Chapter 24

11 3 0
                                    

Lima tahun kemudian,

Nanda berdiri di samping temannya yang mengenakan seragam yang sama sepertinya. Perjuangan ia bersama teman-temannya akhirnya terselesaikan, mereka sudah resmi menjadi TNI AD. Ia tersenyum lega, selama 5 tahun ini, perjuangannya ternyata tidak sia-sia. 1 tahun berada di Pesantren dan mengabdi menjadi calon anggota TNI AD selama 4 tahun.

"Istriku pasti sudah menungguku di rumah," ucap Diko tersenyum sambil menyenggol bahu Nanda.

"Kamu sudah menikah toh, Dik?" tanya Gusti kental dengan Bahasa Jawa.

"Ya udah, lah. Istriku ada di Kalimantan sana!" jawab Diko.

"Yah, aku teh masih jomblo atuh." Sambung Riki.

"Oh ya, bagaimana cewekmu itu, Nanda? Bagaimana? Mau langsung dilamar?" tanya Gusti menyeruput segelas kopi.

Siang ini, Diko, Gusti, Riki dan Nanda sedang berkumpul di sebuah warteg sebelum pulang ke daerahnya masing-masing. Mereka adalah empat bersahabat saat menimba ilmu di asrama, senang susah sudah mereka lalui bersama.

Nanda menggeleng, "Kamu sudah tahu kan, Gus. Ayahnya itu nggak setuju."

"Yah, harus diperjuangin atuh kang! Masih ada rasa, kan? Lanjut saja." Pesan Riki.

Nanda tersenyum kecut, "pasti sudah ada yang baru disana, aku duluan, ya. Pesawat satu jam lagi mau berangkat."

"Iya, hati-hati. Kalau berjumpa, jangan lupa buat menyapa." Ujar Diko.

Keempat sahabat itu saling berpelukan, mereka pasti akan rindu satu sama lain. Nanda mengangguk tersenyum kemudian ia berjalan cepat saat menyinggahi bus.

"Eh, Nanda, kan?" tanya seorang wanita bercadar hitam. Ia juga berdiri bersama Nanda saat ini.

Nanda menoleh ke asal suara, ia tersenyum simpul, tidak mengenali wanita itu.

"Siapa, ya?" tanya Nanda.

"Orang yang bertemu denganmu sewaktu di pesawat." Jawabnya.

Nanda tampak berpikir sesaat, "Nafisah, ya?"

Wanita itu mengangguk cepat, "Kamu hebat, sekarang sudah menjadi seorang tentara." Ucapnya melihat seragam yang digunakan Nanda.

"Ini semua karena do'a kedua orang tuaku." Jawab Nanda. "Kalau boleh tahu, kamu mau kemana? Sepertinya mau berpergian jauh?" tanya Nanda melihat Nafisah membawa tas di punggungnya.

"Ke bandara, mau pulang ke Jakarta." Jawabnya.

"Jakarta? Aku juga."

Ternyata dia orang Jakarta. Batin Nafisah tersenyum.

###

Nanda memandangi foto Almira sewaktu keduanya pergi ke pekan raya, foto satu-satunya.

"Siapa dia?" tanya Nafisah datang membawa dua gelas minuman dan duduk agak berjauhan dari Nanda.

"Dia calon istriku," jawab Nanda singkat.

Jawaban Nanda membuatnya tersentak, ia tersenyum simpul, ternyata sudah ada wanita yang mendahului dirinya. Perasaannya ternyata bertepuk sebelah tangan, sudah lama ia menyimpan rasa itu, 5 tahun sudah.

Nanda tak menyadari apa yang barusan ia katakan, "Tadi, hanyalah angan-angan. Maafkan aku."

"Tidak apa-apa, ini." Nafisah memberikan segelas minuman pada Nanda.

"Terima kasih." Ucap Nanda menerimanya.

Keduanya tengah duduk di kursi bandara, sembari menunggu keberangkatan pesawat. Nanda menceritaka sekilas tentang kisahnya bersama Almira pada Nafisah.

"Cobalah untuk yakin, insya allah. Allah pasti bantu," pesan Nafisah.

"Tidak mungkin selama 5 tahun ini dia tidak menemukan pasangan yang lebih baik dariku, apalagi dia tengah kuliah di Jerman." Jelas Nanda memelas.

"Cobalah berpikir jauh lagi, wanita itu rela menunggu sampai kapan pun orang yang ia sayangi, karena kesetiaan wanita itu sangat berarti, ia sangat sulit untuk mencoba hal yang baru jika sudah nyaman pada hal yang lama." Jelas Nafisah menahan remuk di dadanya.

Nanda menggut-manggut mengerti, "Apa kamu pernah seperti itu?"

Sa-saya sudah menunggumu 5 tahun ini, ternyata di hatimu sudah ada wanita lain. Lalu saya harus apa?! Batin Nafisah.

"Nafisah..." panggil Nanda membuyarkan lamunan Nafisah.

"I-iya, oh ya kalau itu saya pernah. Walaupun dia akhirnya bersama orang lain." Jawab Nafisah sembarangan.

Nanda tampak mencerna perkataan Nafisah.

"Sudah, jangan dipikirkan! Itu tudak penting." Ucap Nafisah cepat.

Siapa lelaki itu? Tega sekali dia! Batin Nanda.

I'm fine. Kalau kamu lebih bahagia dengannya Nanda.

###

[Assalamu'alaikum, bu.]

Almira menarik kopernya, siang ini ia baru saja pulang dari Jerman, syukurlah ia memperoleh nilai yang baik saat kuliah di sana.

[Wa'alaikumsalam sayang, kamu sudah sampai di bandara? Ibu sudah masak makanan kesukaanmu loh.]

[Iya nih, bu. Almira baru saja sampai di bandara. Wah... nggak sabar banget nyobaiin masakan Indonesia lagi!]

[Sebentar lagi, ibu, Yusuf dan ayah kesana. Kamu tunggu saja ya.]

[Ayah?] Almira hening sesaat.

[Iya. Semenjak kamu pergi ke Jerman, ayah berubah. Tidak tahu mengapa, suatu keajaiban, kan?] suara Karolin terdengar antusias.

[Alhamdulillah, syukurlah, Almira jadi senang.]

Almira terdiam sesaat ketika matanya tak sengaja melihat seorang lelaki mengenakan seragam tentara dan wanita di sampingnya mengenakan cadar hitam, matanya tiba-tiba memanas, lelaki dan wanita itu tampak dekat sekali.

[Almira? Hallo...] panggil Karolin tak mendengar suara putrinya.

Almira tersentak [Na-nanti Almira telepon lagi. Assalamu'alaikum.]

Almira memutuskan teleponnya secara sepihak, kepulangannya ternyata membawa perihal tak sedap saat pertama kali menginjakkan kakinya di bandara Soekarno-Hatta setelah sekian lama ia berada di Jerman.

Apa aku yang hanya berharap padanya?! Batin Almira.

Ia tak kuasa membendung air matanya lagi, ternyata penantian itu tak mungkin akan terbalaskan kembali. Lelaki dengan rahang yang tegas itu, wajahnya sangat mirip dengan Nanda.

Aku berharap jika dia bukanlah Nanda. Batinnya mencoba untuk tetap tegar.

Almira merapikan pasmina-nya yang terjulur panjang, hari ini ia tampak begitu mempesona dengan blus panjang coksu serta pasmina instan berwarna navy. Tatapannya tak lepas dari dua sejoli yang sedang duduk di kursi tunggu. Segera ia tepiskan pikiran buruknya, menganggap jika orang itu adalah orang lain.

Astaghfirullah, ya allah. Kenapa perasaanku tumbuh lagi?! Almira mulai menyalahkan dirinya sendiri.

"Kakak..." panggil Yusuf dari jauh.

Almira kaget mendengar teriakan Yusuf yang langsung memeluknya. Ia terdiam sesaat, perasaannya mulai bercampuk aduk menjadi satu. Entah apa yang sedang ia rasakan saat ini, harus senang karena sebentar lagi akan berkumpul bersama keluarganya lagi atau sedih karena seseorang yang ia kagumi selama ini telah menjadi milik orang lain.

"Kak, kakak..." panggil Yusuf melihat kakaknya terdiam, ia melihat tatapan kakaknya.

"Siapa?" tanya Yusuf melihat arah mata yang dituju kakaknya. "Itu bang Nanda, kan? Wah, keren! Bang Nanda jadi tentara?!"

Almira membungkam mulut adiknya dengan telapak tangannya, "Jangan keras-keras! Itu bukan bang Nanda!" bisik Almira.

"Itu bang Nanda!" bisik Yusuf kembali.


Salam Literasi... 

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang