Nanda tersenyum mengiyakan perkataan Gilang.
"Cantik sih, tapi orangnya cuek." Ujar Ryan antusias.
"Tapi..."
"Ngomongin aku?" potong seorang wanita di ambang pintu.
Semua mata tetuju pada wanita yang tengah berdiri di ambang pintu itu, Nanda menimbang-nimbang perkataannya tadi. Apa dia dengar semuanya?
"Ada apa?" tanya Robi memecah keheningan.
"Bukannya ini sudah masuk jam pelajaran?" tanya wanita itu, tatapannya tidak lepas dari Nanda.
"Baiklah, Almira..." Gilang beranjak, ia tahu jika Almira adalah ketua di kelasnya.
"Dan kau..." Almira masih menatap lekat Nanda. "Lupakan aku..."
Kalimat singkat namun jelas ia dengar, Almira melangkah pergi bersama Gilang yang mengikutinya dari belakang.
"Sudahla kawan, lupakan saja dia! Masih banyak cewek yang suka padamu." Ucap Ryan tersenyum hambar.
"Buang saja kalimat itu, aku bukan tipe orang yang mudah menyerah." Nanda pergi meninggalkan kedua temannya yang tengah terdiam.
Ia kembali menyusuri koridor, bermaksud untuk melewati kelas 12 Mipa 1 yang terkenal dengan murid-murid ber-IQ tinggi itu. Dinding kaca tebal itu menampakkan jelas Almira yang tengah menulis dengan wajah tenangnya, padahal mereka tengah simulasi ujian matematika.
"Bang Nanda..." panggil seorang siswi yang tampaknya adalah adik kelasnya.
Nanda menatap siswi itu lekat, yang di tatap pun malah salah tingkah.
"Ada apa?" tanya Nanda.
"Abang dipanggil ke ruangan pak Tiro, katanya masalah nilai." Jelas siswi itu mencoba untuk bersikap tenang.
Nanda mengangguk sembari menatap layar ponselnya. Sedangkan siswi itu masih terdiam di tempatnya.
"Semangat ya bang," bisiknya namun masih terdengar jelas di telinganya.
"Terima kasih, kamu juga semangat..." jawab Nanda bermaksud untuk menyenangkan hatinya.
Siswi itu tersenyum bahagia, ia tampak ingin melompat-lompat melihatkan kesenangannya di depan Nanda. namun diurungnya saat Nanda pamit untuk menemui pak Tiro.
"Pak..." panggil Nanda masuk ke dalam ruangan ber-AC itu.
Yang dipanggil pun menoleh, tampak ia sedang memegang kertas putih. Mungkin akan dimarahi karena nialinya rendah.
"Kenapa bisa sampai 25, Nanda?" tanya pak Tiro memulai obrolan.
"Mungkin salah koreksi, pak." Jawab Nanda santai.
Pak Tiro menghela nafas berat. "Ini bukan salah koreksi, tapi kamunya yang tidak mau berusaha. Bapak dengar, kamu sering bolos saat pelajaran matematika berlangsung. Apa benar?"
Nanda mengangguk mengiyakan perkataan pak Tiro. "Matematika sangat susah, pak. Cita-cita saya juga bukan jadi guru matematika pak."
Jawaban Nanda membuat pak Tiro merah padam, ia menahan amarahnya. "Nanda, kamu ini anak baru di sekolah, tapi kelakuan kamu kok berandal."
Nanda tiba-tiba berdiri, "Besarnya saya mau jadi tentara pak, jadi jangan paksa saya buat memahami matematika."
Pak Tiro terdiam melihat kepergian Nanda, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ternyata masih ada anak yang membangkang di sekolah ini.
"Tidak tahu apa, aku kan mau jadi tentara malah disuruh belajar matematika!" gerutu Nanda, ia berjalan ke kelasnya yang berada tak jauh dari ruang guru. Terlambat? Pasti!
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Novela Juvenil"Ada apa?" tanya Nanda melepas tarikan Almira. "Aku yang bertanya, kau kenapa? Ingin memanas-manaskan aku?!" tanya Almira kesal. Nanda terdiam, ia baru mengerti jika Almira ingin membahas kenapa ia tiba-tiba berubah seperti ini. "Itu karena kau! Kau...