SLB

136 8 0
                                    


Setelah adegan pamitan dan perpisahan dengan semua penghuni Panti yang menguras airmata, Hamna bergegas menuju SLB -Sekolah Luar Biasa yang harus melewati 2 Kabupaten tetangga. Menurut keponakan Bi Suti, sekolah ini membutuhkan tambahan pekerja kebersihan karena salah satu pekerjanya sedang cuti melahirkan. Dengan berbekal alamat di tangan, pakaian, bekal makanan dan uang dari Mama, Hamna memantapkan langkah menuju halte bus yang membawanya hingga ke tujuan.

Sekolah Luar Biasa "Tut Wuri Handayani". Demikian plang besi yang berdiri di depan halaman disamping gerbang sekolah ini. Sekolah yang cukup luas dengan 3 bangunan utama membentuk huruf U, dan lapangan di tengah tengahnya. Banyak pepohonan di sekelilingnya. Bangunan dengan dominasi warna putih gading dan merah itu menyiratkan banyak kenangan dan menjadi saksi perjalanan hidup manusia dengan keterbatasan. 

Hamna sampai di Sekolah bersamaan dengan waktu para siswa pulang. Ia mendengar bel berbunyi dan tidak lama kemudian, mulailah para siswa keluar dari kelas mereka masing-masing. Semua tampak berhati hati, ada yang bergandengan, ada yang memegang tongkat, ada yang meraba tembok ada yang juga berjalan dengan tangan meraba-raba di depan nya. Ya, SLB ini diperuntukkan bagi siswa Tuna Netra. Mereka yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam melihat. Hamna segera berlari menjatuhkan tasnya begitu saja ketika melihat seorang siswi terjatuh terpleset karena ada genangan air.

"Kamu tidak papa", tanya Hamna sembari membantu siswi tadi bangun.

"Aduh, kakiku sakit," ujarnya sambil berusaha memegang pergelangan kaki kanan nya yang sekarang menjadi pincang. 

Pandangan Hamna beralih ke pergelangan kaki si gadis seusia Sofi. Lalu ia berjongkok dan memeriksanya.

"Jangan di tekan, kak.... hiks.... bantu aku ke pintu gerbang ya, mama pasti sudah menjemput". Sambil si gadis kecil itu berusaha untuk berjalan. 

"Ooo iya, maaf. Ayo kakak bantu. Siapa namamu? Nama kakak, Hamna".

"Aku Aulia, Kak. Terima kasih ya."

Mereka berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Aulia, mengingatkan Hamna pada Sofi. Uuuhhhh.... belum juga satu hari pergi, Hamna sudah rindu pada adik adiknya.  Aulia menggunakan tongkat kecil sebagai alat bantu untuk berjalan. Rambutnya di kepang dua, membawa tas ransel berbahan lembut berwarna coklat putih berbentuk kucing dengan kepala sebagai penutup ranselnya, kaki dan ekor yang terjulur di kanan kirinya. Perlahan kaki dan ekor dari tas ransel kucingnya bergerak gerak mengikuti Aulia yang berjalan dengan tertatih tatih.  

"Aulia, kamu kenapa nak?" setengah berlari seorang ibu paruh baya mendekati Aulia dan Hamna.

"Mama, tadi Aulia jatuh terpleset di depan kelas. Huhuhu......." tangisnya belum juga reda.

"Innalillahi....ya sudah biar di gendong Pak Parman saja ya ke Mobil. Tunggu disini dulu, sayang." Segera ia mengambil ponsel dan menelepon seseorang.

"Iya Ma" ujar Aulia sambil berjalan mendekati mamanya melepaskan pegangan dari Hamna. 

"Tadi Aulia dibantu Kakak Hamna, berjalan Ma," ujarnya lagi

"Eh... e.... emm... iya Bu, saya tadi kebetulan melihat Aulia jatuh" Hamna merasa gugup.

"Alhamdulillah, terima kasih Nak Hamna " ucap tulus dari Mama Aulia.

"Walah neng Aul kenapa? Jatuh lagi? Masa seminggu ini dah jatuh 4 kali, neng. Kasian dong kakinya" ucap pria berumur 50an sembari membantu Aulia berdiri dan mulai mengendongnya. 

"Ah, Pak Parman sih gitu. Kan jatuh bukan mau nya Aul"

"Eh tapi ada neng yang jatuh ga sakit. Mau tau ga?"

Hadirmu UntukkuWhere stories live. Discover now