Aku mungkin memaafkanmu, tapi belum tentu aku bisa melupakan perlakuanmu.
☁ ☁ ☁
"Mama!"
Teriakan itu menginterupsi Cessa dan juga mamanya yang sedang berdiri di samping sofa. Keduanya menoleh ke sumber suara. Jika mama Cessa menampilkan senyum tulusnya, berbeda dengan Cessa yang kini membelalakkan kedua mata.
"Kamu?!"
"Lo?!"
"Kalian saling kenal?" Mama Cessa menatap Cessa dan seorang gadis yang kini berjalan ke arahnya. Ia dibuat bingung saat anak sulungnya yang tak lain adalah Dara melempar tatapan sinis untuk Cessa.
"Mama ngapain bawa dia ke sini?" tanya Dara sembari melipat kedua tangan di bawah dada. Ia meneliti penampilan Cessa dari atas kepala sampai ujung kaki.
"Kalian saling kenal?" Bukannya menjawab pertanyaan dari putri sulungnya, Dinda kembali melontarkan pertanyaan awalnya.
"Iya," balas Dara sewot, "Mama ngapain bawa dia ke sini?" tanyanya.
"Syukur deh kalo udah saling kenal," Dinda menatap Dara lembut sembari mengelus surai hitam Cesaa, "Dia ini saudara kamu."
Dara membelalakkan kedua mata lantas berjalan tergesa menghampiri Dinda yang kini sudah berjalan menuju sofa, lalu mendudukkan bokong di sana.
"Mama apaan sih! Nggak usah bercanda, nggak lucu!"
Dinda mengalihkan tatapan dari layar ponselnya yang menyala, ia menatap Dara lembut. "Kurang jelas? Cessa saudara kamu, Sayang."
"Nggak mungkin! Aku itu nggak punya saudara dan selamanya akan tetap begitu!" Napas Dara memburu. Dadanya naik-turun menandakan bahwa ia benar-benar kesal. Selama ini ia sudah bersyukur hidup dalam keluarga yang terbilang harmonis. Ia takut. Takut jika kehadiran Cessa akan merubah semuanya, termasuk kasih sayang orang tuanya.
"Sayang, dia memang saudara kamu. Dari awal kamu emang punya adik dan adik kamu itu Cessa." Dinda mengelus surai halus Dara yang terlihat enggan menatap ke arahnya. Posisi Dinda yang berada di tengah-tengah, membuat ia dengan leluasa memperhatikan kedua putrinya.
Dara menatap Cessa yang juga tengah menatap ke arahnya. "Lo ngapain diam aja! Bilang sama mereka kalo lo bukan saudara gue!"
Mendapat bentakan seperti itu, membuat Cessa menunduk dalam. Suasana ini membuatnya merasa serba salah. Di satu sisi ia bahagia bisa bertemu keluarga kandungnya, sementara di sisi lain ia takut Dara tidak bisa menerima kehadirannya sebagai saudara.
"Dara! Yang sopan sama adik kamu!" bentak Dinda yang mana membuat Dara spontan menatap wanita itu.
Napas Dara memburu. "Selamanya, Ma. Selamanya aku nggak sudi punya saudara kayak dia!"
"Lagian dia juga punya orang tua," imbuh Dara.
Bima datang dari arah belakang dengan setelan yang sudah berganti. Ia berjalan menuju sofa, lalu mendudukkan bokong di sofa yang berbeda dengan anak dan istrinya.
"Aku tau!" Dara menjentikkan jari telunjuknya ke atas yang mana merebut atensi ketiga orang yang berada di sana, "Pasti Mama sama Papa ngadopsi dia, 'kan? Gara-gara dia udah nggak punya orang tua lagi. Mama sama Papa cuma kasian sama dia, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CALVINO [✔️]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Awalnya Cessa tak terlalu mengenal Calvin, laki-laki yang menjabat sebagai kapten basket di sekolahnya. Namun akibat insiden di belakang sekolah, hidupnya berubah, pun dengan pandangannya terhadap laki-laki itu. Karena ada...