendiri namun bersama lak-laki yang terlihat berdiri gagah di belakangnya.

"Hallo Tante, saya Dharma", kata laki-laki itu sambil mencium tangan bunda, kemudian ia juga menjabat tangan Haikal dan juga Birru sendiri.

"Nak Dharma ini....?",

"Oh saya seniornya Hanin di university, kebetulan pulangnya barengan Tan", jawab Dharma sopan ketika mengetahui bunda yang terlihat penasaran.

" Oh begitu", kata bunda sambil tertawa. Dan Dharma mengangguk sambil tersenyum ke bunda.

"Kalau begitu saya pamit duluan ya Tante. Sudah dijemput juga", kata Dharma yang langsung dipersilakhan bunda dengan ramah. Ia juga pamit ke Haikal dan Birru.

Sebelum pergi ia bercakap sebentar dengan Hanin kemudian ketika akan pergi mereka saling melempar senyum dan Dharma menepuk kepala Hanin pelan. Hal itu tidak luput dari padangan Birru. Sungguh mereka terlihat dekat, bukan hanya seperti teman biasa yang kebetulan pulang di hari yang sama. Dilihat sekilas, Dharma berusia matang sekitar 30an dan terlihat pintar dan sopan. Dia juga tampan. Tipe laki-laki yang banyak disukai mertua. Tiba-tiba Birru merasa kurang nyaman.

Birru menoleh ke Hanin yang sedang memberikan kopernya ke Haikal untuk dibantu membawa. Birru juga langsung mengambil alih tas ransel Hanin yang menggantung di bahu kirinya. Hanin menoleh kepada Birru dan mengucapkan terimakasih. Tak lupa ia juga tersenyum manis sekali kepada Birru dan Birru sangat suka dengan senyum itu.

Nin, kalau aku memutuskan untuk memperjuangkan kamu. Apa Dharma yang nanti bakal jadi sainganku?


Menua BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang