Kita manusia biasa, merasa cemburu itu wajar.
"Kamu beneran nggak ikut Nin? Bromo lhoh ini..", kata Elang yang sedang duduk di sofa kamar Birru. Birru memilah-milah baju yang ada di lemarinya untuk di bawa ke Bromo langsung meletakkannya di koper tanpa melihat.
"Birru, taruh sana dulu bajunya. Ini tadi udah aku tata rapi", kata Hanin memarahi Birru karena asal taruh baju di koper yang sudah rapi. "Eh tadi nanya apa Lang? Aku beneran ikut apa nggak ya? Nggak Lang, jadwal sidangku belum pasti. Nunggu kepastian Prof. Rahman"
"Oh, yah aku gangguin siapa dong disana?", kata Elang yang langsung dihadiahi dengusan Birru yang sudah duduk berjongkok di samping Hanin. Ia melihat Hanin begitu telaten melipati baju Birru kemudian menata rapi di koper. Koper yang biasanya hanya mampu menampung beberapa potong baju dan peralatan lainnya sekarang bisa memuat lebih banyak karena Hanin sangat rapi dan terstruktur menatanya. Birru dan tim Derap Langkah akan mengambil beberapa view di Bromo untuk chapter final webseries mereka. Sekalian liburan karena proses syuting mereka telah usai. Untuk itu, ia meminta bantuan Hanin untuk packing keperluannya dan keperluan lain yang berkaitan dengan syuting terakhir mereka di rumah Birru.
"Kalau aku masukin barang-barang lain masih muat nggak Nin?"
"Penting banget nggak barangnya? Kalau nggak penting nggak usah. Bawa jaket lagi aja, disana dingin banget kan? Masak cuma bawa satu..", kata Hanin masih sibuk merapikan. Tiba-tiba Elang terkekeh kecil.
"Ngapain ketawa-ketawa sendiri?", tanya Birru heran melihat Elang tiba-tiba senyum-senyum sendiri.
Elang terkekeh lagi, " Kalian udah kayak pasangan suami istri tau nggak... berantem-berantem kecil cuma gara-gara nata-nata barang"
"Kayak udah nikah aja, sok tau banget kelakuan pasangan suami istri..", timpal Birru cuek. Hanin memilih diam.
Diam-diam mengaminkan.
Hanin memutuskan untuk membiarkan perasaannya mengalir apa adanya, tidak ia tahan tapi belum berniat menunjukkannya ke Birru.
"Ya elah bro, nggak perlu nikah dulu kali buat tau begituan... ", sahut Elang, Birru tidak berniat menanggapi lagi.
"Aku jadi bayangin yang iya-iya tau nggak sih Nin", kata Elang sambil menengok ke Hanin yang juga sedang melihatnya.
"Seperti?"
"Kamu jadi istri aku, kemudian kamu juga nyiapin baju-baju aku kalau ada jadwal keluar kota", kata Elang lagi. Birru segera melempar sarung ke muka Elang kemudian tertawa mengejek.
"Selesaiin dulu skripsi, baru ngomong nikah"
" Lhah emang apa sih hubungan skripsi sama nikah? Pas ijab qobul juga nggak ditanya judul skripsinya apa. Emang syarat wajib nikah harus udah kelar skripsi dulu, nggak kan?", kata Elang membela diri. "Asalkan udah siap lahir batin, iya kan Nin?"
"Iya", kata Hanin memilih meng-iya-kan saja Elang.
"Yuk nikah Nin?", goda Elang belum juga selesai.
Birru menghela nafas, "Mending kamu cari makanan dulu di dapur deh bro, kayaknya lapar bikin kamu ngomong ngelantur"
"Kalau aku ke dapur kalian cuma berdua lho di kamar, nanti kalian.."
"Ya ampun emang aku sama Hanin mau ngapain sih Lang?"
"Ya kalau ada laki-laki sama perempuan di dalam kamar berdua biasanya ngap...", belum sempat Elang menyelesaikan kata-katanya, Hanin sudah terlebih dahulu menyeret ujung lengan baju Elang keluar kamar.
"Kayaknya kamu beneran butuh makan, biar ngomongnya nggak aneh-aneh lagi", Elang tertawa mendengar penuturan Hanin. Ujung lengan bajunya masih dipegang Hanin yang menuntunnya ke dapur. "Mau dibikinin apa biar mulutnya diam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menua Bersamamu
ChickLitOrang-orang berkata, cinta jadi alasan seseorang memulai hubungan. Nyatanya, cinta tanpa rasa nyaman itu hambar. Lalu dalam kasus kita,darimana datangnya cinta dan rasa nyaman itu? Entahlah,mungkin karena kamu baik, atau karena kamu peduli atau mun...