Seminggu berada di rumah sakit membuat Cessa rasanya ingin pulang saja. Ia terus merengek meminta pulang pada Bima dengan alasan makanan di rumah sakit itu tidak sesuai dengan seleranya. Hambar. Namun demi kesehatan juga kesembuhan Cessa, Bima tentu saja menolak mentah-mentah permintaan putrinya itu.
Jadwal mereka menemani Cessa pun bergantian. Pagi hari Dinda, siang hari Dara dan malam hari kedua orang tuanya dan juga Dara. Namun entah keberuntungan atau kesialan bagi Cessa siang ini, pasalnya Calvin malah menggantikan jadwal Dara karena gadis itu ada urusan dengan wali kelasnya.
"Cessa, makan dulu," ujar Calvin sembari menyodorkan sendok berisi bubur ke depan mulut Cessa. Namun masih tak ada respon dari Cessa. Gadis itu tak menghiraukan keberadaan Calvin, ia malah sibuk dengan ponsel di genggamannya.
Calvin beranjak dari duduk lantas meletakkan mangkuk bubur itu ke atas nakas. Ia kembali duduk di kursi samping brankar, lalu merebut ponsel Cessa dengan cepat yang mana membuat gadis itu mendelik kesal.
"Apalagi, sih?!"
"Gue bukan patung."
Cessa berdecak kesal. "Siniin handphone aku!"
"Gue nyuruh lo makan, bukan maen handphone."
Cessa mendengkus lantas membiarkan Calvin menyimpan ponselnya di saku celana laki-laki itu. Posisi Cessa saat ini tengah bersandar dengan pandangan menerawang ke jendela yang tembus ke taman rumah sakit. Dari dalam sana, ia bisa melihat beberapa pasien yang bermain di taman itu, mulai dari anak-anak, remaja bahkan orang tua. Kemudian pandangan Cessa berhenti pada anak kecil kisaran umur 6 tahun yang tengah duduk di kursi roda sendirian.
"Um ... aku boleh minta tolong?" Cessa bertanya ragu pada Calvin yang saat ini tengah menatapnya.
"Ya, apa pun, asal jangan minta handphone."
Cessa mencibir dalam hati. Sejujurnya, ia enggan meminta bantuan pada laki-laki itu. Namun tidak ada pilihan lain. Di ruangan ini hanya tersisa dirinya dan Calvin.
"Aku mau ke taman."
"Tap--"
"Kalo kamu nggak mau nemenin, aku sendirian aja."
Calvin menatap Cessa datar. Detik selanjutnya, ia berjalan ke sudut ruangan lantas mendorong kursi roda---yang memang telah disiapkan di sana---ke arah brankar Cessa. Kemudian dengan sangat hati-hati ia menggendong tubuh Cessa, lalu mendudukannya di atas kursi roda.
Calvin mendorong kursi roda ke luar ruangan. Mereka harus melewati beberapa puluh ruangan dulu, sebelum akhirnya tiba di taman rumah sakit. Taman itu bersih, terbukti dari tidak ada satu pun sampah plastik di sana. Taman yang didominasi warna hijau itu terdapat beberapa bangku panjang yang biasanya digunakan pasien untuk sekedar menghirup udara pagi. Di samping bangku-bangku itu terdapat lampu taman yang berdiri tegak. Di pinggir jalan setapak pun disediakan tempat sampah organik maupun anorganik dengan ukuran yang lumayan besar.
Jika Calvin sibuk meneliti keadaan taman, maka berbeda dengan Cessa. Netranya sibuk menjelajah sudut taman untuk menemukan keberadaan anak kecil tadi.
"Nah, itu dia!" serunya sembari menunjuk ke arah anak kecil tadi.
Calvin mengikuti arah telunjuk Cessa. Mengerti keinginan gadis itu, ia langsung membawa Cessa menghampiri anak itu. Setelah tiba di dekat anak kecil itu, Cessa mendongak guna menatap Calvin yang berada di belakangnya.
"Kamu bisa pergi, 'kan?"
Tanpa ada kalimat sanggahan, Calvin mengangguk singkat. Sebelum benar-benar pergi, ia menyempatkan untuk menepuk-nepuk kepala Cessa pelan. "Kalo ada apa-apa, teriak aja. Gue pasti langsung dateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
CALVINO [✔️]
Jugendliteratur[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Awalnya Cessa tak terlalu mengenal Calvin, laki-laki yang menjabat sebagai kapten basket di sekolahnya. Namun akibat insiden di belakang sekolah, hidupnya berubah, pun dengan pandangannya terhadap laki-laki itu. Karena ada...