Really?

68 6 0
                                    

Tidak habis pikir Arfan dengan Mamanya. Apakah ia serius dengan niatnya. Arfan tambah pusing jika memikirkan kembali permintaan Mamanya. 

Bagaimana mungkin menikah dalam waktu 1 bulan. Ya, Mamanya baru saja mengatakan bahwa ia telah menemukan calon yang tepat untuk Arfan juga sebagai ibu untuk Dzaky. Mamanya yakin bahwa ia adalah calon yang baik. Setahu Arfan Mamanya tidak sedang dekat dengan perempuan. Apakah calon yang Mamanya maksud adalah salah satu mahasiswa atau teman pengajiannya atau mungkin anak dari temannya. Arfan kembali dibuat bingung. Pasalnya Mamanya tidak mau memberitahu dulu namanya. Sehingga Arfan tidak ada bayangan sama sekali siapa calon istri yang dimaksud oleh Mamanya. Arfan hanya diminta menerimanya saja. 

Ck.. bagaimana bisa. Kenal saja belum harus menerimanya. Sedetik kemudian Arfan sadar akan perkataan Mamanya sebelum ia mengakhiri pembicaraan di telepon barusan. 

"Kalau kamu menolak, Mama tidak mau mencarikan lagi pengasuh untuk Dzaky. Ini adalah yang terakhir Mama bantu. Kalau kamu tidak mau, cari sendiri saja."

Huh..... kalau sudah begini, Arfan hanya bisa pasrah. Berarti kali ini pengasuh untuk Dzaky adalah perempuan. Arfan hanya akan menganggap ia sebagai pengasuh saja, bukan istrinya. ya, mungkin begitu akan jauh lebih mudah. Toh memang ia hanya mencari pengasuh, bukan istri.

Arfan menghela nafas pasrah.

**************

"Bu Fatimah, minggu depan jadi loh ya saya pesan catering buat di kampus. Sekalian deh saya pesan nasi Box 100 ya. menunya seperti biasa saja. Kalau box nya ayam bakar 1/4 dan lalapan plus sambal terasi. Jangan lupa pakai buah ya Bu. Oiya, sekalian diberi tulisan, Syukuran atas pengangkatan Guru Besar di tutup box nya ya Bu."

"Masya Allah, Barakalah ya Bu Pur. Semoga Pak Purnama bisa menjaga amanah sebagai Guru Besar. Semoga ilmu beliau bermanfaat bagi Bangsa ya Bu."

"Amminn..... makasih banyak Bu Fatimah."

"Oiya bu, cateringnya harus sudah siap jam berapa?"

"Jam makan siang saja. Kalau box bisa sore saja. Saya mau antar ke 4 panti asuhan." 

"Insya Allah bu, akan kami siapkan."

"Eng..... Bu Fatimah, saya mau tanya sesuatu, boleh?"

"Silakan Bu Pur."

"Itu loh, yang suka bantu Bu Fatimah kalau saya pesan catering, siapa ya?"

"Yang mana Bu? Yang perempuan atau laki-laki?"

"Yang perempuan, masih muda."

"Ooo itu, Hamna namanya."

"Boleh saya tanya beberapa hal?"

*********

Sore itu Mama Arfan akhirnya mengutarakan niatnya untuk menjadikan Hamna menantunya. Awalnya tentu saja Bu Fatimah terkejut dengan hal ini. Ia tidak menyangka jika Bu Pur telah mengamati Hamna sejak pertama kali Bu Fatimah membawa Hamna ke Majelis Ilmu di Masjid Kampus. Setelah itu, Bu Pur selalu memperhatikan Hamna yang setiap minggu datang ke Jurusannya. Di Jurusan tempat Bu Pur mengajar, ada agenda Rabuan yang memang selalu memesan catering dari Kantin Bang Ucok. Hamna dan dua orang pegawai Bu Fatimah memang ditugaskan untuk melayani catering disana. 

Hamna dengan pembawaan yang supel, sopan dan ramah membuat Bu Pur tertarik dan terus memperhatikan setiap bertemu dengan Hamna. Semakin memperhatikan Hamna, Bu Pur semakin yakin Hamna mampu menjadi pendamping untuk putranya.

Dibalik kekaguman pada Hamna, ada sedikit hal yang harus Bu Pur pertimbangkan setelah berdiskusi dengan Bu Fatimah di telepon tadi. Bu Fatimah mengatakan bahwa Hamna merupakan anak yang ditinggal orangtuanya di sebuah Panti Asuhan di Sukabumi. Selain itu, ia juga tidak bersekolah. Alasan dokumen yang tidak mempuni adalah alasan yang paling kuat mengapa ia tidak menempuh pendidikan formal. Bu Fatimah mengatakan bahwa Hamna memang gadis yang baik, sederhana, sopan dan cerdas. Selain itu juga senang sekali membaca. Ia secara cepat menguasai pelajaran sekolah yang ia baca dari buku mata pelajaran. 

Hadirmu UntukkuWhere stories live. Discover now