Penantian

103 6 0
                                    


Adzan Ashar membuat pelukan mereka merenggang. Masih dengan mata dan pipi yang basah karena air mata, Arini mencoba untuk tersenyum. "Insya Allah akan saya jelaskan." Hamna hanya mengangguk tidak ingin berharap terlalu tinggi.

"Sayang..." tiba-tiba suara Arfan membuat Hamna menoleh.

"Su-sudah pulang, Mas?"

"Iya, ini mau bersih-bersih dulu sebelum shalat Ashar."

Hamna mengangguk. Ia pamit kepada Arini untuk melayani suaminya terlebih dahulu. Menyilakan Arini untuk dapat melaksanakan shalat Ashar di mushola di ruang tengah. Para pelayat satu per satu meninggalkan rumah Bu Pur. Bahkan Alisa pun, putri pertama Bu Pur telah kembali ke kota tempat tinggalnya. Ia masih enggan bertemu dengan Hamna lebih lama.

*****

Selepas shalat Ashar, Arfan meluruskan kakinya di karpet tebal. Kursi-kursi tamu masih diletakkan di luar rumah. Bu Pur sudah lebih baik dan bergabung dengan Arfan. Duduk di karoet dan menluruskan kakinya. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding dan tatapannya sendu. Mencoba untuk ikhlas melepas kepergian suaminya yang begitu mendadak.

"Tadi malam itu masih ngobrol loh sama Mama, Fan. Papa minta dibuatkan semur daging hari ini." Bu Pur kembali menitikkan air matanya.

Arfan mengelus punggung tangan mamanya. "Iya Ma. Arfan tahu. Mama yang sabar ya." Bu Pur hanya mengangguk. "Apa Mama mau tinggal sama Arfan atau Kak Alisa?" Ia menggeleng.

"Biarkan Mama disini ya Fan."

"Iya, ga papa, Ma. Nanti Arfan dan Hamna bakal sering main ke sini ya."

"Iya" jawabnya lirih.

Hamna datang membawa teh hangat untuk mertua dan suaminya.

"Loh kok ada 4 cangkir, Na?" tanya Arfan heran.

"Itu ada Ustadzah Arini mau ketemu Mama dulu katanya."

"Ooo...." Arfan mengambil satu cangkir dan meminumnya.

"Assalamu'alaikum." Arini datang bergabung bersama setelah ia dari mushola.

"Wa'alaikumsalam." jawab Bu Pur, Arfan dan Hamna bersamaan.

"Silakan, Ustadzah." Hamna menggeser duduknya agar Arini lebih dekat dengan Bu Pur.

"Ibu, saya turut berduka atas kepergian Pak Pur ya. Beliau orang yang baik. Beliau salah satu dosen saya yang banyak sekali memberikan inspirasi kepada kami, para mahasiswanya. Bahkan amanah saya saat ini sebagai dosen, tidak lepas dari dukungan dari almarhum." Arini menggenggam tangan Bu Pur. Mencoba memberikan dukungan dan kesaksian atas kebaikan Pak Pur. Bu Pur hanya mengangguk dan kembali menyeka air mata yang tidak selesai mengalir.

"Terima kasih." jawabnya. "Doakan almarhum mendapatkan ampunan atas segala dosanya ya, Nak."

"Tentu Bu." Arini memeluk Bu Pur dengan erat.

Hamna dan Arfan melihat kedua insan itu dengan perasaan haru.

Mereka berempat hening sesaat. Meminum teh yang telah disediakan Hamna.

"Maaf sebelumnya jika saya hendak menyampaikan sesuatu disaat yang mungkin kurang tepat." Arini membuka pembicaraan setelah hening yang menyelimuti mereka beberapa waktu lalu.

"Ada apa Nak Arini?" tanya Bu Pur penasaran.

"Begini, Bu. " Arini menarik nafas perlahan. Mencoba meredakan gemuruh di dalam dadanya.

"Hamna adalah putri saya yang selama ini saya cari, Bu."

"Apa?"

"Apa?"

Hadirmu UntukkuWhere stories live. Discover now