Mereka berempat sudah duduk bersama di sebuah cafe dekat dengan rumah sakit. Arfan, Hamna, Arini dan Sandy.
Hening menyelimuti suasana mereka berempat. Akhirnya Arfan memesan 4 buah minuman segar dan camilan ringan. Mengingat tidak ada yang bergerak melihat buku menu yang telah disediakan oleh pramusaji.
"Baiklah, mungkin Dokter Sandy ingin berbicara terlebih dahulu?" Arfan menawarkan. Ia melihat Arini masih shock dan belum bisa membuka mulut sama sekali. Hamna terlihat terus memeluk bundanya, mengusap bahunya terkadang mengelus punggung tangannya.
Sandy menarik nafas perlahan, berusaha meredakan gejolak didalam dadanya. "Arini adalah istri saya."
"Apa?"
"Apa?"
Hamna dan Arfan mengucapkannya bersamaan. Sandy mengangguk dan mulailah ia bercerita.
"Tiga tahun saya di Palestina, ada pertempuran besar dengan Israel yang membuat banyak sekali kekacauan, termasuk jalur kontak ke tanah air. Paman yang bersama saya meninggal dunia dan dimakamkan di sana. Saya kemudian diajak salah satu dokter disana dan disekolahkan olehnya di sekolah kedokteran. Hingga saya menjadi dokter dan membantu para pejuang Islam di sana. Juga, ia menikahkan saya dengan putrinya, seorang dokter juga." Sandy menjeda kalimatnya. Ia memijit keningnya, menatap Arini dengan tatapan rindu yang teramat dalam.
"Saat itu saya seperti tidak punya pilihan. Terputusnya kontak dengan Arini dan keluarga, kondisi genting yang memang mengharuskan kita untuk gerak cepat dan situasi darurat membuat saya mengambil keputusan besar saat itu."
Pernyataan Sandy terpotong sejenak demi menyilakan pramusaji meletakkan sajian dihadapan mereka. Namun sepertinya semua hidangan tidak ada yang menarik dibanding dengan penuturan Sandy.
"Saya memiliki 2 anak dari istri saya, Aisyah. Tiga tahun yang lalu, kondisi cukup kondusif, saya berencana untuk mengajak keluarga saya ke Indonesia, namun Aisyah sakit dan meninggal sebelum kami sempat berangkat. Akhirnya saya hanya membawa 2 anak saya ke Indonesia. Hendak mencari Arini dan putri kami, Hamna." Dokter muda itu tampak menyeka kedua ujung matanya dengan tissue.
Arfan menghela nafas panjang. Meminum jus jeruknya berusaha mencari kata yang akan ia keluarkan. Hamna memeluk suaminya erat. Hatinya membuncah mengetahui semua cerita yang Sandy sampaikan. Namun entah bagaimana menggambarkan perasaannya saat ini. Haruskah ia gembira atau bersedih. Arfan mendekap tubuh istrinya yang terlihat masih shock mencerna itu semua.
"Kang, sa-saya tidak pernah menikah lagi sejak Kang Sandy pergi." Arini memecah keheningan diantara mereka.
"Benarkah itu Arini?" Arini mengangguk. Kenyataannya ia merasa bahwa suaminya masih hidup. Juga tidak pernah ada pesan bahwa suaminya mentalaknya. Kekuatan ia bertahan selama ini adalah keyakinan dan doa-doa panjangnya di setiap penghujung malam.
"Saya pun tidak pernah menjatuhkan talak kepadamu." Sandy menunduk.
"Itu artinya Bunda dan Dokter Sandy masih sah suami istri, kan?" Arfan mencoba menegaskan.
Sedetik kemudian Arini dan Sandy saling menatap, Sandy bangkit dari duduknya, begitupun Arini. Mereka kemudian saling berpelukan sangat erat seakan tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Arini menangis di pelukan Sandy.
Arfan mengeratkan pelukannya kepada istrinya yang sedang terisak sambil menutup mulutnya.
Siapa saja yang melihat kedua pasangan ini tentu akan terbawa keharuan. Hingga hampir 15 menit terlewati, mereka sudah menjadi pusat perhatian pengunjung cafe tersebut.
"Ehem...." Arfan berdehem agak keras setelah ia merenggangkan pelukannya dengan Hamna.
Sandy pun tersadar dan ia mengecup kening Arini sekali lagi sebelum benar-benar menarik dirinya. Berjalan kembali menuju kursinya semula. Saat itu ia melihat tatapan pengunjung cafe tertuju pada mereka. Tidak berapa lama, satu orang bertepuk tangan. Disusul dengan orang kedua, ketiga dan hampir seluruh pengunjung cafe bertepuk tangan dengan berakhirnya adegan mengharukan tadi. Apakah para pengunjung mengira mereka sedang membuat film? Tanpa sadar mereka berempat mengembangkan senyum, menangkup kedua tangan di dada dan menunduk. Mereka berempat tersenyum kecil tatkala menyadari bahwa mereka telah menjadi pusat perhatian.
![](https://img.wattpad.com/cover/218660136-288-k439596.jpg)
YOU ARE READING
Hadirmu Untukku
General FictionHamna tidak mengerti mengapa ia ditinggal oleh bundanya di rumah bercat hijau ini. Yang ia yakini, bahwa suatu saat nanti bundanya akan kembali menemuinya. Selama masa menunggu, banyak peristiwa yang terjadi pada Hamna hingga hampir saja ia putus as...