Chapter 6

13 3 0
                                    

"Tunggu, jangan marah dulu. Aku... aku hanya mengantar makanan untukmu" jawab Nanda setengah tertawa.

"Dimana bibi?" tanya Almira terdengar sinis.

"Lagi masak di dapur, kau tahu? Ibuku bilang, tidak boleh menyuruh orang yang lebih tua untuk mengerjakan tugas yang masih bisa kau kerjakan." Pesan Nanda tanpa rasa bersalah.

"Aku tak butuh nasehat darimu," Almira kembali duduk di kursi belajarnya sembari melahap cornetto.

"Di nasehati tidak mau, terserah_" bisik Nanda.

"Apa kau bilang_" Almira sangat kesal, ia mendekati Nanda kemudian mencubit perutnya.

"Hey, sakit. Dasar cewek aneh," Nanda menjulurkan lidahnya.

Almira sontak melayangkan cornetto ke pipi tirusnya Nanda, ia tertawa "Rasain tuh!"

Baru kali ini Nanda melihat senyuman lebar Almira yang menampakkan kedua lesung pipinya yang tajam. Wajahnya tampak manis tanpa polesan make up sedikit pun.

"Udah, mendingan kamu pergi sana" usir Almira menyadarkan Nanda yang sedari tadi terdiam.

"Nggak, sebelum kamu maafkan aku" Nanda mencolek sisa cornetto dan memoleskannya di pipi Almira.

"Iih, sana." Almira mendorong Nanda hingga keluar dari kamarnya

"Besok aku jemput kamu," ucap Nanda sebelum Almira menutup pintu kamarnya.

"Nggak mau_" jawab Almira menutup pintumya keras.

Nanda tertawa mendengar suara Almira yang terdengar seperti anak kecil. Ia berjalan menuruni anak tangga satu persatu, perasaannya sangat senang saat ini.

"Wah, lebar banget tuh senyum" ucap Yusuf tersenyum. "Gimana, kak Almira udah maafin abang belum?"

Nanda mengangguk, "Cara kamu ampuh banget, abang sampai bisa lihat senyuman lebar kakak kamu. Baru sekali!"

Yusuf tampak tersenyum girang.

Sebatas senyuman lebar, dapat membuatku seperti nge-fly di udara. Almira, Almira_ batin Nanda.

###

"Bu," Nanda mendekati ibunya yang tengah menonton televisi bersama ayahnya.

"Ada apa? Udah belum minta maafnya?" tanya ibunya.

Nanda mengangguk tersenyum, "Bu, selain makanan, cewek itu sukanya apa?"

"Yah, anak kita kayaknya lagi jatuh cinta nih," Dyah tersenyum menyenggol ayah.

Tatapan Hasbi beralih pada anak semata wayangnya itu. "Dulu, ayah juga pernah jatuh cinta sama teman sebangku ayah, sudah berencana buat nyatain perasaan, eh nggak taunya keduluan sama yang lain_" Hasbi tertawa menggantung pembicaraannya.

"Lalu, gimana ayah bisa ketemu sama ibu?" tanya Nanda penasaran.

Dyah dan Hasbi saling pandang, keduanya tersenyum.

"Ibu dan ayah dulu, dijodohkan sama orang tua." Jawab Dyah menelan air ludah.

"Hmm, ayah sama ibu nggak kepikiran buat jodohin Nanda, kan?" tanya Nanda curiga.

"Ya nggaklah, yang menjalani hubungan kamu, lagi pula ini bukan zaman siti nurbaya lagi, iya kan, yah?" tanya Dyah menyandar di bahu Hasbi.

Hasbi mengangguk, "Oh iya, kamu tadi nanya sukanya cewek apa?"

Nanda mengangguk antusias.

"Yang ayah tau, kalau cewek itu, sukanya cokelat atau bunga_" jawab Hasbi.

"Ibu nggak suka bunga, nih ya kalo ibu sendiri sih, suka sama barang yang membantu hobi ibu." Jawab Dyah.

"Maksudnya?"

