Chapter 13

11 3 0
                                    

Nanda terbangun karena jam wekernya berbunyi, ia tersadar dirinya ternyata tidur dalam keadaan duduk. Pantas saja punggungnya terasa sakit sekali. Sesekali ia mengerang kesakitan lalu berjalan menghampiri jam wekernya yang masih berbunyi.

"Pukul 04:30?! ini pasti kerjaan ayah!" kemudian Nanda berbaring di atas ranjangnya, ia merasa tidurnya belum cukup.

Namun, matanya sangat sulit untuk dipejamkan. Akhirnya, Nanda bangkit dan berjalan ke wc yang berada tidak jauh dari kamarnya bermaksud untuk mengambil air wudhu. Untung saja, wc ada 2, satu dibawah dan satunya diatas.

Setelah selesai mengambil air wudhu, Nanda kembali ke kamarnya dan membentangkan sajadah menghadap kiblat.

"Ya allah, apakah Pesantren tempat yang terbaik untuk hamba? Hamba tidak mau ke sana. Lagi pula, ini sudah terlambat. Disini, ada seorang gadis yang hamba sukai, semoga ke Pesantrennya tidak jadi Ya Allah..." Do'a Nanda ketika ia selesai menunaikan sholat. Entah kenapa ia berdo'a seperti itu.

Ia merapikan kembali sajadah dan sarung ke tempatnya, kemudian merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Matanya membulat ketika melihat kertas asing bertuliskan...

Selamat malam, tak ada suatu usaha yang menghianati hasilJ

Nanda tersenyum, ia bergegas ke jendela dan membukanya. Tampak dari seberang sana, seorang gadis sedang bersandar dengan mata yang masih tertutup. Wajahnya tampak lelah sekali, tapi ada yang berbeda dari matanya, tampak sembab seperti habis menangis. Nanda mengambil kertas coretannya tadi malam serta kerikil di akuariumnya kemudian menggumpalnya dengan kertas lalu ia lempar ke arah Almira.

Pas... lemparan itu mengenai kaca jendela Almira, untung saja lemparannya tidak terlalu kuat, jadi tidak menimbulkan retak sedikit pun.

Almira terbangun, matanya masih menerawang karena pantulan cahaya yang baru saja muncul dari arah timur. Tetapi, ia masih ingat jelas akan suara keras yang mengusik tidurnya.

"Dasar pengacau!" Almira menggerutu kesal melihat Nanda.

"Terima kasih..." ucap Nanda tanpa basa-basi, ia menunjukkan kertas yang memang benar Almira tulis.

Almira tercengang, ia hanya diam menatap kertas yang sedang Nanda pegang. Aku harus bersikap biasa, takutnya dia jadi pede!!

"Jangan baperan! Itu hanya pesan singkat!" ketus Almira.

Almira menutup jendela kamarnya keras serta gorden, wajahnya merah padam karena malu. Ucapan terima kasih itu, lama tidak ia dengar dari seorang cowok seumurannya. Hatinya terasa berbunga-bunga, senyuman tiba-tiba tersungging di bibir tipisnya. Beberapa detik kemudian, senyumannya hilang, ia baru menyadari jika senyumannya itu tidak berarti apa-apa.

Almira mendesah, ia melihat ke cermin panjang yang menempel di pintu lemari. Ya ampun, mataku?!

Ya, ini pasti masalah besar bagi Almira. Reputasinya bakal jatuh karena ini! Terlintas pikiran untuk bolos sekolah satu hari saja. Namun, diurungnya saat wajah ayahnya muncul di otaknya.

Almira lalu bergegas mandi, setelah mandi ia harus bersiap-siap dengan seragam serta sedikit perias di wajahnya. Dilihatnya jam yang menunjukkan pukul 06:15.

Ia mulai mengambil beberapa alat make up yang sangat jarang dipakai. Bahkan, sudah ada yang kadaluarsa. Mulai dari foundation hingga bedak pupur yang sudah menutupi sedikit matanya. Tidak lupa juga ia memoleskan sedikit lipstick di bibirnya.

Apa ini tidak terlalu berlebihan?! Tapi, di sekolah banyak yang setiap harinya seperti ini! Bahkan, dandanannya menor, hmm ya sudahlah yang penting mata sembabku tidak terlalu tampak.

Almira tersenyum di depan cermin, kemudian berjalan keluar menuruni tangga cepat. Ia harus sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Tidak lupa juga ia membawa berkas-berkas kantor ayahnya yang perlu ia pelajari.

"Kak, Yusuf..." perkataan Yusuf terhenti ketika melihat Almira yang kini duduk di sampingnya.

Almira menoleh ke samping sembari melahap sandwich buatan bi Rosa. "Kenapa?"

"Kenapa kakak berbeda hari ini?" tanya Yusuf.

Pertanyaan Yusuf membuat Almira tersentak, ia menunduk dalam ketika Rahman dan Karolin menatap ke arahnya.

"Anak ibu ternyata sudah bisa make up sendiri," celetuk Karolin menyenggol bahu Rahman.

"Iya, memangnya ada acara di sekolah?" tanya Rahman terdengar datar.

Almira menggeleng cepat, ia bergegas menghabiskan sarapannya dan berjalan cepat ke garasi. Sebenarnya ia malu ke sekolah dengan dandanan seperti ini.

Tit tit...

Almira terkesikap saat klakson motor Nanda berhenti di depan rumahnya. Sepertinya Nanda terpana dengan dirinya saat ini. Matanya tidak lepas memandang Almira yang kini sudah masuk kedalam mobil.

"Pak, jalan saja..." sambar Almira menahan malu.

"Tapi non, den Nanda sudah datang menjemput. Apa tidak sama den Nanda saja?" tanya pak Kusir menyalakan mobilnya.

"Ikuti saja perintah saya pak!" jawab Almira menyandar di bangku kursi, ia melihat ke belakang saat pak Kusir melajukan mobil.

Apa dia tidak capek selalu mengikutiku?! Almira berdecak kesal.

Ia mencoba mengalihkan pandangannya ke layar ponsel, tatapannya tak henti pada akun sosmed yang baru saja dibukanya. Ternyata ada berita menghebohkan di sekolah, tentang anak baru yang tak kalah menariknya dengan Nanda, anak baru itu rupanya pindahan dari SMA Ginjani 2 Surabaya dan sekarang menempati kelas 11 IPS 2.

Dasar netizen, baru masuk saja sudah digosipkan. Almira tersenyum kecut.

Ia keluar dari mobil ketika sampai di gerbang utama sekolah. Kebetulan, Nanda juga baru sampai dan memarkirkan motornya di parkiran.

"Almira, lihat apaan tuh?!" tanya Nanda penasaran sedari tadi melihat Almira tak lepas dari ponselnya.

"Kepo, lihat saja di blog sekolah penggemar anak famous!" jawab Almira ketus.

Nanda cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari dalam kocek sakunya dan melihat situs yang sama dikunjungi Almira saat ini.

"Nanda Diesta, anak baru yang..."

"Itu berita basi!" sambar Almira merampas ponsel Nanda lalu memberikannya kembali pada Nanda.

"Fatur, anak baru yang tak kalahnya dengan Nanda Diesta. Apaan nih? Kapan kita berkelahi?!" gerutu Nanda membaca title berita terbaru itu.

Almira memandang sebal orang di sebelahnya, caranya menanggapi sesuatu terlalu over. Namanya saja berita, dibuat title yang seperti itu baginya sudah biasa. Nanda terlalu asyik membacanya sampai-sampai ia mengikuti Almira sampai ke kelasnya.

Almira pun sebaliknya, ia malah minder karena banyak mata yang melihat keduanya berjalan bersama walaupun keduanya sibuk sendiri. Mulai dari tatapan menakjubkan, terkejut, senang bahkan tidak suka. Apalagi, ia sekarang menambah sedikit polesan make up di wajahnya.

"Nanda," panggil Cika teman sekelasnya saat di perempatan menuju kelasnya.

Nanda melirik sekilas lalu tersenyum, "Coba lihat..." Nanda menunjuk situs yang ia baca saat ini, jaraknya pun agak mendekat.

Cika tersentak, ia tersenyum hambar saat Nanda mengubah posisinya. "Aku sudah baca..."

Nanda ber-oh pada Cika, dia adalah wakil ketua di kelasnya. Almira sedikit dongkol pada Nanda, padahal Nanda dari tadi ia berjalan dengannya, namun tidak mengucapkan satu kata pun. Ia mempercepat langkahnya.

"Jangan cepat-cepat jalannya, honey!" ucap Nanda juga mempercepat langkahnya.

Apa honey?! Kenapa dia memanggilku seperti itu?!! Kata Almira risih.

Honey? Nanda sama Almira pacaran?!! Pikir Cika.


Salam Literasi...

We Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang