"Apa bisa dipelankan?" tanya Almira menepuk pelan punggung Nanda.
Nanda memperlambat jalannya. "Kenapa? Kamu takut kalau aku bawa cepat ya?"
Almira tak menjawab, hanya semilir angin pagi yang menusuk di tubuhnya. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Motor Nanda tiba-tiba berhenti, padahal jarak sekolah masih lumayan jauh.
"Gimana nih, Al? kayaknya mogok deh." Sebuah kabar buruk datang begitu saja dari mulut Nanda.
Almira mendengus kesal, kalau kejadiannya seperti ini, sudah pasti positif dihukum. Ia berjalan terlebih dahulu dari Nanda, perasaanya bercampuk aduk menjadi satu.
"Apa ada bengkel di sekitar sini?" tanya Nanda menyusul.
Almira menggeleng, tanda ia tidak tahu, mungkin lebih tepatnya ia tak melihat keadaan luar sewaktu di antar pak Kusir mengantarnya.
"Percuma aku isi bensin kemarin," gerutu Nanda tetap mendorong motornya.
Nanda menyipitkan matanya, sebuah harapan kecil datang di perempatan jalan, dari kejauhan tampak bengkel motor baru saja dibuka oleh pemiliknya. Dengan semangat Nanda mendorong motornya lebih cepat.
"Pak, buka sekarang ya?" tanya Nanda.
Almira mendengus kesal, sempat-sempatnya ia bertanya seperti itu. Sudah jelas mereka sedang bersiap-siap untuk kerja.
"Ya iyalah dek, motornya kenapa?" tanya bapak berkumis tebal itu menunjuk motor Nanda.
"Ini pak, tiba-tiba mogok" jawab Nanda.
Almira memilih untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari kedua pria itu.
Bapak itu mengangguk. Ia mulai mengambil posisi mulai dari berdiri hingga jongkok melihat kerusakan motor Nanda.
Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponsel Almira. Tyas teman sebangkunya.
>Almira, kamu dimana? Udah ada bu Eka nih
<Iya aku lagi di jalan.
"Ini dek, gara-gara businya udah kelamaan. Lain kali adek periksa dulu, kasian tuh pacarnya nunggu" jelas bapak berkumis itu sembari mengembalikan sisa uang Nanda.
Nanda dan Almira saling pandang. "Kami temen aja kok pak" jawab Nanda menghidupkan mesin motornya.
"Oh gitu ya, soalnya cocok" jawab bapak itu.
Tanpa sengaja Nanda menancap gas saat Almira baru saja duduk di atas boncengan.
"Nanda_" teriak Almira mencubit perut Nanda.
Nanda memelankan gasnya dan merintih kesakitan. "Maaf, maaf. Gak sengaja ngegas,"
Almira dongkol, hari ini ia rasakan begitu sial karena Nanda, ia masuk kedalam absen terlambat hari ini. Di sepanjang perjalanan, Almira terus mengawasi arlojinya yang telah menunjukkan pukul 7:7. Bagus, 3 menit lagi genap 10 menit terlambat. Dari kejauhan, tampak gerbang sekolah baru saja ingin ditutup oleh sekuriti.
"Pak, tunggu_" teriak Nanda.
Pak Lima berhenti menutup gerbang, ia melihat santai ke arah Nanda.
"Kamu anak mana? Baju seragam aja beda," jawab pak Lima kembali menutup gerbang. Ia tak melihat jika ada Almira di belakang Nanda.
Almira turun dari boncengan. "Pak Lima, saya anak sini"
Pak Lima melihat ke arah Almira dan mengangguk. "Memangnya kenapa? Ini sudah bel,"
Almira tidak ada acara lain, ia mengeluarkan beberapa peser uang dari dalam sakunya dan memberikannya pada pak Lima. Spontan pak Lima langsung membuka kembali gerbang dan mempersilahkan Almira masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Ficção Adolescente"Ada apa?" tanya Nanda melepas tarikan Almira. "Aku yang bertanya, kau kenapa? Ingin memanas-manaskan aku?!" tanya Almira kesal. Nanda terdiam, ia baru mengerti jika Almira ingin membahas kenapa ia tiba-tiba berubah seperti ini. "Itu karena kau! Kau...