"Ibu kan suka main voli dulu, nah ibu pernah loh di kasih bola voli sama mantan ibu_" ucap Dyah tersenyum.

"Ibu apa-apaan, ayah kan juga pernah belikan ibu bola." Jawab Hasbi tak mau kalah.

"Itu bukan bola voli, yah. Tapi bola kasti_" jawab Dyah tertawa kecil.

Bagaimana, pulang sekolah besok aku bersihin aja tuh lapangan basketnya Almira?! Jadi, dia nggak bakal jatuh lagi.

Nanda tersenyum, kemudian berjalan masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai dua. Ia merebahkan dirinya di atas ranjang, mengistirahatkan tubuhnya untuk menjemput Almira besok pagi.

###

"Nanda bangun, nak. Sudah siang, kamu tidak sekolah? Pasti belum sholat!" tanya seseorang mengetuk keras pintu kamar Nanda.

Nanda terbangun, ia melihat jam dinding yang tepat berada di depannya. Matanya membesar melihat jam menunjukan pukul 06:35. Ia tersentak langsung masuk ke kamar mandi, kemudian mengenakan seragamnya yang berada di lemari.

"Almira? Dia berangkat dengan siapa?" tanya Nanda sembari berlari menuruni anak tangga.

"Nanda, sudah sholat belum? Jangan lupa sarapan dulu!" ucap Dyah melihat Nanda buru-buru.

"Nggak sempat, bu. Nanda mau jemput Almira dulu_" Nanda memakai sepatunya dan berjalan ke garasi mengambil motornya.

Dyah menggeleng-geleng kepalanya, hanya karena ingin menjemput Almira ia tidak sempat sholat subuh.

Dilajukan motornya sampai ke depan rumah Almira, "bi, ada Almira tidak?" tanya Nanda pada bi Rosa.

"Non Almira baru saja berangkat, den. Biasanya non Almira itu berangkat awal. Tapi, tadi dia duduk di teras sepertinya nunggu seseorang." Jelas bi Rosa.

Pasti dia nungguin aku?! Batin Nanda.

"Makasih ya, bi." Nanda melajukan motornya diatas 50 km/jam.

Bukannya memparbaiki keadaan, Nanda malah membuat masalahnya semakin membesar. Segala pertanyaan melayang memutari otaknya.

Apa Almira akan marah atau biasa-biasa saja, ya? Dia kan cewek aneh?!

Dari kejauhan, Nanda melihat jika seorang gadis berseragam sama sepertinya baru saja keluar dari mobil sedang hitam dan bergegas masuk kedalam halaman sekolah sebelum pak Lima menutup gerbang.

"Almira, Almira_" teriak Nanda hanya fokus pada Almira.

Bruuuk....

Sebuah mobil menyerimpit badan motor Nanda, motornya oleng, ia terjatuh hingga kepalanya membentur batu di pinggir jalan, darah segar dari kepalanya terasa mengalir. Samar-samar dilihatnya, orang-orang mulai berlari mendekatinya.

"Nanda..." seorang gadis memanggil namanya lalu mengguncang tubuhnya. "Bangun Nanda_ pak tolong pak! Ayo pak! Nanda bertahanlah,"

Samar dilihatnya namun jelas terdengar dari suara khas gadis itu. Nanda tersenyum melihatnya, lukanya seakan-akan sembuh atas perhatian gadis yang matanya kini mulai berkaca-kaca menghawatirkannya.

"Maaf ya, Almira_ aku tadi kesiangan," ucap Nanda saat pak Lima dan pak Kusir mengendongnya ke UKS.

"Jangan pikirkan itu!" nadanya terdengar tegas dan cemas.

Akhirnya mereka sampai di UKS. Almira, pak Kusir dan pak Lima diminta untuk keluar karena luka Nanda harus segera di bersihkan lalu dijahit. Almira menggigit jari jemarinya, tangannya bergetar. Bagaimana tidak, ia sendiri menyaksikan tabrakan itu, saat Nanda memanggil namanya.

Salam Literasi...

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang