Chapter 25 | Seharusnya Tidak Berharap

67.7K 5.3K 463
                                        

Bersikap seolah semuanya baik-baik saja walau nyatanya terluka parah.

☁ ☁ ☁

"Cepat sembuh," Calvin menjeda ucapannya. "Jangan terlalu mikirin hal yang berat, jangan nyiksa diri sendiri. Bilang sama gue kalo ada sesuatu yang buat pikiran lo terganggu."

Tidak berubah. Calvin masih perhatian seperti dulu.

Lagi, Calvin mengelus pucuk kepala Dara. Lalu sudut bibirnya sedikit terangkat. "Jangan sakit, gue sayang sama lo."

Pintu ruangan terbuka menampilkan sosok sahabat-sahabat Calvin serta Cessa bersama dua sahabatnya. Mereka semua membeku di ambang pintu, terutama Cessa yang semakin merasakan sesak di dadanya. Namun, agar tetap terlihat baik-baik saja, ia berusaha mengukir senyum tipis walau terasa berat.

Calvin yang masih setia mengelus pucuk kepala Dara lembut. Seakan terhipnotis dengan suasana, kedua remaja itu belum menyadari kehadiran mereka. Sampai suara deheman Kino, menyadarkan kedua remaja itu.

Calvin yang awalnya membelakangi pintu masuk segera berbalik, begitupun dengan Dara yang langsung membuka mata yang awalnya terpejam. Calvin berdiri, kemudian berjalan menuju Cessa.

"Kenapa tadi nggak bilang kalo mau dateng?"

Cessa menggeleng. "Aku diajak temen-temen kakak. Katanya mereka udah tau kalo Kakak di rumah sakit, jadi ya gitu sekalian...," ujarnya sembari melirik ketiga sahabat Calvin.

Calvin menatap Kino yang kini berdiri di samping Cessa. "Pulang sekolah langsung ke sini?"

Walau tanpa bertanya pun, ia sudah tahu jawabannya, terbukti dari seragam sekolah yang masih melekat di tubuh keenam remaja itu.
Jarak rumah sakit ini dengan SMA Nusantara hanya terpaut beberapa puluh meter saja, jadi, tak heran jika mereka bisa sampai di sini secepat itu.

"Iya, gitu," balas Kino.

Memang, ketika bel pulang berbunyi, Gheisya memberi tahu kepada Cessa dan Chelsea kalau Kino mengajak mereka untuk menjenguk Dara di rumah sakit. Awalnya, Cessa menolak. Namun akhirnya mengiyakan juga saat dirinya terus-menerus dipaksa.

"Masuk. Ngapain masih di ambang pintu?" Suara Dara menginterupsi.

Sesuai interuksi Dara, keenam remaja yang masih berdiri di ambang pintu itu berjalan masuk. Mereka berenam langsung menuju sofa yang telah disediakan. Tak lupa, Fabian meletakkan parsel buah-buahan yang sempat mereka beli di jalan.

"Lo kapan pulang, Dar?" tanya Fabian setelah meletakkan parsel itu di atas nakas. Ia memandang wajah Dara sekilas, lalu berjalan menuju teman-temannya.

"Sore ini pulang," balas Dara pelan.

Fabian mengangguk, lalu kembali bergabung dengan pembicaraan di sofa. Membiarkan suasana mengalir begitu saja.

Dara menghela napas, entah mengapa di saat-saat seperti ini perutnya tiba-tiba berbunyi. Tangannya terangkat untuk mengambil bubur yang masih utuh di atas nakas. Namun, saat hendak mencapainya, tangannya tak sengaja menyenggol gelas sehingga menyebabkan gelas itu jatuh ke lantai dan menimbulkan suara yang cukup keras.

Calvin yang ikut duduk di sofa segera berdiri, lalu menghampiri Dara yang wajahnya masih terlihat shock. Ia menatap Dara tajam, lalu membentak gadis itu. "Lo mau apa?!"

Bukan hanya Dara yang terkejut akibat bentakan itu, tapi semua penghuni yang berada di ruangan.

"Gue laper," ujar Dara pelan.

"Kenapa nggak panggil gue aja? Apa susahnya sih ngeluarin suara?!" tanya Calvin bersamaan dengan napasnya yang tak beraturan. Dara yang dibentak sedemikian rupa, hanya bisa menunduk dalam diam.

CALVINO [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang