Chapter 21

14 3 0
                                    

Ia pun masuk ke dalam supermarket yang ukurannya tidak terlalu besar, langkahnya menuju freezer yang berada di pojokkan sebelah kanan. Namun, langkah itu terhenti saat melihat Fatur membuka freezer dan mengambil beberapa jenis es krim termasuk cornetto.

Itu punyaku! Rengek Almira di dalam hati.

Setelah mengambil beberapa es krim, Fatur kembali menutup freezer dan berbalik ke arah ia berjalan sebelumnya. Untung saja ia tak melihat Almira tengah berdiri tak jauh darinya, dengan langkah cepat, Almira membuka freezer dan mencari cornetto yang dicarinya. Cemilan itu tak kunjung ia temui, Almira menatap gundah, nafasnya terengah-engah, rasanya ingin melempar semua es krim ini keluar. Sudah bersusah payah berjalan namun cornetto yang diinginkan tak dapat.

"Cari ini?" tanya seseorang melihatkan cornetto miliknya.

Mata Almira bersinar, senyumannya mengembang. Segera ia mengambil cornetto itu, walaupun masih dengan sifatnya yang datar.

"Terima kasih." Ucap Almira ketika mengetahui siapa pemilik cornetto tersebut.

"Sama-sama, udah saya bayarin." Jawabnya menyeringai lebar.

Tanpa basa-basi lagi, Almira langsung keluar dari supermarket tanpa membawa apapun kecuali cornetto pemberian Fatur. Fatur menggeleng heran, apa yang dipikirkan Almira sekarang? Sulit sekali ditebak.

Almira mempercepat langkahnya, rencananya ia ingin membeli cornetto itu lebih dari dua. Namun, diurungnya karena habis diborong oleh Fatur. Dari jauh ia melihat Yusuf sedang bersepeda bersama seorang gadis berjilbab, sepeda yang dibeli ibunya dulu. Tatapan Yusuf tiba-tiba mengarah padanya, ia tampak salah tingkah.

Siapa itu? Batin Almira.

Yusuf mengajak gadis berjilbab hitam itu menghampiri Almira yang masih terdiam di posisinya dengan wajah datar.

"Kak, kenapa kakak bisa disini? Dimana pak Kusir?" tanya Yusuf gugup.

Almira menunjukkan cornetto yang baru saja ia buka pada gadis yang berada di samping Nanda. "Siapa?"

"Ha... hah? I-ini? Dia Fitri, adiknya bang Fatur." Jawab Yusuf gugup.

"Kenapa gugup seperti itu? Biasa aja kali." Gumam Almira melanjutkan perjalanannya.

"Kak..." panggil Yusuf mendekati kakaknya, "kakak lagi sakit, kenapa tidak minta Yusuf yang beliin?"

"Tidak ingin merepotkan." Jawab Almira datar.

"Ayo Yusuf antar!" ajak Yusuf khawatir.

Almira menggeleng, "Kenapa sih! Kok jadi posesif gitu!"

Ia kembali berjalan tanpa mempedulikan ekspresi Yusuf sekarang, entah mengapa ia sangat malas untuk berbicara sekarang.

Maaf kak. Batin Yusuf melihat punggung Almira dari jauh.

"Itu kakak kamu?" tanya Fitri mendekati Yusuf

Yusuf tersentak, lalu mengangguk. "Maaf ya, dia memang seperti itu."

Fitri tersenyum simpul, "I'm fine. No problem, mm... memangnya ada masalah, ya?"

Yusuf berpikir sesaat, sebenarnya ia tak ingin membagikan ceritanya pada orang yang belum lama ia kenal. Fitri mengangkat kedua alisnya, ia jadi tidak enak melihat Yusuf tampak menimbang-nimbang pertanyaannya tadi.

"Tidak apa-apa kok kalau kamu nggak mau cerita!" ucap Fitri hati-hati.

Yusuf tersenyum miring, "Ceritanya panjang, lain kali saja, ya? Ayo pulang! Hari sudah semakin gelap."

Fitri mengangguk, untung saja ia bisa mengerti. Yusuf memilih jalan yang berbeda dari yang dilewati kakaknya. Tidak enak juga jika bersepeda, sedangkan kakaknya jalan kaki.

###

4 Agustus 2012

Almira masuk ke dalam mobil, tatapannya tak lepas dari buku-buku tebal pedoman berbisnis ayahnya. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu semua calon mahasiswa/I, dimana mereka akan mengikuti tes untuk masuk ke Universitas Jerman sebagai murid yang memiliki banyak prestasi. Almira duduk di tangga sembari menunggu waktu untuk tes, ia melahap sandwich yang baru saja dibeli.

"Do'ekan Queen ye, ma, pa. Queen tak sanggop pisah same mama, papa." ucap seorang wanita sepertinya orang Malaysia yang telah rapi dengan baju putihnya. Wanita itu duduk bersama kedua orang tuanya yang tak jauh dari Almira.

"Pasti! Ala... jangan sedeh macam tu! Awak ingat mama papa? Calling je tau." Ujar ibunya memeluk anaknya.

"Yang penting, jangan lupe same allah tau, oh ye, jam berape sekarang nih? Awak tak masok ke?" tanya ayahnya.

"Tadakla... Queen ambek prodi hukum negare. Maseh lamak agik," jawabnya manja.

Almira menarik nafasnya pelan, kenapa harus bermanja di tempat umum seperti ini?! Ternyata, dia mengambil jurusan Hukum. Ya allah, itu keinginanku. Batin Almira.

"Dah jom, kite makan je dulu. Kasian anak mama lapar." Tukas ibunya beranjak pergi bersama anak dan suaminya itu.

"Ibu dan ayahnya sayang sekali dengannya," Almira tersenyum singkat, ia melihat arlojinya, kemudian beranjak berdiri. "Impossible for me."

"Kak..." panggil seseorang dari arah belakang.

Almira menoleh ke asal suara, tampak di tangan Yusuf ia tengah memegang ponsel milik Almira. Yusuf berlari saat menaiki satu persatu tangga yang tingginya hampir 1 setengah meter itu.

Hah ponselku, pikir Almira.

"Ini ponsel kakak, tadi ketinggalan di... argh" dari arah yang berlawanan, Almira melihat seorang lelaki berkaus merah juga bergegas turun dan menyenggol lengan Yusuf.

"Yusuf..." teriak Almira berlari mengejar adiknya yang jatuh dari tangga kurang lebih 1 setengah meter itu.

Almira terkejut, ia membungkam mulutnya ketika melihat darah segar Yusuf mengalir deras. "Hei, jangan lari kau!" teriak Almira melihat orang yang menyenggol Yusuf berlari pergi.

"Yusuf, dek. Ayo tolong adik saya!" pekik Almira di kerumunan orang-orang yang hanya terpaku melihatnya.

"Sabar, mbak. Ambulan sedang dalam perjalanan." Jawab seorang wanita menenangkan Almira.

"Yusuf, sadarlah!" Almira memeluk adiknya erat.

Bertahanlah adikku. Bisik Almira di telinga Yusuf.


Salam Literasi...

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang