"Nanda mana sih?" tanya Almira sembari menghidupkan layar ponselnya.
Almira menatap resah layar ponselnya yang menunjukkan pukul 06:40, ia akhirnya pasrah dan meminta pak Kusir untuk mengantarnya ke sekolah. Ia kesal sekali pada Nanda dan berjanji tidak akan memaafkannya.
Pak Lima, satpam yang bertugas untuk di pintu gerbang sekarang sedang menutup setengah gerbang.
"Pak tunggu," Almira keluar dari mobilnya dan masuk cepat kedalam halaman sekolah sebelum gerbang sepenuhnya tertutup.
"Almira, Almira_" langkahnya terhenti saat mendengar teriakan sesorang meneriaki namanya.
"Aku tidak_ awas..." Almira menoleh ke belakang, matanya terbelalak saat melihat sebuah sedan hitam menyerimpit motor Nanda hingga kepalanya terhantam di pembatas jalan.
"Nanda..." teriak Almira berlari mendekati Nanda yang terbaring tak berdaya di pinggir jalan dengan kepalanya yang banyak mengeluarkan darah segar. "Bangun Nanda_ pak tolong pak! Ayo pak! Nanda bertahanlah,"
Almira tak kuasa menahan kecemasannya, Nanda tersenyum menatap wajah milik Almira, suaranya terdengar jelas ketakutan dan cemas.
"Maaf ya, Almira_ aku tadi kesiangan," Almira berdecak kesal, kenapa jadi membahas kesiangan? Nanda sungguh keterlaluan?!
"Jangan pikirkan itu!" jawab Almira.
Almira menunggu diluar UKS dengan perasaan yang amat gelisah. Tatapannya kosong. Pikirannya kacau, apa yang akan terjadi pada Nanda?!
"Almira," panggil bu Eka menghampirinya.
Almira menatap gundah bu Eka, "Ibu."
"Kenapa berdiri di depan UKS? Bel sudah berbunyi dari tadi loh," ingat bu Eka heran.
"Almira izin nggak masuk kelas, bu. Soalnya Nanda kecelakaan," jawab Almira.
Wajah bu Eka seketika itu berubah "Kecelakaan dimana? Ya sudah lebih baik kamu masuk kelas sekarang, biar ibu yang mengurus Nanda."
Bu Eka berlalu masuk ke dalam UKS, Almira sontak kesal dan kecewa atas jawaban yang ia terima. Ketulusannya malah di buang percuma.
"Jika aku menunggu Nanda, ia pasti tidak akan kecelakaan seperti ini?!" ucapnya seperti menyalahkan diri sendiri.
Selama pelajaran, ia hanya memikirkan keadaan lelaki yang kini tengah berada di UKS, tatapannya lurus ke depan, namun pikirannya melayang entah kemana. Pak Bondan, guru fisika yang melihat sikap Almira menegurnya.
"Almira_" panggilan itu membuat kepalanya mendongak. "Tampaknya kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya pak Bondan menatapnya penuh curiga.
Almira menggeleng sambil memainkan pulpen di dagunya. Ia tersenyum sekilas, lalu melihat keluar jendela. Melihat itu, pak Bondan hanya mengangkat bahu sembari mengemas buku yang dibawanya karena jam telah berganti.
Nanda, kau membuat pikiranku kacau! batin Almira menyesal.
"Sejak aku mengenalinya, duniaku seakan-akan tertantang. Biasanya hanya berjalan lancar?" ujar Almira pada diri sendiri.
"Hei Almira, kenapa murung sih?" tanya Tyas duduk di sebelah Almira.
Almira tersenyum hambar, "Hanya masalah kecil yang dapat diselesaikan."
"Cie... bucin ya?!" ejek Tyas menyenggol bahunya.
Almira tersenyum miring, "Nggak_"
"Eh, temenin aku ke UKS dong! Kepalaku sakit nih, lagi pula bu Yuni nggak masuk hari ini" tukas Tyas memegang pelipisnya.
Berarti free dong?!
Almira mengangguk cepat. Saat beranjak berdiri, ia duduk kembali. Kenapa ia sangat menghawatirkan Nanda?
"Kenapa duduk lagi?" tanya Tyas heran.
"Nggak jadi, deh! Aku di kelas saja." sahut Almira membuka novel yang baru dibelinya kemarin.
"Nanti kalau aku pingsan tengah jalan gimana?" Tyas menarik tangan Almira hingga keluar kelas.
Almira menghela nafas berat, beginilah sifat Tyas. Memaksa. Ia selalu memaksa Almira agar menuruti keinginannya, anaknya memang manja, tetapi dialah teman dekat yang Almira punya.
Saat sampai di UKS, pintunya dalam keadaan tertutup. Tyas mengetuk pintu berukuran kurang lebih 170 cm itu berulang kali hingga pintu dibuka oleh bu Eka.
"Almira? Ibu kan sudah bilang, biar ibu yang urus!" tukas bu Eka mengerutkan jidatnya.
Tyas heran, ia melihat Almira yang kini menunduk "Tyas, bu. Mau minta obat sakit kepala, memangnya kenapa bu, kok pintunya pakai ditutup segala?"
Bu Eka menarik nafasnya pelan, "Ini karena pacarnya si Almira kecelakaan."
Mendengar jawaban bu Eka, Almira tersentak kaget. Jawaban yang sangat sulit dicerna olehnya setelah tuduhan tadi.
"Kapan kamu punya pacar? Kok nggak pernah cerita?" tanya Tyas tersenyum jahil.
Almira menggeleng cepat, "Bu Eka sembarangan saja, bukan saya bu pacarnya!"
Tiba-tiba Nanda keluar dari balik pintu, kepalanya tampak dibalut rapi dengan perban. Tatapannya lurus ke depan, lama ia menatap Almira kemudian berjalan dengan bantuan dinding.
"Nanda, Nanda_" panggil bu Sri, perawat yang bertugas di UKS keluar.
"Kenapa bu?" tanya bu Eka panik.
"Tadi, setelah bangun dia bilang mau ke kelas saja. Katanya bosan di UKS!" jawab bu Sri.
"Dasar anak pindahan bandel," bu Eka berjalan pergi, begitu juga bu Sri.
Tyas dan Almira saling pandang. "Ayo balik ke kelas."
"Obatnya?"
"Kepalanya nggak jadi sakit, deh! Aku mau tidur saja." jawab Tyas berjalan terlebih dahulu.
###
Nanda berjalan semboyong menuju kelasnya. Fahri tiba-tiba keluar kelas, hampir menabraknya.
"Nanda, kepalamu kenapa?" tanya Fahri membantu Nanda hingga menuju bangku.
Semua mata tertuju pada Nanda, ada juga yang sedang menggosip hingga bermain kartu remi terdiam dan menatap tajam ke arah Nanda.
"Hah, my darling kenapa bisa sampai diperban?" tanya Nadia seorang cewek modis menatap iba Nanda.
"Kecelakaan kecil." Jawab Nanda tersenyum.
"OMG, kasihan sang atletku, gimana masih sakit?" tanya Nadia.
Nanda menggeleng. Ia masih memikirkan pertemuannya dengan Almira di depan UKS tadi. Sikap Almira membuatnya serba salah, sampai sakit pun Almira masih dengan tatapan yang sama.
Pulang sekolah nanti, aku pasti akan membayar semuanya! Batin Nanda.
Salam Literasi...
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Roman pour Adolescents"Ada apa?" tanya Nanda melepas tarikan Almira. "Aku yang bertanya, kau kenapa? Ingin memanas-manaskan aku?!" tanya Almira kesal. Nanda terdiam, ia baru mengerti jika Almira ingin membahas kenapa ia tiba-tiba berubah seperti ini. "Itu karena kau! Kau...