Chapter 1

42 6 1
                                    

Almira duduk di atas sofa sembari melahap cornetto, cemilan kesukaannya. Tidak dapat dipungkiri lagi, jika gadis berdarah syarif itu sangat mencintai sesuatu yang berjenis ice cream. Ditemani panasnya siang hari, ia kembali menatap satu keluarga yang baru saja pindah menjadi tetangga barunya itu.

"Almira," panggil seorang wanita paruh baya di belakangnya.

"Kenapa tak mengetuk, bu?" tanya Almira menatap ibunya dingin.

"Oh maaf." Karolin mendekati putri sulungnya itu. "Ayo turun, sambut kedatangan tetangga baru kita,"

Almira menautkan kedua alisnya "Haruskah?"

Karolin mengelus pelan rambut anaknya. "Kenapa? Bukankah itu tradisi kita dari dulu?"

Almira tak membantah lagi, ia tampak mengambil jaketnya karena di luar sedang hujan disertai panas. Dalam hatinya, sebenarnya ia sangat kesal karena banyak tradisi yang harus diikutkannya. Rumah tetangganya hanya terpaut beberapa meter dari rumahnya. Dari kejauhan, sudah tampak Syarif Abdurrahman Al-qadri ayahnya dan adiknya Syarif Abdurrahman Yusuf.

"Maaf lama menunggu," ucap Karolin saat sampai di hadapan keluarga baru itu.

"Oh, tidak apa-apa. Maaf, kami tidak bisa mempersilahkan duduk didalam karena masih berdebu." Jawab wanita seumuran Karolin tersenyum.

"Tidak apa-apa, wajar saja. Kalian kan baru pindah" sanggah Rahman, panggilan dari ayah Almira.

"Ibu, barang yang lain dimana?" tanya seorang lelaki tampak seumuran dengan Almira. Wajahnya tampak bersih, rahangnya terlihat tegas, dihiasi bibirnya yang kecil dengan poster tubuh yang bagus seperti atlet.

"Ini anak kami, Nanda." Ucap ayah Nanda, Hasbi Diesta.

"Oh ini perkenalkan anak kami satu-satunya, namanya Nanda. Umurnya sama kok seperti Almira, jadi nanti berangkat sekolahnya sama-sama saja." ujar ibu Nanda, Dyah.

Almira tersenyum saat Dyah melihatnya. Ia mengangguk hambar, tidak terpikirkan sama sekali akan berangkat bersama orang lain selain sopir pribadi ayahnya. Apalagi bersama seorang lelaki yang baru dikenalnya.

Almira melihat ibu dan ayahnya sedang sibuk mengobrol dengan tetangga barunya itu. Ia beranjak pergi meninggalkan mereka dan kembali ke kamar, lebih baik belajar pikirnya.

"Almira, Almira_" panggil seorang lelaki dari belakangnya.

Almira mempercepat langkahnya menuju lapangan basket yang terletak di samping rumahnya, ia yakin suara itu pasti Nanda. Tanpa ia sadari jika lantai begitu licin, sudah lama tidak dirawat dan digunakan olehnya. Keseimbangannya seketika itu pun runtuh, ia hampir jatuh terempas ke lantai dasar. Namun, tubuh kecilnya ditahan oleh seseorang. Nanda.

"Kenapa pergi?" tanya Nanda tersenyum.

Almira menolak Nanda agar jauh darinya. Ia tak menjawab pertanyaan Nanda dan berlalu begitu saja. Yang jelas, ia sangat benci pertanyaan.

"Tunggu, Almira_" teriak Nanda mengejar Almira yang mulai jauh.

"Kenapa kau sangat dingin? Hey, kenalkan namaku Nanda Diesta. Oh ya, kita nantinya akan satu sekolahan, kan?"

Langkah Almira terhenti, ia sangat terganggu dengan perkataan Nanda barusan. Ia melihat senja yang mulai tampak lalu menatap Nanda yang sedari tadi mengikuti langkahnya.

"Perlu kau tahu, aku sangat benci pertanyaan. Dan ingat, jangan pernah mendekatiku lagi" jawab Almira tegas, ia berlalu dari hadapan Nanda.

Nanda terdiam, seketika itu senyum khasnya terukir manis di wajahnya. Baru kali ini ia bertemu dengan cewek sedingin Almira, tetangga barunya. Ia menatap punggung Almira yang kini telah jauh berjalan dari tempatnya berdiri.

"Almira." ucapnya setengah berteriak.

###

Almira mengucir satu rambutnya ke kiri dan membiarkan poni panjangnya menutupi pelipis serta pipinya. Ia tampak tomboi dengan penampilan rambutnya itu.

"Kak, tolong Yusuf dong" ucap Yusuf adiknya yang sekarang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Almira duduk di atas meja belajarnya dan menatap adiknya sekilas sembari merapikan baju seragamnya. Yusuf mendekati Almira dan memberikan dasi berwarna biru di hadapan kakaknya. Almira menatap datar dasi yang dipegang Yusuf.

"Yusuf, Almira_ ayo nak turun, sarapan." Teriak Karolin dari lantai dasar.

Yusuf bergegas turun dan meninggalkan Almira seorang diri. Almira menggurutu kesal, kenapa Yusuf memintanya untuk memasang dasi? Padahal ia sudah mengatakan pada Yusuf jika ia tidak bisa. Almira mengambil tasnya dan turun kebawah bergabung bersama keluarganya untuk sarapan.

"Ah tidak apa-apa, om. Nanda udah hafal kok jalan ke sekolah."

Almira mengenal suara itu, ia kaget ketika melihat Nanda duduk di kursi yang biasanya ia tempati. Apa yang sedang dilakukanmya disini? Almira berbalik menaiki satu persatu anak tangga.

Karolin baru saja datang dari arah dapur membawa selai cokelat menangkap tingkah laku anaknya yang mencurigakan. "Almira_"

Langkah Almira terhenti saat Karolin memanggil namanya. Semua mata tertuju padanya yang tengah diam membisu di tengah anak tangga.

"Ada apa, Almira? Ayo sarapan bersama, nanti kamu bisa terlambat." Titah Rahman.

Almira mengangguk, ia kembali menuruni anak tangga dengan berat hati. Tatapannya tetap lurus kedepan, walaupun Nanda tampak sedang melambai dan tersenyum ke arahnya. Kursi bertambah satu dan ditaruh tepat di depan Nanda.

Almira duduk dengan hati-hati. Tatapannya lurus pada hamburger yang telah diletakkan rapi di atas piringnya. Ia tersenyum dingin, makanan kesukaannya sudah siap untuk dilahap. Tanpa berpikir panjang Almira menggigit hamburger itu ke mulutnya.

"Enak kan? Itu Nanda yang bikin sendiri loh," Karolin tersenyum sambil mengoles selai cokelat ke rotinya.

Spontan Almira tersedak, hamburger yang dilahapnya sekian nikmat itu segera diletakkannya kembali ke atas piring. Ia baru menyadari jika hamburger itu berisi tomat mentah. Almira meneguk susu cokelat di sampingnya.

Almira beranjak dari duduknya lalu bersalaman dengan Rahman dan Karolin. Ia menjinjing tasnya dan berjalan secepat mungkin menuju garasi.

"Almira, kenapa buru-buru?" tanya Karolin heran.

"Ada tugas yang harus kukerjakan di sekolah, bu." Jawab Almira.

Ia melihat pak Kusir, sopir pribadi ayahnya sedang mencuci mobil. Apa yang dilakukannya? What? Sebentar lagi masuk.

"Pak, kenapa harus sekarang mencuci mobil?" tanya Almira.

Pak Kusir menghentikan pekerjaannya sebentar, ia melirik ke arah Almira.

"Loh, kata pak Rahman, non Almira berangkatnya sama siapa sih itu namanya?" tanya pak Kusir bingung.

"Sama Nanda, pak." Jawab Nanda yang telah duduk diatas motornya.

"Oh ya bener, den Nanda. Jagain ya, den. Awas putri syarifah kenapa-napa," titah pak Kusir tersenyum.

Almira tak ingin ambil pusing karena 15 menit lagi sekolah akan masuk. Awalnya ia ngeri naik kendaraan beroda dua ini, hanya saja tak ada pilihan lain. Almira duduk di boncengan dan memegang sedikit baju Nanda yang terombang-ambing karena hembusan angin pagi yang begitu kencang.

Nanda membawa motornya yang bermerk matic itu agak cepat. Almira tetap di posisi awalnya, duduk miring karena menggunakan rok.


Salam Literasi...

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang