Dyah tersenyum, "Makan tapi nggak gendut gendut..."
Nanda tertawa, sekarang ia merasa bagaikan anak kecil yang tengah bermain dengan ibunya. Sesekali ia memeriksa ponselnya yang berdering notif situs sekolah. ia sengaja mengaktifkan notif agar tidak tertinggal berita terbaru sekolah.
"Kamu pesan apa?" tanya Dyah melihat anaknya yang kini tengah memandang ponselnya.
"Apa yang ibu pesan saja," jawab Nanda melirik sebentar.
"Mbak..." panggil Dyah pada seorang pelayan.
"Es jeruk besar 2, sama ayam saos tiram 2, cah kangkung dan kentang 2 porsi, ya." Ucap Dyah, sementara pelayan menuliskannya di kertas.
"Permintaan ibu akan segera datang, mohon bersabar ya." Pelayan itu tersenyum lalu pergi.
Keduanya memilih duduk di dekat jendela agar dapat menikmati pemandangan dari lantai 3 mall. Dyah memegang jemari tangan anaknya, tatapannya penuh makna.
"Kamu melakukan ini demi ayah dan ibu, kan?" tanya Dyah.
Nanda meletakkan ponselnya dan menatap ibunya lekat. Maaf, bu. Ini karena Almira.
"Nak?" panggil Dyah kembali.
Nanda tersentak, "Ya, karena ibu dan ayah. Nanda nggak mau jadi anak durhaka."
Dyah tersenyum, walaupun dari tatapan anaknya sebenarnya ia tahu Nanda sedang berbohong. Nanda mengedarkan pandangannya ke pengunjung restoran. Ia menangkap sosok yang sangat dikenalnya tengah berkumpul bersama 3 lelaki paruh baya.
Bukannya itu Almira?! Kok dia sama om, om? Dan itu ayahnya... batin Nanda berpikir yang aneh-aneh.
Almira tampak indah terbalut jas hitam layaknya orang kantoran, begitu juga 2 orang lelaki dan ayahnya. Mereka seperti asyik memperbincangkan sesuatu karena sesekali tertawa. Dari jauh juga tampak Almira tengah berbicara dan memberi penjelasan pada kedua lelaki itu.
Ternyata dia tak sebanding yang aku bayangkan, pikir Nanda kesal.
Nanda menahan amarah di dadanya, walaupun AC terasa menusuk kulitnya. Ia masih tetap dalam posisi duduknya meskipun sebenarnya ia ingin berdiri menghampiri Almira disana dan berkelahi dengan dua orang lelaki hidung belang itu.
"Nanda, kok tidak di makan?" tanya Dyah membuyarkan lamunan Nanda.
Nanda tersentak ia mengangguk lalu melahap ayam saos tiram yang dipesan ibunya tadi.
Tanpa ia sadari, jika di seberang sana Almira juga tengah memperhatikannya. Diam-diam ia takut jika Nanda salah paham terhadapnya.
###
"Semoga kamu sukses selalu ya, nak." Karolin mencium jidat anaknya.
Hari ini adalah hari pertama ia ujian Nasional, hari yang ditunggu-tunggu oleh kedua orang tuanya bukan dirinya. Mentalnya belum siap menghadapi kuliah di jurusan bussines. Seandainya ayah dan ibunya tahu jika ia sangat ingin menjadi traveler dan pengacara.
Almira mengangguk tersenyum, ia masuk ke dalam mobilnya dan duduk menyandar. Ia menarik nafas dalam-dalam, pikirannya masih berkecamuk pada Nanda yang melihatnya sewaktu di restoran mall. Nanda juga tidak ada menemuinya sejak kemarin. Almira akhirnya sampai di sekolah, tepat saat ia keluar Nanda lewat di hadapannya.
"Nan..." panggil Almira namun terpotong ketika melihat Cika tiba-tiba datang menghampiri Nanda ke motornya.
Nanda tampak tersenyum di depan Cika dan memegang tangan Cika. Hati Almira mendadak panas, kedua tangannya mengepal, ia cepat berlari sebelum Nanda dan Cika tahu jika ia tengah berada tak jauh dari mereka.
