"Terlihat mustahil namun kini aku menjalaninya. Takdir sudah seperti Atta halilintar yang suka prank."
-Aretha Kania (Handoyo)💃💃💃
Penghuni rumah keluarga Handoyo kini sudah sedikit tenang. Masing-masing dari mereka sudah mencurahkan segala ketakutan-ketakutan yang selama tujuh belas tahun hadir dan menghantui mereka.
Kini keempat orang yang selama ini dianggap sebagai keluarga paling bahagia menurut tetangga, sedang berkumpul di meja makan. Hanya bunyi antara sendok dan piring yang bergema di ruangan ini. Seolah guyonan-guyonan yang selama ini mewarnai keluarga ini, kini sedang pamit untuk istirahat dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Sania masih terus diam dan membisu. Ia seolah masih tidak percaya jika ketakutannya selama ini akan terjadi. Namun tak urung, ia merasa hatinya melega. Rahasia yang mengganjal dan menyamar menjadi momok yang paling ditakutinya kini perlahan mulai mengecil. Membuat hatinya menjadi lebih ringan.
Namun ia masih takut.
Takut kehilangan anak yang selama ini sudah ia anggap sebagai permata-nya.
"Kania."
Suara Handoyo memecah keheningan. Membuat Kania yang dari tadi menundukkan kepalanya kini menatap salah satu anggota Avengers yang selama ini melindunginya dari apapun.
Handoyo menghela nafas panjang. Mencoba menguatkan diri agar pertahanannya tidak runtuh. Ia seorang kepala keluarga. Harus tetap terlihat kuat meskipun segala badai sedang mengancam keluarga tercintanya ini.
Menatap mata Papa nya yang terlihat sayu membuat Kania tidak tahan. Ia berlari untuk memeluk laki-laki yang selama ini ia anggap cinta pertamanya setelah Gafa. Handoyo jarang berada dirumah. Namun ia bisa selalu ada disaat Kania merindukannya. Selalu menyempatkan diri untuk menelfon Kania bahkan disaat kerjaannya sedang setinggi gunung Everest. Yang rela langsung pulang saat mendengar Kania sakit. Dan orang yang akan tegas memarahi siapapun yang membuat putrinya terluka.
Kini pertahanan nya runtuh. Ia menangis dalam diam sembari memeluk putri nya yang baru ia sadari sudah cukup dewasa. Dan siapapun tau, Handoyo tidak pernah memperlihatkan tangisnya di depan orang lain. Namun Handoyo sedang diujung batas ketakutannya. Ia takut, cahaya yang selama ini menyinari keluarga kecilnya akan hilang dan justru bersinar di keluarga lain.
"Maafin Kania Pa....."
Handoyo menggelengkan kepalanya menyangkal. Memegang tangan Sania yang duduk disampingnya seolah menarik Sania untuk ikut merasakan kehangatan dari pelukan ini. Sania menurut dan memeluk Kania erat. Gafa ikut bangkit. Tangannya melingkar pada tubuh orang-orang yang selama ini menjadi alasannya menjalani kehidupan.
Mereka mulai melonggarkan pelukan dan kembali duduk di bangku masing-masing. Namun Kania menarik bangkunya dan duduk ditengah tengah Sania dan Handoyo.
"Kamu sudah besar." Handoyo tersenyum sembari mengelus lembut rambut Kania. "Makasih udah selalu membuat keluarga ini bersinar ya, nak."
Kania kembali memeluk Handoyo. "Kania nggak akan ninggalin kalian..."
Sania tersentak. Menarik wajah Kania pelan agar menatapnya. "Kamu...nggak mau kembali ke orang tua kandung kamu?" Seolah ada titik terang, Sania bahkan menunggu jawaban Kania harap-harap cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIA
Fiksi Remaja(SUDAH TAMAT) 💃💃💃 Jika biasanya hanya para lelaki yang tidak pernah mau berurusan dengan wanita. Kisah ini berbeda. Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis ceria bernama Aretha Kania Handoyo yang tidak pernah mau berurusan dengan laki-laki d...