Pada angin malam yang mendekap, kamu datang dengan sejuta harap, lalu pergi tanpa kata maaf.
☁ ☁ ☁
Cessa menatap pantulan dirinya di depan cermin. Lengkungan tipis menghias wajahnya yang sudah dipoles bedak tipis. Lalu tangan kanannya meraih botol parfum yang berada di atas nakas, kemudian menyemprotkannya ke seragam. Setelah itu kaki jenjangnya berjalan menuju tempat tidur, menyambar tas dan ponsel lalu menyeret langkah menuruni anak tangga satu per satu.
"Sarapan dulu, Sayang." Stella membawa setoples roti tawar lalu diletakkan di atas meja makan.
"Iya, Ma,"balasnya sembari menarik kursi yang berseberangan dengan Stella, lalu menyuapkan roti tawar yang telah diolesi selai kacang ke dalam mulutnya.
"Hari ini diantar mang Diman atau diantar mama?" tanya Stella dengan satu tangan yang sibuk mengoleskan selai pada roti sementara tangan lain memegang rotinya.
Mang Diman ini adalah supir pribadi keluarga Cessa. Ia tinggal di rumah ini bersama istrinya---mbok Lastri, yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga.
"Dianter mang Diman aja deh, Ma," ujar Cessa sembari memasukkan potongan roti yang terakhir ke dalam mulutnya. Ia mengambil gelas susu yang terletak di atas meja lalu menenggaknya hingga tandas.
Lalu, gadis itu beranjak dari duduk. Kaki jenjangnya melangkah menghampiri Stella. Namun, langkahnya terpaksa berhenti ketika mang Diman datang terburu-buru dengan napas ngos-ngosan.
"Kenapa, Mang?" tanya Setlla, mewakili rasa penasaran Cessa.
"Di depan ada temen Non Cessa," Pria dengan pakaian serba hitam itu terlihat mengatur napas sejenak, lalu mengimbuhkan, "Dia bilang, mau berangkat bareng."
"Cewek atau cowok?" tanya Stella memastikan.
"Cowok, Non." Kalimat dari Mang Diman barusan mampu membuat netra Cessa membola. Ia sedang tidak punya janji dengan siapa-siapa, lalu kenapa ada orang yang datang tiba-tiba?
Stella berdehem pelan yang mana membuat Cessa memandang wanita itu dengan tatapan bertanya.
"Ya udah samperin gih, nunggu apalagi. Kasihan lho, dia udah nungguin." Stella tersenyum jahil sembari menaik turunkan alisnya.
"Mama iiih," rengek Cessa. Kemudian, sebelum ke luar rumah, ia mencium punggung tangan Stella dan pamit untuk berangkat ke sekolah.
Saat tiba di depan gerbang rumahnya, hal yang pertama kali Cessa lihat adalah sebuah mobil hitam yang terparkir dengan si pemilik mobil yang bersandar di bagian depan mobil.
"Lama lo." Calvin berjalan ke arah pintu penumpang, membukakan pintu untuk Cessa dan menyuruh gadis itu untuk segera masuk.
Cessa membuka mulut, hendak melontarkan kalimat bantahan. Namun, urung saat Calvin tiba-tiba memotongnya, "Kali ini nggak usah ada bantahan. Keburu telat."
Cessa mendengkus kasar, sebelum akhirnya memasuki mobil, "Emang sebelumnya kita ada janjian?" tanyanya sembari memasangkan seatbelt. Pertanyaan itu ia lontarkan saat Calvin sudah duduk dibalik kemudi.
"Nggak ada," balas Calvin tanpa mengalihkan atensinya pada Cessa.
Cessa melirik Calvin sekilas, "Terus ini ngapain kamu jemput aku?"
"Perasaan lo nggak ada sopan-sopannya sama gue. Gue ini kakak kelas lo," ujar Calvin bertepatan ketika kendaraan roda empat itu meninggalkan kediaman Cessa. Ia melirik Cessa sekilas, "Panggil gue Kak."
![](https://img.wattpad.com/cover/217019923-288-k953146.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CALVINO [✔️]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Awalnya Cessa tak terlalu mengenal Calvin, laki-laki yang menjabat sebagai kapten basket di sekolahnya. Namun akibat insiden di belakang sekolah, hidupnya berubah, pun dengan pandangannya terhadap laki-laki itu. Karena ada...