Dia sungguh jahat! Kenapa memberi harapan lalu pergi tanpa sebab?! Ini pasti karena aku menemui client beberapa hari yang lalu
Almira cepat masuk ke dalam kelasnya walaupun banyak temannya memanggilnya. Ia menatap keluar, dilihatnya Nanda tengah berjalan bersama Cika sambil tertawa. Tak lama kemudian, bel berbunyi ia mencoba untuk bersikap seperti biasanya.
###
"Terima kasih telah membantu, Cika." Ucap Nanda tersenyum saat di parkiran motor.
Cika tersenyum simpul. "Iya, kalau begitu aku pulang dulu, ya."
"Hmm, bagaimana kuantar kau pulang?"
Hah, diantar Nanda pulang?! Batin Cika.
Nanda mengangkat kedua alisnya, ia masih menunggu jawaban Cika.
"Nggak usah, deh. Aku sudah pesan ojek online tadi." Jawab Cika tersenyum.
Nanda mengangguk, ia menyalakan motornya. "Kalau begitu aku..."
"Nanda!" panggil Cika membatalkan kepergian Nanda.
"Sebenarnya aku..." Cika menggigit bibir bawahnya, keringat bercucuran dari pelipisnya. Sungguh sulit mengatakan jika ia suka pada Nanda, sudah lama ia memendamkan perasaannya pada Nanda sejak Nanda memintanya untuk jadi cewek agar memanas-manaskan Almira.
Almira tiba-tiba datang mengambil kunci motor Nanda lalu menariknya agak menjauh dari keramaian. Mereka berhenti di taman dekat perpustakaan sekolah yang kini sudah sepi.
"Ada apa?" tanya Nanda melepas tarikan Almira.
"Aku yang bertanya, kau kenapa? Ingin memanas-manaskan aku?!" tanya Almira kesal.
Nanda terdiam, ia baru mengerti jika Almira ingin membahas kenapa ia tiba-tiba berubah seperti ini.
"Itu karena kau! Kau yang mengatakan aku tak boleh menyukaimu. Tapi, bukan berarti kau bisa main dengan om-om itu!" hardik Nanda menusuk hati Almira.
Ia benar, ternyata Nanda berpikir sama sepertinya. Air mata Almira tak dapat terbendung lagi saat Nanda mengucapkan kalimat itu. Pikirannya kacau, ia tidak pernah semarah ini pada seseorang sebelumnya.
"Jaga mulutmu! Kau tidak tahu kehidupanku!" sambar Almira tersedu-sedu.
Nanda mendekati Almira. Sungguh, ia tidak bisa melihat seorang wanita menangis. "Aku berkata sesuai dengan apa yang aku lihat! Tolonglah jangan menangis."
"Nanda, semua yang kukatakan waktu itu, tentang kuliahku, pekerjaanku, pendampingku itu semua kemauan ayahku! Yang kau lihat sewaktu di restoran itu, mereka adalah client ayah! Aku bisa apa?! Semua perkataan ayahku pasti harus ku lakukan. Perusahaan ayah, aku yang akan meneruskannya, nasib keluargaku sebentar lagi berada di tanganku! Kau tahu, aku ingin seperti anak-anak yang lain, kehidupannya tidak diatur-atur oleh orang tua. Aku ingin meneruskan cita-citaku menjadi seorang traveller dan pengacara, tapi itu tidak mungkin!" jelas Almira menangis.
Nanda bingung harus melakukan apa, ia akhirnya memeluk Almira dan menyandarkan kepala Almira di dadanya bermaksud untuk menenangkan gadis itu.
"Kau tahu, sejak kau mengatakan jika kau tidak boleh kucintai. Hatiku teriris sekali dan soal client ayahmu di restoran itu, maafkan aku telah berburuk sangka padamu." Ucap Nanda mengahpus air mata Almira dengan punggung tangannya.
Salam Literasi...
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Teen Fiction"Ada apa?" tanya Nanda melepas tarikan Almira. "Aku yang bertanya, kau kenapa? Ingin memanas-manaskan aku?!" tanya Almira kesal. Nanda terdiam, ia baru mengerti jika Almira ingin membahas kenapa ia tiba-tiba berubah seperti ini. "Itu karena kau! Kau...